Director: Makoto Kamiya
Actors: Matthew Mercer
Genre: Animation
REVIEW:
Resident Evil: Damnation mengambil setting di sebuah negara fiktif pecahan Uni Soviet: East Slavic Republic. Walaupun sudah ‘merdeka’ perang sipil antara tentara pemerintah di bawah Presiden Svetlana Belikova dan para pemberontak yang dipimpin para tetua (Elder) terus membuat East Slavic Republic tidak bergolak. Perang yang terus berlarut-larut membuat kedua belah pihak meningkatkan kemampuan mereka. Walhasil perang tak hanya berlangsung dengan pistol dan peluru semata tetapi mulai memakai senjata biologis. Rumor bahwa ada senjata biologis inilah yang kemudian membawa salah satu agen terbaik pemerintah Amerika Serikat, Leon S. Kennedy, ke sana.
Belum Leon sadar betapa berbahayanya keadaan di sana ia tahu-tahu sudah terseret dalam konflik politik kedua pihak perang sipil. Tak hanya Leon harus bertahan hidup dari para penduduk East Slavic yang terkena parasit Las Plagas ia juga harus menghadapi ancaman para BOW alias senjata biologis yang dijadikan alat perang. Di sisi lain Presiden Svetlana Belikova kedatangan seorang tamu VIP yang menjanjikannya bisa memenangkan perang menumpas para pemberontak. Tamu itu pun familiar oleh Leon dan kita semua yang telah memainkan Resident Evil 2 dan 4; tak lain tak bukan: Ada Wong. Bisakah Leon lolos hidup-hidup dari konflik politik dan biologis yang ia hadapi?
Ada jeda waktu empat tahun antara Resident Evil: Damnation dan prekuelnya sehingga peningkatan kualitas CG-nya sangat terasa. Raut muka dari Leon, Ada, dan lain-lain tampak lebih hidup sementara gerakan mereka pun lebih fluid (baca: tidak kaku). Sama-sama disutradarai oleh Makoto Kamiya, Damnation memiliki aksi yang lebih seru dibandingkan prekuelnya. Apabila kalian bosan melihat action diResident Evil: Retribution yang generik itu menonton film ini bakalan memuaskan. Makoto Kamiya cukup pintar memakai berbagai macam sinematografi seperti first person mode di koridor-koridor yang gelap untuk membuat suasana tegang dan melempar darah di sana-sini untuk efek gore-nya. Oh ya Kamiya juga memakai teknik slow motion tetapi untungnya tak pernah berlebihan sehingga porsinya pas. Secara overall kualitas animasi maupun aksi di film ini jauh melebihi prekuelnya.
Bonus kejutan lain yang saya dapatkan saat menonton film ini adalah kisahnya. Biasanya kisah zombie tidak pernah jauh-jauh dari sebuah breakout insidentil yang memaksa sekelompok orang berkumpul bersama dan bertahan hidup. Tidak begitu dengan film ini; Damnation dengan berani menggabungkan ide perang sipil (politik) dengan survival horror sehingga hasilnya adalah sebuah kombinasi yang fresh dan baru. Film ini tak pernah menggambarkan satu tokoh (selain mungkin Leon) dalam kisah ini sebagai malaikat yang tulus. Bahkan Buddy yang bisa dianggap sebagai hero sekunder dalam kisah ini tak luput dari cacat cela. Mungkin seperti politik dan kehidupan itu sendiri: tak ada yang benar-benar putih dan hitam. Tak selalu kedua elemen ini berpadu dengan baik dan ada kalanya film ini kadang hampir lupa diri sebagai film zombie untuk mengumbar kritik pada sistem sosialisme. Untung saja Makoto Kamiya selalu mengambil kendali sebelum kelewatan sehingga mampu menggiring film ke setpiece aksi ketimbang berdialog filosofis menceramahi penonton.
Kisah dalam Damnation tentunya tak seratus persen sempurna. Masih banyak kekurangan-kekurangan yang perlu dipertanyakan seperti (SPOILER) siapa yang pertama kali memulai Las Plagas dalam serangan militer atau parasit ajaib seperti apa yang memungkinkan hubungan tuan-budak antara manusia dengan BOW? Dan sejujurnya masih ada segudang pertanyaan lain yang belum terjawab film ini walau durasi tayangnya tergolong panjang (kurang lebih 90 menit). Saya berharap bahwa Capcom akan memberikan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini baik di Resident Evil 6 atau di game-game lain dan bukannya menggantung kita tanpa kelanjutan seperti yang mereka lakukan dalam ending Resident Evil: Degeneration dan Resident Evil: Revelations.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !