Drama: The Heirs (2014)
also known : The InheritorsHeritors
The One Trying to Wear the Crown, Bears the Crown – The Heirs
He Who Wishes To Wear the Crown, Endure Its Weight – The Heirs
One Who Wants to Wear the Crown, Bear the Crown – The Heirs
Those Who Want the Crown, Withstand the Weight of it – The Heirs
Genre : Romance,Comedy,Drama,School
Written by Kim Eun-sook
Directed by Kang Shin-hyo
Country of origin South Korea
Originallanguage(s) Korean
No. of episodes 20
CAST :
SINOPSIS LENGKAP
SINOPSIS LENGKAP
Apakah Tan hendak menghajar Young Do? Tidak. Ia berkata ia masih muda dan tidak mengerti pepatah “yang mengalah adalah pemenang sesungguhnya”. Young Do berkata ia juga masih kekanakkan jadi ia marah dengan sikap Kim Tan seperti ini.
“Sepertinya kita tidak akan saling bersikap ramah,” ujar Tan.
“Dan juga sudah terlalu terlambat untuk menghindarinya.”
Young Do sepertinya hendak memodifikasi motornya tapi pemilik bengkel tidak setuju karena Young Do belum cukup umur. Eun Sang masuk mengantarkan makanan pesanan pemilik bengkel. Ia sama sekali tidak melihat Young Do ada di sana.
Young Do melihat Eun Sang. Ia melihat kotak makanan yang diantar Eun Sang lalu tersenyum penuh arti.
Tak lama kemudian Eun Sang kembali ke bengkel yang sama mengantar makanan. Montir di bengkel itu berkata mereka sudah memakan pesanan yang diantar Eun Sang tadi. Eun Sang berkata ada tambahan pesanan dari tempat itu. Para montir tidak merasa memesannya.
Eun Sang mengambil ponselnya lalu menghubungi nomor telepon si pelanggan yang memesan kedua kali.
Young Do masuk dengan ponsel menempel di telinga.
“Apa ini nomor teleponmu?” tanyanya. “ Belakangmu.”
Eun Sang berbalik dan terkejut melihat Young Do. Young Do kan tidak tahu keadaan Eun Sang sebenarnya, bahwa ia bukan OKB.
Young Do membayar pesanannya dengan kartu kredit. Ia melihat Eun Sang gemetar menangani pembayarannya. Young Do berkata ia membayar untuk mendapatkan nomor telepon Eun Sang.
“Ah, seharusnya aku bertanya pada Rachel,” katanya santai.
“Jangan meneleponku. Aku tidak akan menjawabnya.”
Eun Sang menyerahkan bukti pembayaran lalu beranjak pergi.
“Kau akan menyimpan nomor teleponku, kan? Jika kau tidak menyimpannya, aku akan bertanya mengapa OKB bekerja paruh waktu.”
Eun Sang tidak menjawab. Ia keluar dengan langkah berat.
Tan pulang ke rumah dan mendapati ayahnya berjalan di halaman menggunakan tongkat. Ia mengucapkan salam dan hendak pergi. Tapi ia nampak ragu sejenak.
“Ada apa?” tanya Tuan Kim.
“Satu anak kembali, satu lagi pergi,” kata Tan.
“Aku menyukai keduanya,” kata Tuan Kim tersenyum.
“Tapi aku dan hyung (kakak) sepertinya tidak menyukai Ayah,” Tan mengakui.
Tuan Kim mengangguk. Ia berkata itu adalah takdir seorang ayah. Ia meminta Tan menyisihkan waktu kosong besok. Mereka akan membawa kembali putera yang pergi.
Won terbaring sakit di hotel. Hyun Joo menjenguknya dan menyiapkan bubur. Hyun Joo bertanya apakah Won tiak akan pulang? Jika sakit sebaiknya berada di rumah, untuk apa di hotel? Won menjawab sakit di rumah lebih buruk, karena buburnya akan dibuat pembantu. Hyun Joo mengunjunginya karena ia saat ini di hotel.
Hyun Joo tidak menyangkal. Ia meraba leher Won dan berkata mengapa ia merasa sakit Won ini hanya pura-pura.
“Walau kau tahu pura-pura, kenapa kau membuat bubur? Seharusnya kau membawa sesuatu yang enak.”
“Kau seharusnya berhenti menyuruhku melakukan sesuatu. Biarkan aku berkencan.”
Mendengar itu, Won nampak sedih. Ia berkata Hyun Joo keterlaluan pada orang sakit. Hyun Joo berkata karena Won sedang sakit maka ia merasa Won bisa diajak bergurau.
“Karena itu Oppa harus segera sembuh,” kata Hyun Joo sambil tersenyum.
Won hendak memakan buburnya ketika tiba-tiba teleponnya berdering. Setelah menerima telepon, Won langsung menyuruh Hyun Joo pulang karena ia harus ke kantor. Hyun Joo bertanya apakah terjadi sesuatu di kantor.
“Sepertinya begitu,” kata Won sambil bercukur dan langsung memilih pakaian.
Hyun Joo memandang sedih buburnya yang sama sekali tidak disentuh. Tampaknya keadaan seperti ini bukan pertama kalinya terjadi.
Begitu Won membalikkan badan, Hyun Joo sudah tidak ada.
Tuan Kim turun dari mobil. Begitu juga Tan. Tuan Kim bertanya di mana Won. Sekretaris Yoon berkata Won tampaknya tidak enak badan hingga ke rumah sakit dulu sebelum ke kantor.
Tapi Tuan Kim dengan dingin berkata seharusnya Won seperti dirinya. Mundur dari jabatan karena sakit. Sekretaris Yoon mencoba membela Won dengan berkata ini hari Santu. Tapi Tuan Kim berkata ia tidak menjalankan bisnis sambil melihat hari ini hari apa. Sigh….pantas saja anak-anaknya merasakan beban yang sangat berat.
Begitu Tan menyadari ayahnya membawanya ke kantor kakaknya, ia berkata pada Sekretaris Yoon kalau ia akan pergi duluan. Ia tahu kakaknya akan marah jika melihatnya di kantor, apalagi bersama ayah mereka.
“Berhenti di sana,” ujar Tuan Kim.
“Ayah bilang kita akan menemui Kakak.”
“Kita memang akan menemuinya.”
“Tapi Ayah tidak bilang kita akan ke kantor.”
Tuan Kim berkata ini bukan demi Won maupun demi Tan. Ini adalah sesuatu yang harus Tan lakukan demi Tuan Kim. Selama Tan hidup sebagai anak Grup Empire, tidak ada jalan bagi Tan untuk menghindarinya.
Tuan Kim menunggu di ruang rapat, bersama Tan dan Sekretaris Yoon. Tak lama kemudian dewan direksi berlarian masuk ke dalam ruang rapat dan duduk di tempat mereka masing-masing.
Won belum juga tiba karena terjebak macet. Ketika akhirnya ia tiba, para direktur sedang memberikan laporan mereka masing-masing pada Tuan Kim. Namun yang membuatnya shock adalah kehadiran Tan dalam ruang rapat itu.
Dan Tuan Kim bukannya tidak menyadarinya. Ia malah sengaja memperkenalkan Tan di hadapan dewan direksi (yang selama ini tidak mengenal Tan) sebagi putera keduanya. Ia berkata ia membawa Tan agar dewan direksi mengenal wajah Tan.
Tan terpaksa berdiri dan menyebutkan namanya lalu memberi hormat pada mereka. Dan perasaan Won semakin buruk karena para direktur memuji ketampanan Tan dan betapa miripnya Tan dengan Tuan Kim.
Tan secara khusus menyapa Direktur Jung sebagai Paman, yang adalah adik dari Nyonya Jung. Hmmm...sepertinya Direktur Jung tidak tahu kalau Tan bukan anak kandung dari kakaknya.
Tuan Kim menyuruh para direktur itu pulang untuk menghabiskan waktu bersama keluarga.
Setelah itu ia baru bertanya bagaimana keadaan Won. Won berkata jika ia tahu ayahnya akan datang… Tuan Kim memotong perkataannya dengan berkata ia pikir Won akan pulang setelah beberapa waktu. Kemudian ia mengajak Tan pulang.
Hmmmm….ia tidak mengajak Won pulang.
Tuan Kim pergi dari ruangan rapat diikuti Sekretaris Yoon. Tinggal Tan dan Won dalam ruangan itu. Tan meminta kakaknya tidak salah paham. Ia tidak sengaja datang ke sini. Ayah mereka mengajaknya menemui Won tapi malah dibawa ke kantor.
“Apakah kau pernah melakukan sesuatu dengan sengaja? Kau tidak tahu apapun. Kau tidak melakukan apapun dengan sengaja, tapi…lihat apa yang terjadi saat kau bertindak ceroboh tanpa tahu akibat dari tindakanmu,” kata Won marah. Tampaknya ia sangat sakit hati dengan sikap ayahnya tadi.
Tan berkata apa yang dikatakan kakaknya memang benar tapi kenapa ia merasa tidak adil. Ia tidak tahu apapun dan tidak melakukan apapun, apa yang harus ia lakukan agar keberadaanya tidak mengganggu kakaknya?
Won tidak bisa menjawab.
Aku heran dengan Tuan Kim. Sebenarnya apa sih maksudnya dia? Kok sepertinya ia sengaja mengadu domba Tan dan Won. Jika ia memang hanya bertujuan memperkenalkan Tan pada dewan direksi, kenapa juga harus sengaja menunggu Won datang? Lalu sengaja mengajak Tan pulang, tanpa mengajak Won pulang. Sebenarnya ada apa?
Pantas saja Won merasa terancam dengan kehadiran Tan. Karena selama ini ayahnya yang mengisyaratkan seperti itu. Apakah ada rahasia kelahiran di sini? Mungkinkah Won bukan anak kandung Tuan Kim?
Nyonya Han sangat senang Tan dibawa ke kantor mengikuti rapat dewan direksi. Sementara Tan seperti biasa menanggapi ibunya dengan cuek. Tapi Nyonya Han memberondongnya dengan pertanyaa: di mana kau duduk? Di sebelah ayahnya? Apa yang mereka bicarakan? Apa Won ada di sana? Di mana Won duduk? Dst….
Tan tak tahan lagi. Ia berhenti makan dan pergi meninggalkan ibunya. Namun itu tidak menyurutkan rasa gembira Nyonya Han yang merasa kesempatannya sudah tiba.
Tan pergi keluar. Ia melihat Eun Sang berada di balik lembaran-lembaran seprai yang sedang dijemur. Eun Sang tidak menyadari kehadiran Tan karena terhalan oleh jemuran itu.
Eun Sang melihat ke arah matahari yang bersinar cerah. Ia merasa matahari itu sedang meledeknya.
“Di pagi hari aku OKB, di malam hari aku seorang pelayan. Hidup seperti apa yang begitu berbeda?” celoteh Eun Sang. Lalu ia tertidur di kursi.
Tan mendengarkan celotehan Eun Sang tadi. Ia duduk memperhatikan Eun Sang tidur. Duh…tatapannya itu lho….bikin meleleh ;D
Tan melihat plester di jari Eun Sang agak terbuka. Ia membetulkannya.
“Ibu, lima menit lagi. Aku akan memejamkan mataku sebentar lagi lalu pergi bekerja,” gumam Eun Sang dalam tidurnya.
Eun Sang terbangun dan menarik nafas lega saat menyadari ia belum terlambat untuk pergi bekerja. Saat ia mendongak, ia melihat dreamcatcher Tan tergantung di tempat jemuran. Penangkap mimpi indah.
Eun Sang menyadari Tan tadi ada di sana.
Sejak peristiwa di bar, Ester Lee terus menanti telepon dari Sekretaris Yoon. Dan ia tidak bisa melupakan kejadian itu. Akhirnya ada telepon masuk dari nomor tak dikenal. Ester Lee tersenyum puas karena akhirnya Sekretaris Yoon menelepon.
Tapi saat ia hendak mengangkat telepon, ia terkejut saat melihat Sekretaris Yoon berdiri tak jaduh di depannya, sedang berbicara dengan orang lain. Artinya si penelepon bukanlah Sekretaris Yoon. Ia jadi kesal.
Sekretaris Yoon menghampirinya. Ester Lee bertanya sejak kejadian itu (Sekretaris Yoon menciumnya), bagaimana bisa Sekretaris Yoon tidak meneleponnya sama sekali. Sekretaris Yoon balik bertanya mengapa Ester tidak meneleponnya. Ester berkata ia tidak tahu nomor telepon Sekretaris Yoon. Keduanya berdebat siapa yang seharusnya menelepon duluan.
Ester berkata walau ia Presdir RS Internasional, atas alasan apa ia mencari nomor telepon seorang sekretaris biasa. Sekretaris Yoon membalasnya dengan berkata orang yang banyak beralasan biasanya orang yang lebih ingin (menelepon). Lalu ia pergi meninggalkan Ester.
Eun Sang pergi ke kantor guru untuk menanyakan beasiswa. Ia bertanya apakah ia bisa mendapatkan beasiswa jika nilainya bagus.
“Apakah kelihatannya anak-anak di sini hanya menghabiskan uang dan bermain? Sejak mereka bisa berjalan, mereka sudah mendapat guru les untuk memasukkan mereka ke sekolah unggulan. Apakah kau percaya diri bisa bersaing mendapatkan beasiswa dengan mereka?” tanya Bu Guru.
Kemudian guru meminta Eun Sang membayar uang ekstrakurikuler yang tidak ikut ditanggung. Setidaknya Eun Sang harus memilih salah satu kegiatan itu: tenis, golf, berkuda, dll.
Eun Sang memperhatikan ia harus membayar 550 ribu won per semester. Sang guru yang menyebalkan itu kemudian bertanya sampai kapan Eun Sang tidak memakai seragam.
Eun Sang keluar dari kantor guru dengan lesu. Pandangannya tertuju pada sebuah pengumuman di papan buletin sekolah.
Dicari: JBS PD, kualifikasi: kelas 10 atau 11, pria atau wanita. Untuk 1 orang. Keuntungan: sedikit uang beasiswa. Hubungi Lee Hyo Shin (nomor telepon).
Eun Sang langsung mencari Hyo Shin ke studio penyiaran. Eun Sang bertanya apakah uang beasiswa itu dibayar di muka atau belakangan. Apa bedanya, tanya Hyo Shin. Eun Sang berkata ia memerlukan uang untuk membayar uang seragam.
“Berapa banyak menurutmu?” tanya Hyo Shin tersenyum. “Apa maksudmu kau masuk ke grup broadcasting agar bisa mendapat beasiswa?”
“Aku sangat tertarik dengan grup broadcasting,” kata Eun Sang.
“Anggap saja itu benar. Kau sangat berbeda dengan yang digosipkan. Apa benar kau membutuhkan uang untuk membayar seragammu? Kudengar kau OKB.”
Eun Sang beralasan ia menghabiskan uangnya sembarangan dengan membeli dompet (mahal).
“Apa kau menyuruhku menerimamu, seseorang yang membeli dompet dengan uang seragamnya?”
“Kecuali bagian itu, aku tidak memiliki banyak kekurangan lain. Aku tulus dan pekerja keras.”
“Bagaimana aku tahu kau pekerja keras atau tidak?”
Eun Sang berkata karena ia tahu Hyo Shin orang seperti apa. Ia memuji Hyo Shin orang yang sangat baik dan lembut.
“Apa sunbae (senior) akan memberiku kesempatan untuk mengikuti tes?”
Hyo Shin tersenyum.
Eun Sang berjalan ke lorong. Ia mendengar suara keras dan murid-murid berkerumun. Namun ia sangat terkejut ketika ia melihat dari mana suara itu berasal.
Young Do sedang mendorong-dorong Joon Young berulang kali menabrak loker. Sepertinya Joon Young mengadukan Young Do pada guru dan sekarang Young Do marah.
Young Do berkata berapa kali ia harus mengatakannya pada Joon Young. Meski ayah Joon Young menerima sendiri teleponnya, telepon ayahnya selalu diterima oleh sekretaris ayahnya lebih dulu. Dengan begitu, sekretaris selalu melaporkan laporan dari sekolah diam-diam pada Young Do dan tidak menyampaikannya pada ayah Young Do.
Joon Young menatap Young Do takut-takut sambil berusaha menahan tangis. Eun Sang marah melihat kejadian ini.
Young Do berkata apa lagi yang harus ia tunjukkan pada Joon Young agar Joon Young mengerti. Ia terus mendorong dahi Joon Young dengan telunjuknya. Ugh….anak ini benar-benar keterlaluan ~,~
Tan ada di dekat sana. Namun ia diam dan tidak ikut campur.
Joon Young mulai marah diperlakukan seperti itu oleh Young Do. Ia menatap Young Do. Young Do malah menepak kepala Joon Young berkali-kali, menyuruhnya untuk menurut.
Eun Sang tak tahan lagi melihatnya. Tapi Joon Young terlebih lagi. Ia mendorong Young Do lalu mengayunkan tasnya memukul wajah Young Do hingga wajah Young Do terluka.
Young Do menyentuh wajahnya. Ia bertanya mengapa Joon Young memperburuk situasi. Apa Joon Young ingin mati.
Joon Young berteriak berkata ia tidak akan menahannya lagi. Sebentar lagi ia akan pindah sekolah jadi tidak ada lagi yang perlu ia takutkan. Ia menyerang Young Do namun Young Do yang terbiasa karate (atau yudo ya?) dengan mudah membanting Joon Young ke lantai.
Young Do melihat Eun Sang menatapnya. Ia sengaja menginjak pundak Joon Young dan menatap Eun Sang dengan tatapan menantang.
“Jika kau ingin menahannya, maka kau harus lebih lagi menahannya. Aku akan menunggu apa yang akan terjadi padamu,” ujar Young Do. Kata-kata terakhir itu ia tujukan pada Eun Sang.
Eun Sang gemetar ketakutan.
Young Do akhirnya berjalan pergi bersama kedua konconya.Murid-murid lain pun bubar. Eun Sang langsung menolong Joon Young duduk dan menyodorkan air minum.
Tapi Tan menepis air minum itu dan menarik Eun Sang berdiri. Eun Sang marah.
“Apa kau tidak mengerti?” tanya Tan. “Jangan ikut campur hal seperti ini.”
“Aku hanya menanyakan apakah ia baik-baik saja. Apa itu termasuk ikut campur?”
Tan bertanya apakah ada anak lain selain Eun Sang yang berani bicara dengan Joon Young. Eun Sang menoleh dan tidak ada anak lain, kecuali Rachel yang kesal melihat Tan bicara dengan Eun Sang.
“Di SMA Jeguk, kau sama sekali tidak boleh berpihak pada yang lemah. Jika yang lemah berpihak pada yang lemah, maka mereka hanya akan melemah,” kata Tan.
Rachel mengambil formulir kedatangan Eun Sang (yang direbutnya di pesawat) dari lacinya. Ia menelepon Eun Sang berdasarkan yang tertulis dalam formulir itu.
“Kembalikan nametagku saat aku masih mengatakannya baik-baik. Aku lebih tidak sabaran dari yang terlihat.”
“Jika kau menginginkannya, datang dan ambillah.”
“Perlukah aku mengambilnya bersama Kim Tan?”
Eun Sang menemui Rachel di sebuah spa.
“Nametagku.”
“Formulirku?”
Rachel bertanya dengan sinis apakah Chan Young belum menjelaskan kebijakan sekolah pada Eun Sang.
“Walau ia menjelaskannya, apa bedanya?”
“Nada suaramu harus berubah. Kukira kau OKB. Aku tidak tahu bagaimana keluargamu bisa dicap kaya, tapi sejak ayah dari ayah dari ayahku, kami tidak pernah tidak kaya. Karena itu jangan sampai namamu dan Kim Tan disebut-sebut dalam satu set. Nilaiku dan Tan akan turun.”
“Walau kau tidak mempercayainya, tapi itu juga yang kuharapkan.,” kata Eun Sang.
Ia mengembalikan nametag Rachel lalu menanyakan formulirnya. Rachel mengambil nametagnya lalu dengan enteng berkata ia sudah membuang formulir itu di tempat sampah bandara.
“Kau sudah bersusah payah datang ke sini. Ini komisimu,” Rachel mengeluarkan dua lembar uang 50 ribu won dari dompetnya dan menjatuhkannya ke meja di hadapan Eun Sang. Ia berkata dengan uang ini ia mengusir Eun Sang.
Eun Sang sangat kesal karena sudah dipermalukan dan dihina seperti itu. Apalagi saat ia melihat uang di meja.
Young Do sedang membuat ramen di minimarket yang sama, dekat rumah Tan dan Myung Soo. Lagi-lagi ia melihat Eun Sang. Bahkan dalam posisi yang sama di luar minimarket itu.
Young Do tersenyum dan membawa ramennya keluar. Ia duduk di hadapan Eun Sang yang sedang menyandarkan kepala di meja lalu memakan ramennya.
Melihat Eun Sang terus itidu, Young Do menendang kaki meja. Eun Sang mengerutkankening namun matanya tetap terpejam. Young Do menendang kaki meja sekali lagi.
“Hei!”
Eun Sang membuka matanya namun tidak mengubah posisinya. Kepalanya tetap bersandar di meja.
“Mengapa kau selalu tidur di tempat seperti ini? Membuatku ingin melindungimu,” kata Young Do.
Eun Sang yang mendengar kata-kata itu semakin tidak berani mengangkat kepalanya.
Telepon Young Do berbunyi. Melihat siapa yang meneleponnya, ia tersenyum lalu mengangkatnya.
“Bagaimana kau tahu nomor teleponku?” tanyanya.
“Kau juga tahu nomor teleponku,” jawab Tan.
“Kalau begitu anggap saja kita impas. Ada apa?”
“Apakah ramennya enak?”
Young Do menoleh. Kim Tan berdiri di seberang jalan. Memperhatikan Young Do dan Eun Sang, yang masih pura-pura tidur.
Tinggal ditarik garis jadi segitiga….
(Bersambung)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !