Genre : Drama, Fantasi
Episode : 24 (dalam konfirmasi)
Network : MBC
Tanggal tayang : 8 April - 25 Juni 2013
CAST & CREW
Sutradara : Shin Woo Chul
Skenario : Kang Eun Kyung
Choi Jin Hyuk sebagai Gu Wol Ryung (ayah Kang Chi)
Lee Sung Jae sebagai Jo Gwan Woong
Lee Seung Gi sebagai Choi Kang Chi
Bae Suzy sebagai Wool Yeo Dam
Yoo Yun Suk sebagai Park Tae Seo
Lee Yoo Bi sebagai Park Chung Jo (cinta pertama Kang Chi)
Lee Hye In sebagai Gob Dan (Pembantu Chung Jo)
Yoon Se Ah sebagai Yoon Seo Hwa (pengganti Ibu Kang Chi yang lama)
Jung Hye Young sebagai Chun Soo Ryun (kepala gisaeng)
Son Ga Young sebagai Wol Sun
Jo Jae Yoon sebagai Ma Bong Chool
Jo Sung Ha sebagai Dam Pyeong Joon
Lee Do Kyung sebagai Guru Gong Dal
Kim Hee Won sebagai Sojung Monk
Yoo Dong Geun sebagai Lee Soon Shin
Sung Joon sebagai GonYi
Jin Kyung Sebagai Guru menjahit Yeo Wool's
SINOPSIS BAGIAN 21
“Siapa wanita itu? Mengapa hanya dengan melihatnya saja membuat hatiku sakit?” batin Wol Ryung saat ia melihat Seo Hwa.
“Wol Ryung….Wol Ryung…” kilasan Seo Hwa tersenyum memanggil namanya di masa lalu berkelebat di ingatan Wol Ryung. Sejenak ia terpaku.
“Wol Ryung?” panggil Seo Hwa di hadapannya. “Wol Ryung…apakah ini kau?”
“Siapa kau?” tanya Wol Ryung. “Apa kau mengenalku?”
Seo Hwa menangis melihat wujud Wol Ryung saat ini dan kenyataan Wol Ryung tidak bisa mengingatnya.
Kang Chi muncul dan berdiri di antara mereka untuk melindungi ibunya.
“Tidak boleh.”
“Kang Chi-ah,” panggil ibunya.
“Kau tidak boleh melakukannya lagi. Jangan bunuh siapapun lagi. Aku tidak akan membiarkanmu membunuh. Aku akan menghentikanmu, Wol Ryung,” kata Kang Chi walau dengan berat hati.
Wol Ryung menatapnya. Kang Chi menyerang Wol Ryung dengan mencekiknya, tapi dalam sekejap posisi mereka berbalik. Wol Ryung mencekik Kang Chi.
“Hentikan. Aku tahu kau menderita dan aku tahu ini bukan wujudmu yang sesungguhnya. Juga, selain aku tidak ada yang bisa menghentikanmu. Aku tahu itu juga,” ujar Kang Chi.
Wol Ryung menatap Kang Chi dengan matanya yang merah. Kang Chi berkata ia akan menghentikan Wol Ryung.Ia memukul Wol Ryung di perut. Wol Ryung marah. Ia balik menyerang Kang Chi dan kembali mencekiknya. Saat ia hendak meluncurkan pukulan maut, Seo Hwa menjerit.
“Jangan, Wol Ryung! “
Wol Ryung tersentak. Sejenak ada kebimbangan dalam matanya.
“Jangan,” Seo Hwa memohon sambil menangis. “Jangan…dia anakmu. Dia putera kita. Jadi jangan seperti itu.”
Saat Wol Ryung ragu, Kang Chi mempergunakan kesempatan itu untuk melepaskan diri. Keduanya kembali bertarung. Masing-masing bertahan dan tidak mau mengalah. Seo Hwa khawatir melihat keduanya.
Tiba-tiba terdengar sesuatu. Kang Chi melihat ada beberapa pengawal Jo Gwan Woong bersiap menembakkan panah ke arah Wol Ryung.
“Tidak!” teriaknya. Ia bergerak memutar hingga tubuhnya yang menjadi sasaran panah. Panah-panah itu ditembakkan.
DoooRRR!! Jo Gwan Woong menembak guci sasarannya. Pil Mok memuji keahlian Jo Gwan Woong menembak. Jo Gwan Woong sangat senang dengan senjata barunya ini.
Kang Chi mengernyit kesakitan. Wol Ryung dan Seo Hwa terpana. Di punggung Kang Chi tertancap 4 anak panah. Para pengawal Jo Gwan Woong kebingungan. Mereka kembali bersiap memanah.
Tapi kali ini Wol Ryung yang menghentikan mereka. Dengan penuh kemarahan ia menghabisi para pengawal itu.
Kang Chi jatuh berlutut kesakitan. Seo Hwa menghambur ke hadapan puteranya. Saat ia melihat ke arah Wol Ryung, Wol Ryung sudah menghilang.
Gon, Tae Soo, dan Yeo Wool akhirnya melarikan diri karena para ninja terus berdatangan tak ada habisnya. Untunglah para ninja itu tidak diperintahkan mengejar mereka.
Mereka pergi ke tempat Kang Chi dan Seo Hwa. Yeo Wool terkejut saat melihat keadaan Kang Chi. Dengan segera ia memeluk Kang Chi erat-erat dan menyuruh Gon melakukan sesuatu.
Kang Chi berpegangan erat pada Yeo Wool. Tae Soo ikut memegangi Kang Chi. Sementara Gon….mencabut panah di punggung Kang Chi.
Setiap kali satu panah tercabut, Kang Chi berteriak kesakitan. Seo Hwa menangis melihat puteranya harus mengalami penderitaan itu. Sementara Yeo Wool terus menyemangati Kang Chi dan memeluknya erat-erat.
Akhirnya semua panah tercabut. Butir-butir cahaya bermunculan. Luka di punggung Kang Chi sembuh. Walau begitu Yeo Wool tidak melepaskan pelukannya pada Kang Chi. Seo Hwa melihat mereka dan memikirkan sesuatu.
Dari jauh, Wol Ryung memperhatikan mereka. Ia terlihat bingung dan seakan berusaha mengingat sesuatu. Seo Hwa merasakan kehadirannya. Ia menoleh, tapi Wol Ryung tidak ada.
Kelimanya kembali ke sekolah Guru Dam. Guru Dam, Guru Gong, dan para murid telah menanti mereka. Ini adalah pertemuan kembali Guru Dam dan Seo Hwa sejak 20 tahun lalu. Keduanya mengangguk saling memberi hormat.
Yeo Wool dan Kang Chi berpandangan lalu saling tersenyum.
Ninja Seo melihat mayat para pengawalnya yang hitam karena dihisap jiwanya oleh Wol Ryung. Ia melaporkan hal itu pada Jo Gwan Woong. Jo Gwan Woong sangat marah.
Tapi itu belum seberapa dibandingkan saat ia tahu Seo Hwa juga berhasil meloloskan diri. Pil Mok melaporkan Seo Hwa ditolong oleh Kang Chi. Ninja Seo menduga mereka membawa Seo Hwa ke Moo Hyung Do Gwan.
Tapi bukan sekolah itu yang membuat Jo Gwan Woong gelisah. Melainkan Lee Soon Shin. Apa artinya jika Seo Hwa bertemu Lee Soon Shin?
Lee Soon Shin pergi ke Moo Hyung Do. Ia masuk menemui Seo Hwa, Kang Chi, dan Guru Dam. Kang Chi memperkenalkan ibunya. Seo Hwa memperkenalkan diri sebagai Ja Hong Myeong, pemimpin Goon Bon. Ternyata Seo Hwa yang ingin menemui Lee Soon Shin. Lee Soon Shin bertanya apa yang hendak dibicarakan Seo Hwa dengannya.
Seo Hwa meminta Kang Chi keluar dari ruangan itu. Kang Chi nampak enggan berpisah dengan ibunya walau sedetik. Tapi akhirnya ia menurut.
Gon, Tae Soo, dan Yeo Wool sudah menanti di luar. Yeo Wool bertanya apakah mereka sudah selesai berbicara, mengapa Kang Chi keluar sendirian. Kang Chi berkata sepertinya ibunya hendak mengatakan sesuatu pada Laksamana.
Tiba-tiba terdengar suara aneh. Semua menoleh ke arah Yeo Wool. Yeo Wool melongo lalu menunduk malu. Ketiga pemuda di hadapannya masih menatapnya.
“Bukan aku!” katanya.
“Kalau bukan kau, lalu….”
“Itu….perutku…yang melakukannya,” Yeo Wool memotong ucapan Kang Chi sambil memegangi perutnya.
Kang Chi tertawa diikuti Gon dan Tae Soo. Yeo Wool ikut tertawa tapi malu banget pastinya^^
Untunglah mereka memiliki Guru Gong yang selalu siap sedia dengan makanan lezat. Ia menghidangkan ayam untuk mereka berempat. Keempatnya sangat gembira. Guru Gong berkata mereka harus makan banyak setelah bekerja keras.
Kang Chi mengambil paha ayam lalu menyerahkannya pada Yeo Wool, orang yang paling kelaparan. Yeo Wool balik menyerahkan ayam itu untuk Kang Chi karena tadi telah terluka. Ia bahkan menambahkan ginseng.
Tae Soo dan Gon menyaksikan dengan wajah asem. Bagaimana tidak? Kang Chi dan Yeo Wool malah dorong-dorongan paha ayam.
Tae Soo tak tahan lagi. Ia mengambil piring di hadapan Yeo Wool dan Kang Chi yang berisi paha ayam.
“Jika kalian tidak mau memakannya, aku yang akan memakannya,” Tae Soo pun makan dengan lahapnya.
Yeo Wool dan Kang Chi terbengong-bengong melihat paha ayam mereka disantap. Gon nyengir di sebelah Tae Soo. Dengan cueknya ia mengambil paha ayam sebelah lagi lalu menyantapnya.
Yeo Wool mengambil sayap. Tapi Kang Chi malah merebutnya kali ini. Gadis apaan yang makan sayap ayam? Eh, memangnya kenapa sih dengan sayap?
Yeo Wool protes, dia akan makan bagian apa saja yang ia mau. Ia menyuruh Kang Chi makan ginseng saja dan ia akan makan ayamnya. Mwahahaha….lenyap sudah kemesraan barusan. Dan sekarang keduanya rebutan sayap ayam. Gon dan Tae Soo tertawa geli melihat keduanya.
“Ah…muda itu menyenangkan,” ujar Guru Gong yang memperhatikan mereka di ujung dapur. Ia tersenyum melihat keributan di dapurnya.
Seo Hwa berkata Jepang yang dipimpin Toyotomi HideYoshi akan memulai perang pada Joseon. Lee Soon Shin sudah bisa menduganya. Tapi yang ia khawatirkan adalah serangan dari dalam, bukan dari luar.
“Selama 20 tahun terakhir, Jo Gwan Woong didanai oleh Goon Bon untuk melebarkan jaringan politiknya di sepanjang Joseon. Dana itu merambah ke tokoh-tokoh penting dalam dewan dan juga bangsawan lainnya. Jaringannya lebih lebar dan lebih dalam dari yang Tuan perkirakan.”
“Jadi apa yang ingin kaukatakan padaku?”
“Ada 11 pejabat dari propinsi Selatan yang menerima dana bantuan dari Goon Bon. Aku mengetahui semua nama mereka. Aku akan memberikan nama mereka semua tapi sebagai gantinya aku memiliki sebuah permintaan.”
Apa permintaan Seo Hwa?
Tae Soo menemui Kang Chi. Ia akan kembali ke Penginapan. Kang Chi khawatir Tae Soo akan mengalami bahaya tinggal sendirian di Penginapan. Tae Soo berkata ia harus mengawasi Goon Bon. Kang Chi meminta Tae Soo mengirim ayahnya (Choi) untuk memberitahunya jika ada yang mulai membahayakan. Ia akan datang membantu tak peduli bagaiamanapun juga. Tae Soo tersenyum.
“Apa yang sedang kaulakukan?” tanyanya.
“Ah ini? Ini tugas yang diberikan kepala gisaeng padaku,” Kang Chi memperlihatkan kertas pemberian Gisaeng Chun pada Tae Soo. “Aku seharusnya memotong pohon ini dan membangun rumah dengannya. Mungkin kau tahu apa artinya?”
Tae Soo berkata untuk mengubah “pohon” menjadi rumah, kita harus memotong pohon dari bawah. Ia mengeluarkan pedangnya dan menebas kertas itu.
“Apa yang kaulihat?” tanyanya.
“ Huruf bon (=akar)? Apa ini lagi-lagi tentang dasar?”
“Tanpa mengetahui asal usulnya, seseorang tidak bisa mengenal dirinya seutuhnya. Begitu kau mengetahuinya, kau juga akan menhargai siapa dirimu sebenarnya. Kupikir itulah tujuan utama tugas ini.”
Seo Hwa tersenyum melihat puteranya menyiapkan tempat tidur untuknya.
“Ibu bisa beristirahat di sini. Mulai sekarang jangan tidur dalam posisi duduk. Berbaringlah dengan nyaman di malam hari.”
Seo Hwa menanyakan keadaan luka Kang Chi. Kang Chi berkata lukanya cepat sembuh berkat darah gaib yang mengaliri tubuhnya.
Seo Hwa meraih tangan Kang Chi dan menggenggamnya dengan hangat.
“Walau orang yang kaupanggil ibu ini tidak menjalani hidup dengan baik, kau tumbuh dengan baik.”
“Apakah Ibu melihatnya seperti itu?”
Seo Hwa mengangguk sambil tersenyum haru. “Aku sangat bangga padamu. Dan aku sangat bersyukur.”
Kang Chi merasa lega mendapat pujian dari ibunya.
“Sebenarnya, aku mencarimu. Begitu aku sadarkan diri, aku kembali ke Taman Cahaya Bulan tempat aku meninggalkanmu di sana. Tapi gunung tidak mau membuka jalannya. Selama lebih dari sebulan aku berusaha mencari jalan terus menerus, tapi aku tidak bisa menemukan jalan untuk menemukanmu. Aku tidak bermaksud membuangmu, Kang Chi-ah. Selama aku hidup hingga saat ini, tidak satu haripun hatiku melupakanmu,” Seo Hwa bercerita sambil menangis.
“Iya, Ibu,” Kang Chi menggenggam tangan ibunya dan tersenyum dengan mata berkaca-kaca.
Yeo Wool tersenyum mendengar mereka dari luar. “Ternyata memiliki ibu adalah hal yang baik,” katanya dalam hati.
Yeo Wool dan Gon mengobrol. Yeo Wool berkata hubungan orangtua dan anak benar-benar aneh. Tidak ada yang lebih bisa menyakiti hati orang tua daripada anak, dan begitu juga sebaliknya.
“Apa Guru pernah melukai hatimu?” tanya Gon.
“Setiap kali ia bersikap tidak baik pada Kang Chi, rasanya sakit. Karena ia hanya bersikap seperti itu pada Kang Chi.”
“Aku mengerti perasaan Guru. Beliau mendengar kalian berdua seharusnya tidak bersama. Karena takdir akan membunuh salah satu dari kalian berdua. Tidaklah mengejutkan jika beliau takut.”
Walau cukup terkejut dengan apa yang dikatakan Gon, Yeo Wool berkata ia tidak takut akan masa depan yang belum terjadi.
“Sebenarnya masa depan itu apa? Bukankah masa depan adalah kelanjutan dari masa sekarang? Jika aku berubah sekarang karena masa depanku, apa artinya hidup di masa sekarang?”
Gon tersenyum mendengar kata-kata Yeo Wool.
Yeo Wool meregangkan tubuhnya lalu merangkul pundak Gon seperti seorang sahabat. Saat ini ia sedang ingin berlatih dan ia mengajak Gon berlatih bersama.
Lee Soon Shin menerima laporan bahwa telah terjadi pembunuhan besar-besaran di beberapa daerah. Semakin lama, alur pembunuhan itu semakin mendekati Penginapan Seratus Tahun.
Wol Ryung membunuh setiap orang yang dilihatnya. Jo Gwan Woong dan Lee Soon Shin menyadari tempat berikut yang akan dilewati Wol Ryung adalah Penginapan Seratus Tahun.
Lee Soon Shin memberi perintah untuk mengungsikan warga desa di sekitar penginapan serta memberitahu sekolah mengenai hal ini.
“Seseorang hentikan aku! Rasa hausku tidak juga terpuaskan. Aku hanya ingin membunuh semuanya. Seseorang tolong hentikan aku!” jerit batin Wol Ryung.
Wol Ryung meraung penuh kepedihan dan kemarahan. Ia sangat menderita.
Malam itu, untuk pertama kalinya dalam hidupnya Kang Chi tidur di pangkuan ibunya. Seo Hwa tersenyum sambil membelai lembut rambut puteranya. Tapi senyum Seo Hwa berubah menjadi kesedihan. Ia mengeluarkan pisau kayu yang selama ini menemaninya.
Yeo Wool dan Gon berlatih hingga larut malam. Yeo Wool menuduh Gon tidak mengeluarkan seluruh kemampuannya. Gon berkata jika ia bertempur sungguh-sungguh, Yeo Wool akan kalah dan Yeo Wool benci kekalahan.
“Aku lebih benci lagi menang bohongan. Lakukan dengan serius,” ujar Yeo Wool.
“Bagaimana jika Nona terluka?”
“Apa kau meremehkanku?” sindir Yeo Wool.
Keduanya bertarung lebih serius. Dan kali ini Yeo Wool dengan mudah dikalahkan. Yeo Wool tidak mudah menyerah. Tapi ia berkali-kali dikalahkan. Yeo Wool tidak marah. Kalau saja ia lebih cepat ia akan bisa mengalahkan Gon.
Gon baru sadar kalau ia memegangi tangan Yeo Wool. Ia langsung menunduk dan menghibur kalau Yeo Wool sudah lama tidak berlatih karena dikurung selama beberapa hari ini. Yeo Wool membenarkan, sama sekali tidak menyadari sikap gugup Gon. Ia berkata ia harus berlatih lebih banyak besok.
Keduanya heran saat melihat Seo Hwa. Seo Hwa tersenyum pada Yeo Wool.
Utusan Lee Soon Shin membawa surat untuk Guru Dam. Guru Dam membaca surat itu lalu melihat pada Seo Hwa. Seo Hwa mengangguk mengerti.
Yeo Wool masuk ke kamar Kang Chi. Ia duduk di samping Kang Chi yang tertidur lelap. Pelan-pelan ia membelai rambut Kang Chi dan teringat pada pertemuannya dengan Seo Hwa tadi.
“Tolong jaga anakku. Kumohon jagai dan sayangi dia.”
Yeo Wool bertanya mengapa Seo Hwa mendadak berkata seperti itu. Seakan mereka hendak berpisah.
“Aku akan pergi menghentikannya. Sebagai seorang ibu, aku tidak bisa menaruh beban seperti itu pada anakku (beban membunuh ayah kandungnya, alias Wol Ryung). Aku yang akan menghentikannya (Wol Ryung).”
Yeo Wool khawatir. Ia dengar Wol Ryung kehilangan ingatannya. Tidak ingat pada siapapun juga dan hanya ingin memusnahkan semuanya. Apalagi Kang Chi baru bertemu ibunya. Kang Chi begitu gembira. Bagaimana bisa Seo Hwa meninggalkannya lagi seperti ini?
Seo Hwa berkata saat ia melihat Yeo Wool di samping Kang Chi, ia menyadari Yeo Wool bisa memberi lebih banyak kebahagiaan pada Kang Chi dibanding dirinya. Karena itu ia mengambil keputusan ini.
Seo Hwa berkata setiap anak suatu saat akan meninggalkan orang tua mereka. Kang Chi telah menjadi pria yang hebat dan telah bertemu dengan seorang wanita cantik. Ia tidak memiliki harapan lain.
Ia meraih tangan Yeo Wool dan menggenggamnya seperti ia menggenggam tangan Kang Chi.
“Kuharap kalian melindungi cinta kalian, cinta yang pernah tidak bisa kulindungi karena kebodohanku,” kata Seo Hwa.
Yeo Wool membangunkan Kang Chi. Kang Chi terkejut saat melihat Yeo Wool dan langsung mencari ibunya.
“Beliau pergi ke desa. Untuk menghentikan Wol Ryung.”
“Apa?”
“Ia memintaku merahasiakan ini padamu. Tapi aku merasa aku tidak seharusnya merahasiakannya. Kupikir kau harus tahu.”
Kang Chi terhenyak.
Di desa, keadaan kacau balau. Para warga sibuk mengungsi. Kecuali Jo Gwan Woong. Kepala polisi bingung kenapa Jo Gwan Woong tidak mengungsi. Jo Gwan Woong berkata ia tidak akan melarikan dari iblis sekalipun. Sekalipun iblis, pasti tidak akan bisa hidup tanpa kepala.
Kepala polisi melihat ninja Seo membawa senapan di belakang Jo Gwan Woong. Pil Mok memperhatikan dari jauh. Ia berkata pada kepala samurai kalau keadaan saat ini bisa menguntungkan mereka.
Ia dengar angkatan laut mengirimkan pasukan ke desa ini. Artinya saat ini pangkalan militer kosong. Kakeshima, sang kepala samurai, tersenyum mengerti. Malam ini adalah saat yang tepat untuk merebut peta mereka kembali dari pangkalan militer.
Tae Soo berpakaian hitam-hitam dan diam-diam menguping pembicaraan mereka. Celakanya, ia ketahuan oleh Pil Mok dan para samurai itu.
Kang Chi berjalan keluar. Gon telah berjaga di luar. Kang Chi ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Ia ibuku, Gon!” seru Kang Chi dengan nada memohon.
Akhirnya Gon memberitahu Kang Chi bahwa Wol Ryung telah membantai seluruh penduduk dari beberapa desa. Dan saat ini Seo Hwa pergi ke sana untuk menghentikan Wol Ryung sendirian.
“Apa?” Kang Chi terkejut.
Kang Chi tentu saja ingin menyusul ibunya. Ia bertanya ke mana ibunya pergi. Gon masih berusaha menahan Kang Chi. Tapi Yeo Wool bisa menebak Seo Hwa pergi ke Penginapan Seratus Tahun.
Kang Chi beranjak pergi. Yeo Wool menahan Kang Chi, ia ingin ikut. Ia meminta Kang Chi menunggu karena ia hendak mengambil pedangnya lebih dulu. Tatapan Kang Chi menyiratkan ia tidak ingin Yeo Wool ikut. Tapi ia tidak mengatakan apapun.
Barulah saat Yeo Wool berlari ke dalam, Kang Chi meminta Gon menjaga Yeo Wool. Gon mengangguk mengerti.
Gonita protes Yeo Wool hendak pergi ke mana. Ia bertanya Yeo Wool hendak pergi ke mana membawa pedang dan panah.
“Melindungi seseorang.” Eh…melindungi siapa ya? Seo Hwa? Kang Chi?
Saat Yeo Wool keluar kamar, Gon sudah menunggunya. Gon berkata ia menerima permintaan dari Kang Chi untuk menyampaikan pesan. Bahwa ia akan kembali.
“Kau tahu Kang Chi selalu menepati perkataannya,” hibur Gon. “Jadi kali ini dengarkan dia dan tunggu di sini. Ini bukan pertempuran untuk manusia.”
Yeo Wool berkata Kang Chi tidak bisa sendirian. Ia harus berada di sisi Kang Chi agar Kang Chi tidak berubah wujud seperti dulu. Gon berkata Kang Chi bisa melakukannya sendiri. Tanpa Yeo Wool dan tanpa gelang, Kang Chi sudah bisa mengendalikan perubahan wujudnya.
“Dia bisa melakukannya tanpa kehadiranku?”
“Karena itu jangan khawatir. Kang Chi mungkin lebih kuat dari yang kita maupun ia sendiri sadari.”
Kang Chi melepaskan gelangnya lalu melompat dan berlari sangat kencang dengan kemampuan gumihonya.
Barikade telah dibentuk di depan Penginapan Seratus Tahun. Jo Gwan Woong, kepala polisi, dan para tentara berjaga di balik barikade.
Tak lama kemudian kabut beserta butir-butir hitam bertiup ke arah mereka. Sosok Wol Ryung menampakkan diri.
Para polisi dan tentara terlihat takut melihat Wol Ryung sementara Jo Gwan Woong menatap dengan pandangan menantang. Wol Ryung marah melihat Jo Gwan Woong.
Jo Gwan Woong mengambil senjatanya lalu melangkah maju. Wol Ryung sangat geram. Jo Gwan Woong mengarahkan senjatanya ke arah Wol Ryung. Wol Ryung tersenyum sinis dan melangkah maju. Hmmm….apa mungkin Wol Ryung ingin mati? Atau ingin membunuh Jo Gwan Woong? Jika Wol Ryung ditembak kepalanya hingga hancur, benarkah ia tidak akan bisa hidup lagi?
Sayangnya kita tidak akan tahu semua jawaban pertanyaan itu karena tiba-tiba Seo Hwa muncul di hadapan Wol Ryung. Semua orang terkejut.
“Sudah cukup. Hentikan, Wol Ryung,” ujar Seo Hwa dengan lembut dan tatapan memohon. “Kumohon hentikan di sini, Wol Ryung.”
Wol Ryung maju mencekik Seo Hwa. Seo Hwa semakin sulit bernafas. Ia memanggil nama Wol Ryung sambil menangis.
Wol Ryung tersentak saat air mata Seo Hwa menetes di tangannya.
Jo Gwan Woong mengangkat senjatanya lalu menembak. Wol Ryung bergerak melindungi Seo Hwa hingga punggungnya yang tertembak.
Jo Gwan Woong kembali menembak. Kali ini tembakannya menembus hingga menyerempet lengan Seo Hwa. Seo Hwa terkejut.
Kang Chi terkejut mendengar suara tembakan. Ia sudah berada di pintu desa tapi seseorang telah menunggunya. Lee Soon Shin.
Seo Hwa shock melihat luka Wol Ryung yang terus mengeluarkan darah. Ia menjerit memanggil Wol Ryung lalu berusaha menutupi luka di dada Wol Ryung dengan tangannya untuk menghentikan darah.
Wol Ryung diam mematung. Tatapannya tak lepas dari Seo Hwa yang terus menangis.
Pelan-pelan matanya berubah kembali hitam. Seo Hwa melihatnya.
“Wol Ryung…..”
“S-Seo Hwa…” panggil Wol Ryung.
“Ya? Kau ingat….” Seo Hwa menangis.
“Aku merindukanmu,” kata Wol Ryung sambil menangis.
“Wol Ryung!” Seo Hwa memeluk suaminya. Keduanya berpelukan sambil menangis.
“Mari kita kembali sekarang. Ke Taman Cahaya Bulan tempat kita dulu tinggal,” batin Seo Hwa.
Angin bertiup sangat kencang hingga semua orang melindungi wajah mereka. Saat angin berhenti bertiup, Wol Ryung dan Seo Hwa telah menghilang.
“Tidak. Aku tidak bisa membiarkannya pergi seperti ini,” kata Kang Chi.
“Biarkan dia pergi. Kau harus membiarkannya pergi, Kang Chi. Ini adalah pilihan terakhir ibumu untukmu.”
Jadi apa permintaan Seo Hwa pada Lee Soon Shin? Pada pertemuan mereka, Seo Hwa berlutut di hadapan Lee Soon Shin.
“Ini adalah permintaan terakhir seorang ibu yang tidak berguna. Tolong biarkan Kang Chi menjalani hidup yang ia inginkan. Berikan dia bimbingan dan perhatian. Aku tidak ingin puteraku melihatku pergi menjalani langkah terakhir dalam hidupku. Aku mohon.”
“Tidak. Akhirnya aku bertemu dengannya. Akhirnya sekarang aku bisa melihat wajah ibuku. Akhirnya aku bisa mencurahkan isi hatiku dan memanggilnya “ibu”. Aku tidak bisa! Aku tidak bisa membiarkannya pergi, Tuan!” Kang Chi menangis. “Biarkan aku pergi!”
Lee Soon Shin meminta Kang Chi tidak membiarkan keinginan ibunya menjadi sia-sia.
“Tuan!” seru Kang Chi frustrasi.
“Tolong pahami hati orang tua yang ingin melindungi anaknya,” kata Lee Soon Shin lembut.
Kang Chi duduk di tanah dan menangis sambil memukuli dadanya. Lee Soon Shin berjongkok di hadapan Kang Chi. Ia meraih tangan Kang Chi lalu mengusap air mata Kang Chi dengan tangannya.
“Tuan….” Air mata semakin membanjir di wajah Kang Chi.
Lee Soon Shin memeluk Kang Chi. Kang Chi menangis tersedu-sedu hingga Lee Soon Shin pun tak dapat menahan air matanya.
Jo Gwan Woong bertemu dengan Seo Hwa. Ia bertanya bagaimana rasanya balas dendam yang telah direncanakan 20 tahun berakhir dengan sia-sia. Seo Hwa tidak mempedulikannya.
Jo Gwan Woong berkata ia memberi kesempatan terakhir. Datang padanya maka ia akan melupakan semuanya dan menerima Seo Hwa.
“Ini adalah hukuman untukmu. Bahkan setelah kau memiliki kekuasaan, uang dan jabatan untuk menguasai Propinsi Selatan, kau tidak akan pernah merasa puas. Kau akan lebih haus, lebih lapar, lebih nekat, tapi kau tidak akan bisa mendapatkan apa yang kauinginkan. Dan itu adalah hukumanmu,” kata Seo Hwa dingin.
Seo Hwa pergi meninggalkan Jo Gwan Woong. Jo Gwan Woong berteriak marah memanggil nama Seo Hwa.
Semua itu hanya mimpi Seo Hwa. Ia terbangun di dalam gua Taman Cahaya Bulan. Ia melihat sekelilingnya. Semua masih tampak sama.
Seo Hwa berjalan keluar gua, persis seperti 20 tahun lalu ketika ia baru pertama kali ke tempat ini. Ketika itu tempat ini dipenuhi butir-butir cahaya biru. Tapi sekarang tidak ada butir-butir cahaya itu.
“Apa kau sudah bangun?” terdengar suara Wol Ryung.
Seo Hwa melihat Wol Ryung seperti 20 tahun lalu. Tersenyum dan lembut. Tapi itu hanya bayangannya. Wol Ryung masih iblis seribu tahun. Dengan tatapan penuh penderitaan.
Seo Hwa teringat luka di dada Wol Ryung. Ia bertanya apa Wol Ryung baik-baik saja. Wol Ryung berkata pada akhirnya ia hanya ingat nama dan wajah Seo Hwa. Dengan kata lain, ia tidak ingat hubungan dan cinta di antara mereka.
Tapi ia menyuruh Seo Hwa kembali ke tempat manusia setelah matahari terbit. Karena ia tidak tahu kapan ingatan yang dimilikinya sekarang akan menghilang. Sewaktu-waktu ia bisa membunuh Seo Hwa.
Wol Ryung berbalik pergi.
“Maafkan aku, Wol Ryung!”
Wol Ryung berhenti tapi tetap membelakangi Seo Hwa.
“Waktu itu aku sangat muda. Perasaanku tidak cukup besar untuk menanggung cintamu padaku. Aku minta maaf karena telah melukaimu. Aku minta maaf karena membuatmu merasa sakit,” ujar Seo Hwa sungguh-sungguh.
Wol Ryung menahan tangis mendengar kata-kata Seo Hwa. Seo Hwa mengeluarkan pisau kayu dari balik hanboknya. NOOOO!!!!!
Wol Ryung merasakan sesuatu dan berbalik. Seo Hwa berkata pisau itu selalu bersamanya seakan sebuah barang yang berharga.
“Suatu hari… jika aku bertemu denganmu…jika aku bisa bertemu denganmu, jika mungkin aku ingin mengembalikanmu seperti dulu. Aku akan mengembalikan semuanya seperti dulu.”
“Seo Hwa, apa yang sedang kaukatakan sekarang?” tanya Wol Ryung tak mengerti.
“Dalam kehidupan abadimu, aku mungkin tak ubahnya sekelebat angin yang bertiup. Tapi tetaplah mengingatku. Bagiku, kau adalah segalanya, Wol Ryung.”
Seo Hwa mengacungkan pisau kayu itu mengarah ke jantungnya sendiri.
“Tidak!!!”
Seo Hwa menancapkan pisau itu ke dadanya kuat-kuat.
“Seo Hwa!!!” Wol Ryung berlari ke sisi Seo Hwa dan menangkapnya. “Tidak, Seo Hwa!! Seo Hwa!!”
Seo Hwa menatap Wol Ryung. Wol Ryung telah mengingatnya. Di mata Wol Ryung, ia adalah Seo Hwa seperti 20 tahun lalu.
Wol Ryung hendak mencabut pisau kayu itu. Tapi Seo Hwa terus memegang pisau itu erat-erat dan tidak mau melepasnya.
“Lepaskan tanganmu. Seo Hwa! Lepaskan tanganmu.”
“Aku mencintaimu, Wol Ryung. Dan aku minta maaf. Hanya ini yang bisa cintaku lakukan,” ujar Seo Hwa terbata-bata.
Ia mengulurkan tangannya menyentuh wajah Wol Ryung. Wol Ryung menangis. Ia menggenggam tangan Seo Hwa.
Seo Hwa tersenyum.
“Seo Hwa…”
Dan Seo Hwa pun pergi…..
“Tidak!!! Tidaaaaakk!! Seo Hwa! Tidak, Seo Hwa!! Seo Hwa!” Wol Ryung menangis sambil memeluk Seo Hwa.
Butir-butir cahaya biru bermunculan. Wol Ryung kembali seperti Wol Ryung yang dulu. Ia tidak lagi menjadi iblis. Seo Hwa yang dilihatnya adalah Seo Hwa yang sekarang.
“Kau tidak boleh, Seo Hwa! Aku tidak membencimu. Aku hanya sangat merindukanmu. Kau tidak boleh! Aku tidak menyalahkanmu. Aku hanya sangat mencintaimu , Seo Hwa. Aku mencintaimu.Seo Hwa! Seo Hwa! Tidak, Seo Hwa! Bukalah matamu,” ratap Wol Ryung.
Langit pun ikut menangis. Hujan turun dengan deras. So Jung melihat ke luar jendela dengan sedih.
Kepala pelayan Chunhwagwan menyerahkan surat untuk Gisaeng Chun. Surat itu ditinggal Kang Chi sebagai jawaban untuk gisaeng Chun. Gisaeng Chun membuka kertas itu. Hanya ada satu huruf. “Ibu”
“Ketika menebang pohon, aku melihat huruf “bon” (akar). Rumah yang menjadi akar bagiku adalah orang yang melahirkan aku. Ibuku.”
Gisaeng Chun menaruh kertas itu di meja. Ia menghela nafas panjang melihat lebatnya hujan.
Kang Chi berjalan terseok-seok kembali ke sekola. Ia sama sekali tidak mempedulikan hujan yang terus membasahi tubuhnya.
Ia berhenti saat melihat Yeo Wool berjongkok di tengah hujan menunggunya dengan membawa payung. Melihat Yeo Wool, Kang Chi kembali sedih.
Yeo Wool bangkit berdiri. Ia melihat Kang Chi.
“Kang Chi-ah..”
“Yeo Wool-ah…”
Yeo Wool melihat Kang Chi tidak memakai gelang namun tetap berwujud manusia. Kata-kata Gon terngiang di benak Yeo Wool. Bahwa sekarang Kang Chi sudah bisa mengendalikan perubahan wujudnya walau tanpa Yeo Wool maupun tanpa gelang.
Yeo Wool teringat percakapannya dengan ayahnya.
“Sekarang saatnya kau berhenti dan membiarkannya pergi, Yeo Wool.”
“Ayah, apa yang Ayah katakan?”
“Agar Kang Chi bisa mencari Buku Keluarga Gu sekarang, Ayah rasa Kang Chi harus pergi dan kita harus membiarkannya pergi.”
“Ayah…”
“Buatlah ia pergi, Yeo Wool. Kau harus melepaskannya agar Kang Chi bisa pergi.”
Yeo Wool menghampiri Kang Chi dan memayunginya.
“Kau sudah kembali.”
Kang Chi mengangguk. “Aku kembali.”
“Dan ibumu?”
“Ibuku…ibuku…”
Yeo Wool langsung tahu terjadi sesuatu. Kang Chi memeluk Yeo Wool erat-erat.
“Ibuku pergi. Ibuku…Ibuku….” Kang Chi tak bisa meneruskan kata-katanya. Air mata terus mengaliri wajahnya.
Yeo Wool tak banyak berkata-kata. Ia hanya menepuk-nepuk punggung Kang Chi dan bersedih bersamanya.
“Yeo Wool-ah…” Kang Chi memeluk Yeo Wool lebih erat
“Sekarang biarkan dia pergi, Yeo Wool-ah,” kata-kata ayahnya kembali terngiang. Yeo Wool menangis. “Kau harus melepaskan agar Kang Chi bisa pergi.”
(Bersambung)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !