Genre : Drama, Fantasi
Episode : 24 (dalam konfirmasi)
Network : MBC
Tanggal tayang : 8 April - 25 Juni 2013
CAST & CREW
Sutradara : Shin Woo Chul
Skenario : Kang Eun Kyung
Skenario : Kang Eun Kyung
Pemain:
Choi Jin Hyuk sebagaiGu Wol Ryung (ayah Kang Chi)
Lee Sung Jae sebagai Jo Gwan Woong
Lee Seung Gi sebagai Choi Kang Chi
Bae Suzy sebagai Wol Yeo Dam
Yoo Yun Suk sebagai Park Tae Seo
Lee Yoo Bi sebagai Park Chung Jo (cinta pertama Kang Chi)
Lee Yeon Hee sebagai Yoon Seo Hwa (ibu Kang Chi)
Jung Hye Young sebagai Chun Soo Ryun (kepala gisaeng)
Uhm Hyo Sup sebagai Park Moo Sol (Ayah angkat Kang Chi)
Jo Sung Ha sebagai Dam Pyeong Joon
Kim Hee Won sebagai Sojung Monk
Kim Ki Bang sebagai Eok Man
Yoo Dong Geun sebagai Lee Soon Shin
Sung Joon sebagai GonYi
SINOPSIS BAGIAN 3
So Jung bergegas menuju gua Wol Ryung karena mengira Wol Ryung telah kembali. Tapi yang ia temui adalah seorang yang sedang terpekur dan seorang bayi mungil.
“Siapa kau?” tanyanya.
Seo Hwa mengangkat kepalanya. So Jung menghela nafas panjang melihat Seo Hwa. Ia lalu membuatkan makanan. Tapi Seo Hwa hanya diam.
“Anak ini memiliki mata Wol Ryung,” kata So Jung sedih.
“Benarkah? Aku tidak tahu seperti apa wajahnya…seperti apa matanya…senyumnya…aku tidak ingat,” kata Seo Hwa getir. Menurutku Seo Hwa bukannya tidak ingat. Ia hanya tidak ingin mengingat Wol Ryung. Wol Ryung yang polos atau Wol Ryung yang buas.
Tampaknya So Jung sedikit kesal mendengar perkataan Seo Hwa. Ia mengeluarkan pisau kayu yang pernah diberikannya pada Wol Ryung.
“Aku menyuruhnya menusuk jantungmu dengan pisau itu. Ia bisa selamat jika ia menusukmu dengan pisau itu.”
Mendengar itu Seo Hwa terkejut. Ia bertanya mengapa Wol Ryung tidak menusuknya waktu itu.
“Kau membuat jantungnya berdebar untuk pertama kalinya dalam seribu tahun. Aku yakin ia tidak bisa melukaimu untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Itu adalah cinta Wol Ryung.”
Air mata Seo Hwa mengalir.
“Simpanlah pisau itu. Itu adalah milik terakhir Wol Ryung yang benar-benar mencintai dan mempercayaimu.”
Seo Hwa meraih pisau itu dan mendekapnya di dadanya sambil menangis. Too late Seo Hwa….too late….
“Aku berencana untuk membunuhnya…aku berpikir seorang bayi monster akan lahir jadi aku berencana untuk membunuhnya. Itu adalah pikiran-pikiranku yang kejam.”
Seo Hwa berjalan selangkah demi selangkah menyusuri jalan di kota. Air mata terus mengalir dari wajahnya yang sarat dengan penderitaan dan kepedihan.
Jo Gwan Woong menerima tamu yang datang dari Jepang. Dilihat dari pakaiannya, sepertinya orang-orang itu para samurai. Rakyat berkerumun untuk melihat orang asing yang datang ke kota mereka. Di antara mereka, Seo Hwa melihat Jo Gwan Woong dengan penuh kebencian.
“Manusia sangat lemah dan rapuh.”
Seo Hwa menggenggam pisau kayu di tangannya erat-erat lalu ia berjalan maju menerobos kerumunan. Ia melangkah mendekati Jo Gwan Woong.
“Makhluk bodoh yang hanya menyesal setelah kehilangan sesuatu yang berharga.”
Samurai Jepang itu yang pertama kali melihat Seo Hwa. Jo Gwan Woong menoleh. Seo Hwa mengangkat pisaunya tinggi-tinggi.
“Jangan maafkan wanita seperti aku.”
Seo Hwa mengayunkan pisaunya kuat-kuat. Jo Gwan Woong berteriak sambil memegangi pipinya yang berdarah. Seo Hwa menatapnya dengan penuh kemarahan. Sang samurai terkejut dengan apa yang dilakukan Seo Hwa.
“Aku menyebabkan kematian orang yang kucintai. Bahkan hendak membunuh puteranya. Jangan maafkan wanita kejam seperti aku. Aku akan membawa semua beban ini denganku.”
Seo Hwa berteriak sambil mengangkat pisaunya sekali lagi. Pengawal Jo Gwan Woong mengayunkan pedangnya menebas perut Seo Hwa.
“Kasihanilah anak ini. Jangan biarkan ia menjalani hidup yang sedih dan kesepian seperti Wol Ryung. Bantulah ia hidup sebagai manusia di antara yang lainnya.”
Seo Hwa tak kuat lagi. Ia terjatuh ke tanah. Matanya masih menatap tajam Jo Gwan Woong.
“Ini adalah harapan terakhir ibu yang tak pantas ini.”
Seo Hwa menghembuskan nafas terakhirnya.
*Samurai yang disambut Jo Gwan Woong sepertinya akan memegang peranan cukup penting karena ia cukup banyak disorot. Dan lagi pemerannya adalah Otani Ryohei.
Semua itu adalah isi surat Seo Hwa pada So Jung. So Jung memikirkan isi surat itu, yang memintanya membiarkan putera Wol Ryung tumbuh di antara manusia. Seakan mengetahui ibunya tak ada lagi, bayi itu mulai menangis dengan keras.
Di pinggir sungai, Tuan Park Mo Sul mengadakan jamuan bisnis untuk rekan-rekannya. Sebenarnya ia sendiri tidak suka minum tapi ia sengaja mengadakan pesta itu untuk kelancaran bisnisnya.
Tiba-tiba ia mendengar suara bayi menangis. Pegawai kepercayaannya, Choi Chun Ha, tidak merasa mendengar apapun. Tapi Tuan Park yakin ada suara bayi menangis. Ia menyuruh para pemain musik berhenti memainkan musik.
Sekarang semua orang bisa mendengar suara tangisan itu. Choi yang pertama kali melihat keranjang berisi bayi hanyut di tengah sungai. Tanpa pikir panjang Tuan Park langsung berjalan masuk ke air lalu mengangkat keranjang itu dan membawanya ke darat.
Semua orang berkerumun dan menyayangkan mengapa ada orang yang tega membuang bayinya di sungai. Tapi tentu saja itu bukan kebetulan. So Jung muncul menghampiri mereka.
“Sepertinya Tuan menemukan keberuntungan!” katanya sambil tertawa.
“Siapa kau?” tanya Tuan Park curiga.
“Namaku So Jung. Setelah berkelana dari satu tempat ke tempat lain, aku belajar mengenali tanda-tanda langit. Jika Tuan membesarkan anak ini, banyak keberuntungan akan mengikuti Tuan. Melihat wajah Tuan, aku bisa melihat Tuan akan mengelola kekayaan yang besar. Tapi sekarang semuanya tidak berjalan baik.”
“Jadi jika aku mengambil anak ini maka semua masalahku akan berakhir?” tanya Tuan Park tak percaya.
So Jung mengeluarkan gelang tasbih (gelang yang pernah dikenakannya pada Wol Ryung) lalu memakaikannya pada bayi itu.
“Apakah Tuan bisa berjanji tidak akan melepaskan gelang ini sampai usianya 20 tahun?”
“Gelang apa ini?”
“Gelang penolak iblis.”
“Penolak Iblis?”
“Jika Tuan membesarkannya sampai ia berusia 20 tahun tanpa melepaskan gelang itu, seluruh kebaikan Tuan akan kembali Tuan. Tuan akan sukses dalam apapun yang Tuan lakukan.”
Tuan Park masih tidak percaya pada perkataan So Jung.
“Hutan, pohon-pohon, dan angin akan menjadi saksi perkataanku,” kata So Jung.
Tiba-tiba angin bertiup kencang mnerpa mereka. So Jung tersenyum. Tuan Park terpana.
Rekan-rekan bisnisnya pun ikut senang untuk Tuan Park. Mereka menyarankan menamai anak itu Kang Chi (Kang=sungai, Chi=dibuang). Dan marganya diambil dari marga pelayan kepercayaan Tuan Park, Choi. Choi Kang Chi.
“Tuan-tuan, aku bahkan belum menikah,” protes Choi.
“Choi Kang Chi. Nama yang bagus,” kata So Jung. Ia lalu bertanya bagaimana keputusan Tuan Park.
Tuan Park melihat bayi yang sedang digendongnya.
“Ini adalah tempat misterius. Gunung berbahaya di mana tidak ada manusia yang berani mendekatinya. Legenda baru dimulai di sini.”
“Namanya Kang Chi. Choi Kang Chi,” Tuan Park tersenyum. So Jung tersenyum puas.
Bertahun-tahun kemudian kisah itu segera menjadi legenda di tengah masyarakat. Pendongeng kerap kali menceritakannya di tengah pasar. Anak-anak terpukau mendengar kisah itu, karena Tuan Park benar-benar menjadi orang yang sangat kaya setelah menerima anak itu di rumahnya. Sejak hari ia memungut anak itu, semua yang dilakukannya sukses besar dan menjadi salah satu orang terkaya.
Sekarang ini Tuan Park memiliki penginapan terbaik di propinsi selatan. Namanya “Penginapan Seratus Tahun”. Di penginapan itu ada lebih dari seratus pelayan, lebih dari 10 bungalow, dan lebih dari 50 kamar. Belum lagi istal kuda dan kandang sapi. Kamar-kamar pemandian, dapur di setiap bungalow dengan makanan terbaik. Tamunya pun bukan hanya dari delapan propinsi yang ada, tapi dari seluruh penjuru dunia. Bisa dipastikan, Tuan Park bukan hanya memiliki banyak emas dan perak, tapi juga permata di seluruh tempat penyimpanannya.
Tapi yang terpenting bukanlah hal itu. Kekayaan Tuan Park mengundang banyak pencuri. Setelah Tuan Park memiliki pasukan pengawal sendiri, tidak ada lagi pencuri yang berani beraksi.
Suatu ketika ada pencuri nekat yang berhasil tertangkap. Ia memohon ampun dan menceritakan kalau ia memili ibu yang sudah lanjut usia, seorang istri dan tujuh anak yang sudah 5 hari tidak makan. Pencuri itu menangis memohon diampuni pada Tuan Park.
Brukk…dua karung beras dijatuhkan di hadapan pencuri itu. Tuan Park menyuruh pencuri itu menggunakan satu karung sebagai makanan untuk keluarganya, dan satu karung lagi sebagai benih untuk modal bertani. Hasil panen dari sawah itu akan dibelinya dengan harga bagus.
Pencuri itu bengong. Ia berterima kasih pada Tuan Park dan bertanya bagaimana ia bisa membalas budinya.
“Hiduplah dengan baik. Cukup kau hidup dengan baik sebagai balasannya.”
Pencuri itu terharu dan bersedia memberikan nyawanya untuk Tuan Park.
Begitulah, Tuan Park dikenal sebagai orang yang kaya, baik hati dan bijaksana. Berkat Tuan Park, semakin sedikit rakyat yang menderita kelaparan dan rakyat sangat menghormatinya. Anak-anak pun bercita-cita menjadi seperti Tuan Park.
So Jung yang ikut mendengarkan cerita itu tersenyum puas.
“Aku ada pertanyaan!” tiba-tiba seseorang mengangkat tangannya. Ia membuka topinya. Dam Yeo Wool.
So Jung menoleh melihat Yeo Wool.
“Apa yang terjadi dengan bayi itu?” tanya Yeo Wool. “Aku penasaran apa yang terjadi dengan bayi yang diangkat Tuan Park dari sungai.”
So Jung mengamati Yeo Wool lekat-lekat. Sementara pendongeng tampak kebingungan menjawab pertanyaan Yeo Wool.
“Kang Chi, dimana kau?! Choi Kang Chi!!” seru Choi, pelayan setia Tuan Park. Para pelayan yang sedang bekerja berhenti sejenak. Ok Man, salah seorang dari mereka, berkata kalau Kang Chi tidak ada di sana. Shoi mnegomel ia sudah menyuruh Kang Chi bekerja di sana sampai jam 5 sore. Ok Man bertanya apakah Kang Chi membuat ulah lagi.
“Benar. Ia membuat masalah besar!” kata Choi panik.
Di tengah halaman, seorang preman berwajah sangar berteriak-teriak mencari Kang Chi. Di sebelah kanan dan kirinya duduk dua orang anak buahnya yang babak belur. Tebak perbuatan siapa itu ;D
Seorang pemuda bangsawan keluar menemuinya. Ia adalah Park Tae Soo, putera Park Mu Sol. (Fiuhhhh…untung penampilannya tidak seperti di Werewolf Boy >,< )
“Mengapa kau mencari Choi Kang Chi?” tanyanya. Ia memperkenalkan dirinya dan bertanya mengapa preman itu membuat keributan di penginapan.
Si preman, Bong Chool, menunjuk dua anak buahnya yang babak belur.
“Menurutmu siapa yang melakukan kerusakan pada wajah mereka?”
“Kaubilang Choi Kang Chi pelakunya?”
“Jika kau tahu bawa dia ke sini sekarang juga. Pokoknya aku harus membereskannya hari ini juga.”
Tae Soo menarik nafas panjang. Ia menyarankan Bong Chul pulang dulu, nanti ia akan memanggilnya lagi setelah tahu masalah sebenarnya. Tapi Bong Chul tidak mau. Ia tidak akan pergi sebelum berurusan dengan Kang Chi.
Tae Soo hanya diam. Bong Chool berteriak-teriak menyuruh Tae Soo membawa Kang Chi ke hadapannya.
Sementara yang dicari sedang sibuk mengintip di bawah pohon. Jadi inget film India ^^
Mengintip siapa? Park Chung Jo, puteri Park Mu Sol, yang sedang merias diri di kamarnya. Chung Jo sedang menanti kedatangan Nyonya Oh, istri dari asisten Menteri. Artinya, seorang pejabat ranking 2.
Chung Jo rupanya dijodohkan dengan putera keluarga Oh. Karena pejabat Oh akan ditugaskan di Han Yang, maka mereka pasti membutuhkan uang. Karena itu mereka ingin menikahkan putera mereka dengan puteri Park Mu Sol, orang terkaya di daerah itu.
Kang Chi mengendap-endap masuk ke kamar Chung Jo. Ia berencana hendak mengejutkan Chung Jo. Belum sempat kang Chi beraksi, Chung Jo menoleh.
Malah Kang Chi yang terkejut dan jatuh terduduk. Ia mengeluh Chung Jo tidak lagi berbicara dengan hormat padanya padahal ia lebih tua 2 tahun.
“Memangnya kenapa kalau kau lebih tua 2 tahun? Kau selalu bersikap seperti anak-anak yang lebih kecil dariku.”
Kang Chi berkata Chung Jo dulu selalu memanggilnya “orabbi, orabbi” (kakak) tapi sekarang tidak lagi.
“Dulu aku masih kekanakkan…tapi sekarang….” Chung Jo berhenti bicara.
“Sekarang?”
“Aku akan segera menjadi menantu asisten menteri.”
Mendengar itu senyum Kang Chi lenyap sesaat. Tapi ia menutupinya dengan tertawa dipaksakan. Ia berkata Chung Jo tidak cocok menjadi menantu pejabat.
“Tidak cocok? Kenapa?”
Kang Chi mendekati Chung Jo.
“Karena setahuku, aku bukanlah seseorang yang bisa menjalani hidup membosankan. Rumah asisten menteri? Tidak mungkin kau bahagia di tempat membosankan seperti itu. Aku mengenalmu lebih baik dari orang lain.”
Chung Jo menatap Kang Chi.
Melihat itu pelayan Chung Jo ketakutan. Ia berkata Kang Chi tidak boleh ada di sini, sebentar lagi ibu Chung Jo akan datang. Baru saja ia selesai berbicara, ibu Chung Jo dan Nyonya Oh berjalan masuk ke halaman. Pelayan Chung Jo langsung menutup pintu. Chung Jo dan Kang Chi nampak khawatir.
Ibu Chung Jo memanggil puterinya dari luar. Tapi yang keluar menyambut mereka adalah pelayan Chung Jo. Ia berkata Chung Jo sedang mempersiapkan diri. Ibu Chung Jo terlihat curiga.
Chung Jo membuka jendela dan menyuruh Kang Chi segera melarikan diri. Tapi Kang Chi ingin mengetahui satu hal. Apakah Chung Jo sungguh-sungguh akan melakukan pernikahan ini? Pernikahan ini terjadi karena memberi keuntungan bagi dua keluarga, apakah Chung Jo benar-benar ingin pernikahan yang seperti itu?
Ibu Chung Jo hendak masuk ke kamar puterinya, tapi pelayan Chung Jo menghalangi. Dengan tegas ibu Chung Jo menyuruh pelayan itu minggir. Ia masuk ke kamar Chung Jo.
Untunglah Kang Chi sudah tidak ada. Chung Jo berkata ia baru saja hendak keluar. Ibu Chung Jo melihat keluar jendela.
“Apa Kang Chi ke sini lagi?” tanyanya kesal.
“Tentu saja tidak, aku bahkan tidak melihat bayangannya,” kata Chung Jo berbohong. Ia beralasan membuka jendela karena udaranya sangat segar.
Nyonya Yoon (ibu Chung Jo – menurut penjelasan yang kubacam setelah menikah, para wanita tidak memakai marga suaminya) memarahi puterinya. Ia berkata pernikahan ini sangat penting.
“Walau kau tumbuh besar bersama Kang Chi, tetap saja ia hanya rakyat jelata. Kau sudha cukup dewasa untuk bisa membedakan kelas. Apa kau mengerti?”
Chung Jo tersenyum walau sorot matanya nampak sedih. Ia mengerti dan meminta ibunya tidak khawatir. Nyonya Yoon menyuruh Chung Jo ke gazebo untuk menyiapkan teh bagi calon mertuanya. Chung Jo menurut, lalu pergi menutup jendela. Ia tidak tahu kalau Kang Chi duduk di atap dan selama ini mendengar percakapan mereka. Wajahnya nampak sedih.
Ia turun dari atap dan terkejut saat melihat Tae Soo sedang memperhatikannya.
“Tae Soo,” sapanya.
“Apa kau lupa Ibu menyuruhmu untuk tidak datang kemari?” tanya Tae Soo dengan wajah seriusnya.
Kang Chi berbohong ia tidak lupa dan hanya lewat. Ia hendak pergi tapi Tae Soo menahan lengannya. Kang Chi kira Tae Soo tidak percaya padanya. Ia meyakinkan kalau ia hanya lewat.
“Ma Bong Chool datang mencarimu.” Kata Tae Soo.
Maka Kang Chi pun menemui mereka. Tae Soo berbisik agar Kang Chi membereskan masalah ini dengan tenang agar para preman ini pergi, karena ada tamu penting di penginapan.
Tapi Kang Chi malah menghampiri mereka.
“Apa kalian mencari mati?!”
“Kang Chi…” Tae Soo mengingatkan.
“Kau! Kaupikir tempat apa ini?” Kang Chi menunjuk Bong Chool. Tae Soo speechless.
“Tentu saja penginapan Seratus Tahun.”
“Kalau begitu siapa aku?”
“Kau adalah CHOI KANG CHI!!!”
“Jadi kau tahu. Maka kau juga seharusnya sudah tahu, siapapun yang datang ke sini membuat keributan, aku Choi Kang Chi akan membereskan mereka.”
“Apa? Lihat siapa yang bicara. Kau ini kan bukan siapa-siapa, cuma anak yatim piatu yang dibawa masuk,” ejek Bong Chool.
“Beraninya kau berkata seperti itu!” kali ini Tae soo yang marah. Aww…ternyata ia dekat dengan Kang Chi.
“Kau mempunyai temperamen buruk untuk seseorang yang tak jelas asal-usulnya. Kau benar-benar membuatku muak karena hanya bergantung pada dukungan Tuan Park. Kau menjadi bajingan yang mengganggu orang baik!”
Kang Chi tak bisa menahan kemarahannya dan menendang dada Bong Chool hingga jatuh terjengkang.
“Choi Kang Chi!” Tae Soo nampak cemas.
“Aku tidak akan bicara banyak. Tutup mulutmu dan peri dalam hitungan ketiga. Satu…”
Bong Chool makin marah. Sementara Tae Soo mengingatkan kalau ia sudah menyuruh Kang Chi membereskan masalah ini dengan tenang.
“Dua!”
“Ada tamu penting di dalam, hentikan Kang Chi-ah!”
“Tiga!” Kang Chi mengayunkan tinjunya.
“Sudah kubilang berhenti!” Tae Soo menghalangi Kang Chi.
“Dasar kau binatang!” seru Bong Chool.
“Kau juga, hentikan!” Bentak Tae Soo sambil berbalik.
“Seperti yang kaulihat, aku yang sudah dipukul!” protes Bong Chool.
“Apa 10 nyang cukup?” tanya Tae Soo.
“Park Tae Soo!” Giliran Kang Chi yang protes.
Bong Chool mempergunakan kesempatan ini untuk meminta uang lebih. Ia meminta 20 nyang. Tae Soo dan Kang Chi kaget.
Kang Chi yang marah menarik kerah baju Bong Chool. Tae Soo hanya bisa menggeleng. Bong Chool malah menaikkan permintaannya. Ia minta 30 nyang.
Tae Soo langsung menyetujui sebelum terjadi sesuatu.
“Apa kau gila? Bagaimana bisa kau memberi 30 nyang padanya!” protes Kang Chi.
“Kau yang membuatnya menjadi 30 saat seharusnya bisa selesai dengan 20, jadi tutup mulutmu,” ujar Tae Soo kesal.
Bong Chool menyetujui masalah ini beres dengan 30 nyang.
“50 nyang!!” Kang Chi berteriak.
Semua terkejut. Kang Chi berkata ia akan memberi 50 nyang jika…..
Kang Chi mengambil sebatang sapu lalu menancapkan gagangnya ke tanah, menembus lantai batu. Gelang di tangan Kang Chi bersinar (sepertinya gelang itu bersinar jika Kang Chi mengeluarkan kekuatannya, namun kekuatan yang dikeluarkan masih terkendali).
“Jika kau bisa menarikku kembali ke sapu ini, aku akan memberimu 50 nyang,” tantang Kang Chi.
“Kang Chi-ah!”
“Apa 50 nyang tidak cukup? Maka aku akan memberimu 50 nyang dan berlutut meminta maaf padamu. Hanya sebanyak itu yang bisa kutawarkan. Bagaimana? Kau mau menangkapku?”
Tentu saja jumlah uang sebanyak itu sangat menggiurkan. Bong Chool menyuruh para anak buahnya menangkap Kang Chi.
Kucing-kucingan pun terjadi di halaman penginapan. Tae Soo hanya bisa menghela nafas pasrah.
Chung Jo sedang menyeduh teh untuk calon mertuanya. Tapi keheningan pertemuan itu terganggu dengan suara perkelahian. Ternyata Bong Chool mengejar Kang Chi hingga ke kediaman keluarga Park. Tentu saja tidak mudah untuk mengalahkan Kang Chi yang begitu lincah.
Nyonya Yoon menenangkan tamunya kalau kadang-kadang ada tamu penginapan yang membuat keributan, tapi rumah dan penginapan merupakan tempat yang terpisah jadi tidak perlu khawatir.
Nyonya Oh mengangguk. Tiba-tiba pintu terbuka. Kang Chi berusaha terus menghindar dari tangkapan anak buah Bong Chool. Chung Jo nampak khawatir, sementara ibu Chung Jo sangat marah.
Akhirnya Kang Chi tertangkap dan dilemparkan ke dalam gazebo. Para wanita di gazebo itu menjerit.
Bong Chool tertawa menang. Ia memerintahkan para anak buahnya menangkap Kang Chi untuk mendapatkan 50 nyang.
“Berhenti!!” terdengar suara teriakan.
Sepasukan pengawal berseragam biru masuk diikuti Tae Soo. Para pengawal itu menghunus pedang mereka.
Tuan Park Mu Sol melangkah masuk bersama Choi. Bahkan Bong Chool nampak takut dan hormat melihat Tuan Park.
“Ada keributan apa ini?!” tanya Tuan Park.
“Tuan…” Kang Chi terkejut melihat kedatangan Tuan Park. Ia bangkit berdiri tapi terpeleset dan jatuh kembali.
“Kang Chi, apa kau tak apa-apa?” tanya Chung Jo khawatir.
Kang Chi langsung berbunga-bunga.
“Kang Chi! Berdiri sekarang juga!” bental Nyonya Yoon.
Kang Chi buru-buru berdiri lalu memberi hormat pada Tuan Park.
Tuan Park mengangguk menatap Kang Chi.
Kang Chi berlutut di halaman. Di hadapan Tuan Park dan yang lainnya. Choi melemparkan serenceng uang ke hadapan Bong Chool. Tuan Park berkata itu adalah uang 50 nyang yang dijanjikan Kang Chi dan Kang Chi telah berlutut meminta maaf.
“Apakah itu cukup?” tanyanya.
“Tentu saja, Tuan,” kata Bong Chool tertawa puas.
Kang Chi hanya bisa melirik kesal tapi tak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya Bong Chool dan anak buahnya pergi.
“Dasar brengsek itu,” gumam Kang Chi kesal.
Choi menghampirinya dan mengomelinya dengan kesal. Ia menyuruh Kang Chi meminta maaf pada Tuan Park. Kang Chi menunduk hormat pada Tuan Park, terlihat penyesalan di wajahnya.
“Sekarang apa?” tanya Tuan Park, “Jika kau berkelahi, alasannya hanya 2. Dia merusak penginapan kita atau kau melihatnya mengganggu orang lemah. Yang mana?”
Kang Chi terharu mendengar kepercayaan Tuan Park padanya. Ia berkata ia tidak boleh membuat alasan atas perbuatan yang telah dilakukannya.
“Semua ini karena temperamenku dan kurangnya pengendalian diri. Aku minta maaf.”
Tuan Park tersenyum. Ia berkata berkelahi di usia muda bukanlah suatu kesalahan besar.
“Tapi, Kang Chi..kau sekarang sudah dewasa. Tak lama lagi kau akan membantu Tae Soo mengurus penginapan ini. Kau seharusnya lebih bertanggung jawab dalam menangani masalah ini. Berlututlah dan pikirkan apa yang kaulakukan hari ini.”
Tuan Park masuk ke dalam. Choi memukul Kang Chi dengan gemas, memintanya untuk tumbuh dewasa. Kang Chi ditinggal berlutut sendirian di halaman. Ia menghela nafas panjang.
Nyonya Yoon menemui suaminya dan bertanya berapa lagi ia harus bersabar mengenai Kang Chi. Tuan Park bertanya apakah Nyonya Gong (calon mertua Chung Joo) sudah pulang. Nyonya Yoon berkata ia telah mengantar Nyonya Gong pulang dan telah memberinya kain sutera. Ia merasa sangat malu.
Tuan Park cuek saja mendengar keluh kesah isterinya.
“Aku mohon padamu untuk mengusir Kang Chi dari rumah kita.”
“Hanya ada waktu sebulan lagi sebelum dia berusia 20 tahun.”
“Pada saat itu, apa kau akan mengusirnya pergi?”
“Isteriku!” tegur Tuan Park.
“Aku tidak tahan dengan anak itu. Aku tidak tahan dengannya sejak ia tiba di rumah ini.”
Tuan Park menatap istrinya sambil menghela nafas panjang.
Kilas balik:
Nyonya Yoon sedang hamil tua saat Tuan Park membawa Kang Chi yang masih bayi pulang ke rumah. Ia tidak setuju merawat bayi itu sementara ia sendiri akan melahirkan. Tuan Park berkata ia tidak tega meninggalkan bayi itu di sungai.
“Tidak, aku tidak setuju. Kita tidak bisa membiarkan bayi tanpa asal usul yang jelas ke dalam rumah kita. Bagaimana jika dia malah membawa kesialan? Sudah 2 bulan kita tidak mendengar kabar dari kapal yang kita kirim ke Cina dan uang kita tidak banyak.”
“Istriku!”
Tiba-tiba terdengar suara Kang Chi menangis dari ruangan lain. Rupanya Choi tak sengaja menjatuhkan tempat lilin dan mengenai kepala Kang Chi hingga berdarah. Tuan Park segera menggendong Kang Chi. Saat itulah gelang yang melilit tangan Kang Chi terjatuh.
Ajaibnya, luka di kepala Kang Chi sembuh dengan sendirinya. Tuan Park, isterinya, dan Choi terkejut melihat peristiwa itu. Tapi Nyonya Yoon jadi ketakutan.
“Apa yang kaubawa ke rumah kita ini?” tanyanya panik.
Tuan Park menyentuh dahi Kang Chi dan terlihat shock saat mendapati sama sekali tidak ada bekas luka. Seakan-akan peristiwa tadi tak pernah terjadi.
“Ini pertanda buruk. Keluarkan bayi itu dari rumah kita sekarang juga. Sekarang juga!” ujar Nyonya Yoon. Saking kagetnya, Nyonya Yoon merasakan kontraksi yang hebat di perutnya. Ia akan melahirkan.
Tuan Park menanti di halaman sementara semua pelayan sibuk mondar mandir untuk membantu proses kelahiran. Terdengar suara Nyonya Yoon berteriak-teriak kesakitan tapi bayinya tidak keluar juga. (hmmm…dulu aku teriak sedikit aja langsung dipelototin sama susternya hahaha :D katanya berteriak itu menghabiskan tenaga)
Choi menghampiri tuannya dan berkata apa yang harus mereka lakukan, Nyonya mengalami kesulitan melahirkan. Nyawa ibu dan bayinya mungkin dalam bahaya.
Tuan Park melihat gelang Kang Chi di tangannya. Ia teringat ucapan So Jung kalau gelang itu bisa menolak roh jahat. Jika Tuan Park merawat bayi itu hingga usia 20 tahun tanpa melepaskan gelang itu dari tangannya, makan kebaikan Tuan Park akan mendapat balasannya dan semua yang dilakukan Tuan Park akan menghasilkan kesuksesan.
Tuan Park kembali ke kamar dan memandangi bayi Kang Chi.
“Siapa kau?” tanyanya. “Apa kau benar-benar pembawa keberuntungan atau bayi yang dikutuk?”
Terdengar teriakan keras Nyonya Yoon.
Tuan Park merasa ia harus mencoba segala hal dalam keadaan segenting ini. Ia mengikatkan gelang itu kembali ke tangan bayi Kang Chi. Mendadak angin bertiup kencang dalam kamar itu.
Terdengar teriakan Nyonya Yoon yang sangat keras. Tuan Park bergegas keluar. Teriakan isterinya disusul dengan suara tangis bayi. Choi menghampiri tuannya. Ia mengucapkan selamat karena Tuan Park sudah menjadi ayah. Ibu dan bayinya dalam keadaan sehat.
Bukan itu saja, tiba-tiba seorang pelayan datang memberitahukan kalau kapal mereka yang mereka kira hilang di laut telah kembali. Bukan hanya satu kapal, ketiga kapal yang mereka kirim ke Cina telah kembali. Semua orang bersorak karena itu artinya krisis keuangan keluarga ini telah terlewati.
Tuan Park sangat senang. Tiba-tiba ia sadar lalu menoleh ke kamar tempat Kang Chi terbaring di sana. Kata-kata So Jung bergema di pikirannya. Di dalam kamar, butiran-butiran cahaya biru melayang-melayang di sekitar bayi Kang Chi. Angin kembali berhembus dengan kencang seakan mengukuhkan keyakinan Tuan Park bahwa Kang Chi memanglah pembawa keberuntungan.
Dan sekarang Kang Chi si pembawa keberuntungan itu duduk berlutut di halaman sambil memegangi perutnya yang kelaparan. Tiba-tiba seseorang mengulurkan apel.
“Chung Jo!” seru Kang Chi senang. Ia bertanya bagaimana Chung Jo bisa masuk padahal wanita dari keluarga Tuan Park dilarang masuk ke sana (ke area penginapan).
“Jadi kau tak mau makan?” tanya Chung Jo.
Kang Chi mengambil apel yang dibawa Chung Jo lalu memakannya.
Chung Jo tersenyum senang, tapi ia nampak khawatir.
“Mengapa kau melakukan hal tadi? Walau kau melakukannya, pernikahan tidak akan dibatalkan. Kau juga tahu, kan? Dalam hidup ini ada hal-hal yang harus kaulakukan walau kau tidak ingin melakukannya. Pernikahan ini termasuk di dalamnya.” (Jadi Kang Chi sengaja membuat keributan agar pernikahan Chung Jo batal?)
“Mengapa kau harus melakukan hal yang tidak kausukai?” tanya Kang Chi kesal.
“Kita harus bersabar dan berkorban demi melindungi apa yang kita sayangi.”
Kang Chi bertanya apa yang sedang dilindungi Chung Jo. Keluargaku, jawab Chung Jo. Ia hanya seorang gadis lemah dalam keluarganya, tapi jika pernikahannya bisa menjamin kesejahteraan ayahnya dan keluarganya, dan membantu penginapan berkembang, maka ia sudah bahagia.
“Aku bisa melakukanya. Aku bisa melindungi hotel, Tuan, kau, dan seluruh keluargamu. Aku akan melindungi semuanya. Aku kuat, kau juga tahu itu.”
Chung Jo tersenyum, tentu saja ia tahu kekuatan Kang Chi. Tapi kadangkala kekuatan saja tidak cukup dalam politik dan kerjasama yang saling menguntungkan (koalisi kali ya istilah singkatnya^^).
Kang Chi bertanya apa yang benar-benar Chung Jo inginkan, di luar semua itu.
“Apa kau menyukaiku?”
“Kang Chi...”
“Aku tidak perlu tahu yang lainnya. Katakan saja. Satu….Dua…Tiga…”
Chung Jo tetap diam. Kang Chi terlihat kecewa tapi ia tidak menyerah.
“Satu…Dua….T….”
Chung Jo mengecup pipi Kang Chi. Kang Chi tertegun.
Chung Jo mengajak Kang Chi masuk karena udara dingin. Kang Chi masih bengong. Chung Jo bangkit berdiri lalu tersenyum pada Kang Chi. Anehnya, ketika ia berbalik senyum itu lenyap. Hmm… gugup?
Chung Jo masuk ke dalam. Kang Chi menyentuh pipinya dengan tangan. Persis seperti yang dilakukan Wol Ryung ketiak Seo Hwa mengecupnya. Kang Chi melompat berdiri lalu melolong dan tertawa bahagia sambil berputar-putar. Sayangnya, Nyonya Yoon melihat semua kejadian tadi.
Nyonya Yoon teringat pada keputusan Tuan Park untuk membiarkan Kang Chi tinggal sebulan lagi. Tapi Nyonya Yoon khawatir terjadi sesuatu dalam waktu satu bulan itu.
“Kau tahu Kang Chi menyukai Chung Jo, iya kan?” tanyanya pada suaminya saat itu. Tapi Tuan Park hanya tersenyum dan berkata Chung Jo dan Kang Chi tumbuh bersama sebagai adik kakak, apa yang dikhawatirkan Nyonya Yoon tidak akan terjadi. Insting ibu dalam hal seperti ini biasa benar……
Dan sekarang Nyonya Yoon melihat dengan mata kepala sendiri kalau Kang Chi dan Chung Jo saling menyukai. Ia memutuskan akan mengusir Kang Chi jika Tuan Park tidak mau melakukannya. Woi ahjumma! Apa kau tidak ingat jasa Kang Chi? Kalau bukan karena Kang Chi, kau dan bayimu mungkin tidak selamat waktu itu ~,~
Yeo Wool menyodorkan telapak tangannya pada seorang nenek peramal nasib. Nenek itu melihat tangan dan wajah Yeo Wool lalu cemberut.
“Tidak bagus.”
“Apa maksudnya?”
“Kau tidak akan beruntung mendapatkan jodoh.”
Gon tersenyum mendengar penuturan si nenek.
“Pria harus punya sedikit lemak di wajah mereka. Mereka juga harus punya pundak yang lebar. Barulah para gadis akan suka,” si nenek menasihati. “Kau begitu kurus dan berwajah lemah.”
“Tapi nek, aku ini wanita,” Yeo Wool membetulkan.
“Heh?” Nenek itu membuka topi Yeo Wool lalu berdecak kesal. “ Lebih buruk! Bahkan lebih buruk! Pria seperti apa yang akan jatuh cinta padamu jika kau berpakaian seperti ini ke mana-mana? Seorang gadis itu harus lembut dan feminin untuk mendapatkan pria.”
“Ya?” Yeo Wool bengong. Gon tersenyum geli.
“Aku tidak mau lihat lagi. Satu koin,” Nenek itu mengulurkan tangan.
Mereka duduk di sebuah kedai. Yeo Wool meletakkan kepalanya di atas meja dengan frustrasi
“Kurasa takdirku hidup sendirian sampai mati. Lembut dan feminin? Obat apa yang bisa membantuku menjadi seperti itu?”
Walau merasa geli tapi Gon berusaha menghibur Yeo Wool. Ia menasihati agar Yeo Wool tidak perlu terlalu menanggapi perkataan nenek peramal tadi. Yeo Wool duduk dengan tegak.
“Aku benar-benar penasaran. Gadis yang mahir menggunakan pedang dan panah benar-benar tidak menarik untuk pria? Benarkah seperti itu?” tanyanya ingin tahu.
Gon tak berani menatap Yeo Wool. Ia berdehem dan berkata ia tidak tahu. Tapi Yeo Wool mengira Gon pun berpendapat seperti itu.
“Bukan, bukan itu maksudku, “ ujar Gon cepat. Hehe..penampilan sih garang tapi nervous kalau masalah perasaan XD
“Tidak apa-apa, tidak usah menghiburku. Aku akan mati sendirian. Tidak apa-apa, tak perlu mengkhawatirkan aku,” Yeo Wool kembali bersandar di meja. Gon tersenyum.
“Bahkan sepatu tua pun ada pasangannya,” terdengar seseorang menimpali. “Bagaimana bisa manusia tidak ada pasangannya.”
Yeo Wool menoleh dan melihat seorang biksu mabuk. Ia adalah So Jung. Yeo Wool tertarik dan langsung duduk di depan So Jung.
“Apa kau pintar meramal?” tanyanya.
“Nona memiliki jiwa yang bersih dan polos.”
“Ooo..kau pintar sekali.” LOL^^
Ia mengulurkan telapak tangannya dan meminta So Jung melihat apakah ia akan memiliki jodoh atau tidak.
Gon hendak mencegahnya. “Nona…”
“Sssstttt…..” Yeo Wool mengulurkan tangannya. “Jangan berisik.”
“Mari kita lihat….” So Jung melihat telapak tangan Yeo Wool. Wajahnya berubah serius. Ia menatap Yeo Wool lalu memeriksa sekali lagi.
“Kenapa? Apa aku benar-benar tidak memiliki jodoh? Aku benar-benar akan mati sendirian seperti kata nenek itu?” tanya Yeo Wool.
“Tidak, itu tidak benar. Nona akan segera menemukan jodoh.”
“Benarkah? Kapan? Di mana? Dia seperti apa?” tanya Yeo Wool bersemangat.
“Jika bisa, sebaiknya Nona menghindari takdir ini.”
“Kau bilang dia jodohku, bukankah itu artinya langit yang telah menentukan? Jika aku bisa menghindarinya, bagaimana ia bisa disebut jodohku?” kata Yeo Wool bingung.
“Pertemuan kalian mungkin tidak bisa dicegah. Tapi Nona bisa memilih takdir Nona. Walau sudah menjadi takdir tapi jika Nona tidak memilih jalan itu….takdir Nona bisa berubah.”
Yeo Wool bertanya apa tidak ada jalan lain, seperti jimat atau semacamnya.
“Seorang teman baikku bertemu dengan seseorang yang tidak seharusnya ia temui. Pada akhirnya ia mati. Tidak ada cara lain untuk menghentikan cinta yang telah ditakdirkan kecuali menghindari cinta itu.”
“Jadi kau menyuruhku hidup sendirian sampai tua dan mati? Begitukah?”
So Jung tertawa dan berkata Yeo Wool orang berhati baik. Ia yakin jika Yeo Wool sabar menunggu pasti akan menemukan seseorang yang baik.
“Sudahlah, tidak perlu menghiburku,” kata Yeo wool cemberut. Ia lalu beranjak pergi.
“Pohon sakura di bawah cahaya bulan adalah pertanda buruk untuk Nona. Jika Nona bertemu seseorang di sana, Nona harus menghindarinya tak peduli bagaimanapun juga. Nona mengerti, kan?” ujar So Jung.
Yeo Wool mengerutkan kening mendengar perkataan So Jung.
Seorang pembawa pesan menuju rumah Tuan Park dan memberikan surat dengan gambar tanda panah di sampulnya. Begitu membaca isi surat itu, Tuan Park langsung berangkat.
Ia bahkan tidak memberitahukan ke mana ia hendak pergi pada isterinya. Nyonya Yoon nampaknya memiliki rencana lain dengan tidak adanya Tuan Park di rumah.
Tae Soo membawa bertumpuk-tumpuk buku pada Kang Chi. Itu adalah buku-buku pembukuan penginapan selama tiga bulan terakhir. Tae Soo menyuruh Kang Chi memeriksa buku-buku itu dan memastikan semua perhitungannya benar.
“Kenapa kau melakukan ini?” protes Kang Chi. “Apa ini hukuman atas apa yang terjadi kemarin?”
“Kami kehilangan 50 nyang karena dirimu. Apa kau pikir kau tidak perlu menebusnya?”
“Lebih baik berikan aku pekerjaan fisik. Seperti membersihkan istal kuda? Atau membersihkan 12 gudang?”
“Duduk,” Kata Tae Soo tegas. Melihat keseriusan Tae Soo, Kang Chi duduk sambil cemberut.
“Jangan berpindah dari sana sebelum semuanya selesai. Apa kau mengerti?”
Kang Chi mengomel pelan. Tae Soo berkata ia peduli pada Kang Chi makanya membiarkan Kang Chi hukuman ringan. Ia tersenyum geli lalu buru-buru keluar.
“Tae Soo!!” Hehe…Jadi inget Jae Ha sama Shi Kyung di TK2H. Sayangnya hubungan Kang Chi dan Tae Soo tidak akan sebaik itu nantinya :(
Kang Chi menggebrak meja dengan kesal. Tanpa menyadari kekuatannya, meja itu langsung rubuh. Tiba-tiba pelayan Chung Jo datang. Ia menyerahkan sepucuk surat pada Kang Chi lalu pergi.
Kang Chi membaca surat itu. Ia mengira itu surat dari Chung Jo. Padahal dari Nyonya Yoon. Jebakan.
Tuan Park pergi sendirian ke sebuah benteng jauh di dalam hutan. Rupanya itu sebuah tempat pelatihan militer. Dan itu adalah tempat milik Dam Pyung Joon. Ayah Dam Yeo Wool. Yup, orang yang telah menusuk Wol Ryung 20 tahun lalu dan juga yang telah menyelamatkan Seo Hwa.
Dam Pyung Joon menyambut Tuan Park dengan ramah.
Hari sudah gelap. Tae Soo nampak senang mengetahui hari ini Kang Chi tidak membuat keributan. Ia yakin Kang Chi sudah tertidur saat ini. Sayangnya rasa senang itu lenyap ketika melihat kamar tempat Kang Chi dihukum kosong melompong. Lagi-lagi Tae Soo hanya bisa menghela nafas panjang.
Kang Chi pergi ke tempat kincir air. Ia memanggil-manggil Chung Jo. Berkelebat beberapa bayangan melewatinya, ia juga mendengar langkah beberapa orang melewati tempat itu. Pelayan Chung Jo keluar dari ruangan kincir.
“Gob Dan! Ada apa ini? Mengapa Chung Jo ingin menemuiku di sini? Apa ada masalah?” tanyanya khawatir saat melihat wajah Gob Dan yang gugup.
Gob Dan berkata Chung Jo menunggu Kang Chi di dalam. Ia menyuruh Kang Chi menanyakannya langsung.
Kang Chi masuk ke dalam ruangan yang gelap itu sambil memanggil Chung Jo. Ia keluar dari pintu yang lain. Nyonya Yoon sudah menunggunya di sana.
“Nyonya….”
“Pepatah lama memang tidak salah. Katanya kita tidak boleh mengambil anak dan dibesarkan seperti anak sendiri. Contohnya kau. Beraninya kau menyukai puteriku padahal kau tidak tidak tahu asal usulmu. Bagaimana kau bisa mendekati Chung Jo dengan maksud tersembunyi?”
“Maafkan aku, Nyonya. Tapi aku tidak punya maksud tersembunyi padanya.”
“Kalau begitu apa?”
“Aku benar-benar tulus. Aku seorang rendahan tanpa asal-usul jelas. Tapi aku tulus.”
Nyonya Yoon semakin marah. Ia berteriak memanggil para pengawal. Kang Chi kaget Nyonyanya berbuat sejauh itu.
Sementara itu Tuan Park sedang berdiskusi dengan Dam Pyung Joon mengenai Bi Joo (jabatan Joo Gwan Woon sekarang yaitu asisten menteri di Han Yang). Rupanya dua bulan terakhir ini terjadi serangkaian peristiwa pembunuhan dimulai dari daerah Jinju berlanjut ke propinsi selatan.
Orang-orang yang menyelidiki kejadian ini pun ditemukan mati. Dan mayat mereka ditemukan di dekat penginapan Tuan Park.
“Apa Tuan berpikir semua ini ada kaitannya dengan Bi Joo?” tanya Tuan Park.
Dam Pyung Joon berkata orang-orang Jo Gwan Woong telah mengambilalih berbagai bisnis di propinsi selatan. Setiap orang yang menentang akan dilenyapkan. Orang-orang itu mati tanpa ada yang tahu dan mereka kehilangan semua harta benda mereka.
Tuan Park mulai mengerti ke mana arah pembicaraan Dam Pyung Joon.
“Kalau begitu…”
“Kurasa penginapan Tuan menjadi target selanjutnya. Penginapan Seratus Tahun milik Tuan.”
Walau sudah bisa menduga, Tuan Park kaget juga.
Perkiraan Dam Pyung Joon benar. Rombongan Jo Gwang Woong bergerak menuju kota tempat keluarga Park tinggal. Tak jauh dari tempat mereka, Yeo Wool dan Gon mengawasi. Gon mengirim surat rahasia melalui burung merpati.
“Ada lebih dari 10 pengawal yang terlihat. Aku yakin sedikitnya ada lebih dari 30 orang yang tidak terlihat.”
Gon setuju dengan pendapat Yeo Wool. Mereka terus mengawasi rombongan Jo Gwan Woong.
Kang Chi dipukuli oleh para pengawal. Nyonya Yoon menyuruh Kang Chi memilih: pergi dari penginapan dan tidak pernah kembali, atau …
“Penginapan Seratus Tahun adalah rumah dan keluargaku. Ke mana aku harus pergi? Mohon tarik perintah Nyonya,” pinta Kang Chi.
“Aku tidak punya pilihan lain. Jika kau tidak mau pergi, aku akan membuatmu tidak bisa kembali.” Ia lalu memerintahkan kepala pengawal menggulung Kang Chi dengan tikar lalu memukulinya hingga tikar hancur llau buang Kang Chi ke jalan. Kejaaaaaam >,<
Kepala pengawal, Han Noh, merasa keberatan karena Tuan Pak sedang tidak ada.
“Aku yang akan memberitahunya. Jika beliau tahu orang rendahan ini beraninya menyukai puterinya, beliau juga akan terkejut. Ia akan merasa terkhianati sebanyak rasa percayanya padamu,” ujar Nyonya Yoon. Ia lalu pergi dari sana.
Kang Chi berusaha memanggil Nyonya Yoon. Tapi kepala pengawal menghadangnya.
“Aku merasa tak enak padamu. Tapi aku harus mengikuti perintah Nyonya,” kata Han Noh. “Tolong jangan salahkan kami.”
Kang Chi telah tinggal di rumah ini selama 20 tahun, tentu saja ia mengenal semua orang di sini. Semua pelayan dan semua pengawal.
Para pengawal memegangi Kang Chi tapi Kang Chi meronta lalu melarikan diri. Ia menggunakan kekuatannya untuk melepaskan tali yang mengikat tubuhnya. Para pengawal mengejarnya.
Gon dan Yeo Wool berada di daerah itu. Yeo Wool bertanya pada Gon mengenai perkataan So Jung.
“Kenapa biksu itu berbicara mengenai pohon sakura di bawah bulan sabit? Apa kaupikir ada arti misterius di baliknya?”
“Nona sebaiknya tidak terlalu mendengarkan perkataan orang seperti itu,” kata Gon.
“Aku juga tidak mau tapi kata-katanya terus terngiang di pikiranku.”
Ssst…Gon merasa ada sesuatu. Mereka mendengar langkah seseorang. Yeo Wool memutuskan untuk turun dan Gon menyerang dari arah lain. Mereka pun berpisah.
Para pengawal mengepung Kang Chi. Kang Chi meminta mereka berhenti, ia tidak mau bertarung melawan mereka. Para pengawal itu melemparkan serbuk putih, yang rupanya obat bius untuk melumpuhkan Kang Chi. Tapi Kang Chi masih bisa melawan.
“Mungkin dia memang monster. Bagaimana bisa ia masih bertahan,” bisik seorang pengawal pada Han Noh.
“Tangkap dia tanpa terlalu melukainya,” kata Han Noh.
Kang Chi lama kelamaan bertambah lemah. Saat Han Noh hendak menangkapnya, tiba-tiba sebuah panah melesat melewati mereka. Yeo Wool melompat dan berdiri di antara Kang Chi dan para pengawal. Wajahnya ditutupi topi bercadar.
“Siapa kau?” tanya Han Noh.
“Itulah yang seharusnya kutanyakan. Siapa kalian yang menyerang pria tak bersenjata?”
“Jangan ikut campur. Silakan pergi.”
“Pertama, perkenalkan dulu diri kalian. Apa kalian orang-orang yang bertanggungjawab atas serangkaian pembunuhan di propinsi selatan?”
Han Noh menyuruh Yeo Wool pergi. Tapi Yeo Wool tidak mau. Jika ia sudah melibatkan diri maka ia akan terlibat sampai akhir.
Para pengawal mengeluarkan pedang mereka dan mulai menyerang Yeo Wool. Kang Chi tak bisa membantu karena terpengaruh obat. Samar-samar ia melihat seseorang berkelahi dengan para pengawal.
Tiba-tiba seseorang meraih tangannya dan menariknya untuk melarikan diri. Para pengawal hendak mengejar tapi dihalangi oleh Gon yang menutupi wajahnya dengan kain.
Seorang dari pengawal berlari mengejar Yeo Wool dan Kang Chi. Gon nampak khawatir tapi ia harus mengalahkan para pengawal lebih dulu.
So Jung berdiri di luar penginapan Seratus Tahun.
Dam Pyung Joon berkata ia sudah mengirim 2 orang yang paling dipercayainya ke Penginapan Seratus Tahun dan mengawasi di dekat Tuan Park (well…siapa lagi kalau bukan Yeo Wool dan Gon). Tuan Park hanya bisa pasrah.
Yeo Wool membawa Kang Chi kabur. Saat berlari, topi Yeo Wool terlepas hingga rambutnya terurai. Kang Chi hanya bisa melihatnya samar-samar.
“Chung Jo…Apa kau Chung Jo?” tanyanya dalam hati.
Pengawal yang mengejar mereka tiba-tiba ada dihadapan mereka sambil menghunus pedangnya. Yeo Wool hendak mengeluarkan pedangnya. Tapi tiba-tiba Kang Chi memutar tubuhnya dan melepas sarung pedang Yeo Wool hingga sarung pedang yang tumpul itu yang memukul perut si pengawal. Yeo Wool terkejut.
Pengawal itu jatuh ke tanah.
Kang Chi menatap Yeo Wool. Lalu mengulurkan tangannya menyentuh pipi Yeo Wool.
“Jangan khawatir. Kak Kang Chi akan melindungimu.”
Yeo Wool terpana. Kang Chi kehilangan kesadaran dan bersandar di pundak Yeo Wool.
Butir-butir cahaya biru melayang-layang di sekitar mereka. Barulah Yeo Wool menyadari di mana mereka berada. Ia melihat pohon sakura di bawah bulan sabit di hadapannya.
“Jika Nona bertemu seseorang di sana, Nona harus menghindarinya tak peduli bagaimanapun juga…”
Yeo Wool melirik Kang Chi yang sedang bersandar padanya.
(Bersambung)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !