Drama: The Heirs (2014)
also known : The InheritorsHeritors
The One Trying to Wear the Crown, Bears the Crown – The Heirs
He Who Wishes To Wear the Crown, Endure Its Weight – The Heirs
One Who Wants to Wear the Crown, Bear the Crown – The Heirs
Those Who Want the Crown, Withstand the Weight of it – The Heirs
Genre : Romance,Comedy,Drama,School
Written by Kim Eun-sook
Directed by Kang Shin-hyo
Country of origin South Korea
Originallanguage(s) Korean
No. of episodes 20
CAST :
Aku tidak akan menemuinya lagi. Kau bisa memilikinya.”
Mendengar itu, Young Do marah. Ia menarik Tan.
“Apa kau bilang? Apa kau ingin mati?”
Mungkin memang itu yang diinginkan Tan. Karena ia sama sekali tidak memberikan respon.
“Apa kau bahkan berhak untuk hancur?” ujar Young Do.
“Aku tidak berhak. Aku tidak bisa melakukannya lagi, Young Do-ya....” kata Tan putus asa.
Young Do terhenyak mendengar Tan memanggil seperti itu. Seperti yang sudah dijelaskan Dee, panggilan “Young Do-ya” adalah panggilan akrab, dan ia belum siap untuk menganggap Tan sebagai temannya lagi meski Tan memanggilnya seperti itu. Ia menghempaskan Tan dan pergi meninggalkannya.
Won menemui ayahnya. Ia berkata pasti Tuan Kim sudah tahu kalau ia mengangkat Sekretaris Yoon menjadi Wakil Presdir. Tuan Kim berkata Sekretaris Yoon bodoh, tidak memiliki keinginan/ambisi besar. Nyonya Han mendengar percakapan mereka.
“Bahkan kuda berambut merah yang legendaris tidak ada artinya jika tidak ditunggangi Lu Bu (tokoh dalam Kisah Tiga Negara/Sam Kok, kuda berambut merah terkenal karena ketangguhan dan kekuatannya),” kata Tuan Kim.
“Memang benar Lu Bu pernah menjadi pemilik kuda berambut merah, tapi Guan Yu (Jenderal Besar yang terkenal dalam kisah Sam Kok. Setelah Lu Bu mati, Cao Cao menghadiahkan kuda berambut merah pada Guan Yu) mengendarainya lebih lama dalam lebih banyak pertempuran,” sahut Won. Hm..maksudnya, kuda berambut merah itu Sekretaris Yoon? Lu Bu adalah Tuan Kim dan Guan Yu adalah Won?
Tuan Kim tak bisa membalas. Ia berkata Won boleh pergi. Tapi Won datang bukan untuk mencari ayahnya.
Saat itulah Tan muncul dengan wajah babak belur dan berlumuran darah. Won terkejut melihatnya. Nyonya Han mengkhawatirkan keadaan anaknya, sementara Tuan Kim marah-marah.
“Bodoh, sampai kapan kau akan bertingkah seperti itu? Tingkah seperti itu hanya lucu sehari dua hari!” Yang ngelucu siapa oom??
Tan sama sekali tidak mempedulikan mereka dan naik ke kamarnya. Won menyusulnya. Ia melihat Tan duduk di lantai dengan tissue brnoda darah berserakan. Ia menyuruh Tan bangun. Ia akan membawa Tan ke rumah sakit. Awww….ada coklat yang meleleh nih Dee^^
“Keluarlah.”
“Kita memiliki perjanjian. Kau bilang kau akan melakukan apapun yang kukatakan. Artinya kau akan menurut. Bangunlah.”
“Keluarlah. Keluar!!”
Dengan marah Won bertanya sampai berapa lama Tan akan bersikap seperti ini. Tidak ada yang akan berubah dalam keluarga ini hanya karena Tan bertingkah seperti ini. Dan Tan pasti tahu betul akan hal ini.
Tan menatap kakaknya dengan putus asa.
“Kak, kapan aku bisa pergi ke Amerika? Aku akan mati. Biarkan aku pergi. Kumohon selamatkan aku,” Tan menangis.
Hati Won terenyuh melihat adiknya seperti ini.
Ketika Won kembali ke hotel, ia berpapasan dengan Young Do. Melihat bibir Young Do yang terluka, Won menghentikannya. Ia bertanya apakah Tan berkelahi dengan Young Do.
“Lebih kepada aku memukulinya. Ia pantas mendapatkannya. Kau bisa menuntutku jika mau.”
“Mengapa kau memukul adikku?”
Mendengar panggilan Won pada Tan, Young Do tersenyum sinis.
“Maaf, aku tidak seharusnya memukuli anak-anak yang memiliki kakak. Tapi aku lupa Tan memiliki kakak. Karena ia bersikap ia tidak memilikinya.”
“Sepertinya Tan juga tidak punya teman,” Won membalas perkataan Young Do. Dengan kata lain, Tan juga tidak bersikap memiliki teman seperti Young Do.
Won menasihati agar Young Do mengobati lukanya, nanti bisa membekas.
Bo Na dan Chan Young sedang belajar bersama, tapi Chan Young tidak konsentrasi penuh dan terus memandangi ponselnya. Bo Na mengira Chan Young sedang memandangi foto-fotonya.
“Kenapa melihat gambar 2D disaat ada versi 3D di hadapanmu?” ujar Bo Na. Ia melihat ponsel Chan Young.
“Heol, kau melihat SNS Eun Sang saat kau bersama denganku??!” protesnya.
Chan Young berkata ia sedang mencari petunjuk keberadaan Eun Sang. Bo Na ikut melihat-lihat.
“Apa ia gila? ‘Aku berharap Jeguk Grup bangkrut.’ ‘Kau di mana?’ ‘Aku sedang minum air.’ Kenapa ia bicara pada dirinya sendiri?” ujar Bo Na bingung. Padahal itu adalah percakapan antara Tan dan Eun Sang dulu (Tan selalu login ke dalam akun Eun Sang).
Chan Young berkata itu tidak seperti Eun Sang. Bo Na berkata siapa lagi kalau bukan Eun Sang, itu kan akun Eun Sang. Lalu ada foto Tan dengan tulisan: Kim Tan tampan sekali.
“Tuh kan, pasti Eun Sang. Dan ini ada tulisan: di mana kau Cha Eun Sang? Kenapa ia mencari dirinya sendiri?” seru Bo na bingung. pfft….
Sepertinya Chan Young bisa menerka siapa yang menggunakan akun Eun Sang.
Eun Sang juga sedang melihat-lihat akun SNSnya. Ia membaca pesan yang sama. “Di mana kau Chan Eun Sang? Aku merindukanmu.”
Kemudian ia melihat berbagai foto dirinya yang baru kali ini dilihatnya, kebanyakan diambil dari arah belakang. Eun Sang mulai menangis karena ia tahu siapa yang memposting foto-foto tersebut.
“Aku selalu di sana. Di mana kau berada. Jadi tunggulah di sana sebentar lagi. Aku pasti akan datang untukmu. Aku akan ada di sana. Di manapun kau berada, aku akan berada di belakangmu.”
Eun Sang menguatkan hatinya. Sambil menangis, ia mulai menghapus semua foto-foto itu.
Tan yang juga sedang melihat akun Eun Sang, menyadari semua foto itu dihapus oleh Eun Sang.
Hyo Shin mengajak Tan minum di kedai tempat Eun Sang dulu bekerja. Melihat minuman yang dibelikan Hyo Shin, Tan teringat Eun Sang sering membelikan minuman yang sama.
“Eun Sang membelikannya untukmu? Kau datang dari keluarga berada dan kau membiarkannya menraktirmu?” ledek Hyo Shin.
“Tadinya kupikir aku akan bisa membalasnya.”
Meski Tan menjawabnya dengan ogah-ogahan, Hyo Shin terus mencoba bercanda. Tan bertanya bisakah Hyo Shin tidak mengajaknya keluar terus. Sebaiknya Hyo Shin belajar.
Hyo Shin mengingatkan makanan di rumah sakit tidak enak, dan Tan tidak akan mau merusak kesehatan di masa muda. Itu dikatakannya karena ia khawatir Tan terus melukai dirinya sendiri. Tan berkata ia tidak berencana mati.
“Jika kau benar-benar tidak tahan. Pergilah culik dia. Itu tidak akan mengubah keadaan. Tapi akan lebih mudah untuk bernafas jika kau memberontak (daripada menyerah),” Hyo Shin menasihati.
Tan merenungkan nasihat Hyo Shin.
Tapi Young Do sudah lebih dulu mencari Eun Sang. Ia berkeliaran di dekat rumah Eun Sang dan berpapasan dengan ibu Eun Sang. Ibu Eun Sang ingat pada Young Do karena Young Do pernah berbicara dengannya di depan rumah keluarga Kim.
Ibu Eun Sang melihat Young Do mengenakan seragam Jeguk, karena itu ia sedikit ketakutan ketika Young Do menanyakan Eun Sang. Tapi kemudian ia berubah pikiran. Mungkin melihat wajah Young Do yang memelas kali ya hehe^^
Ibu Eun Sang menyiapkan makanan untuk Young Do. Young Do agak bingung karena sudah lama tidak makan dengan ibu-ibu. Ia mengajak ibu Eun Sang makan bersama.
Ibu Eun Sang menulis di notesnya. Ia memberitahu Young Do kalau Eun Sang sedang pergi ke Seoul untuk menyerahkan tugas sekolah.
Young Do mulai makan. Ibu Eun Sang menyodorkan lebih banyak makanan ke hadapan Young Do. Seiring dengan suapan demi suapan, perasaan Young Do semakin sedih. Tiga tahun lamanya ia tidak merasakan kehangatan dan perhatian seorang ibu. Ia berusaha menahan air matanya dan memuji masakan ibu Eun Sang.
Ibu Eun Sang bertanya (melalui notes). Apakah Young Do teman sekelas Eun Sang? Apakah mereka bersahabat? Young Do yang tidak mau menjadi teman Eun Sang menjawab: “Aku menyukai Eun Sang.”
Ibu Eun Sang menatap Young Do dengan penuh pengertian.
Entah bagaimana Eun Sang malah berbicara dengan Tuan Kim. Apa Tuan Kim membuntutinya ke sekolah? Atau Eun Sang yang menemui Tuan Kim?
Tuan Kim menyatakan ia tahu di mana tempat tinggal Eun Sang sekarang. Dan ia juga tahu Tan menemui Eun Sang. Eun Sang berkata itu tidak disengaja.
“Itulah sebabnya aku hendak mengirimmu ke belahan dunia lain. Saat kau melanggar janji dan melarikan diri, kukira kau telah mengerti maksudku. Jadi aku membiarkanmu. Dan sekarang kau mengatakan kau menemui Tan di depanku?”
“Tan…”
“Beraninya kau menyebut namanya!”
“Ia baik, spontan, dan hangat. Karena itu aku sangat menyukainya. Tidak ada yang salah dengan perasaanku padanya.”
Tuan Kim mengingatkan bahwa Eun Sang telah menerima uangnya dan pemberiannya. Jika setelah itu Eun Sang menyukai Tan, maka itu sebuah kesalahan. Eh? Apa hubungannya oom??
Eun Sang berkata ia pasti membayar kembali semua hutang yang telah dibayarkan oleh Tuan Kim. Tapi karena Tuan Kim memberikan itu tanpa perjanjian, maka ia akan mengembalikannya secepat ia bisa tanpa kurang sedikitpun.
“Jadi setelah kau membayarku kembali, kau akan melihatnya lagi? Bagaimana kau bisa sebandel ini pada usia semuda itu?” ujar Tuan Kim marah.
“Karena aku menyukai Tan! Dan aku masih menyukainya. Tidak peduli Tuan menakutiku, aku tidak berbohong dengan mengatakan aku tidak menyukainya lagi. Tapi karena Tuan menyuruhku tidak menemuinya, aku tidak akan menemuinya lagi. Jadi kumohon…berhentilah memanggilku,” Eun Sang menangis putus asa.
Tuan Kim berdehem. Ih...ngga malu oom bikin anak orang nangis ;p
Oo…ternyata Tuan Kim yang memanggil Eun Sang dan Eun Sang berbohong pada ibunya kalau ia akan ke sekolah.
Dalam perjalanan pulang, ia menyempatkan pergi ke toko dreamcatcher. Tapi toko itu tutup dan akan disewakan. Eun Sang terlihat kecewa.
Tan sedang berjalan di jalan yang sama dan ia terpaku melihat Eun Sang.
Eun Sang menoleh. Melihat Tan dengan wajah penuh luka, membuat hati Eun Sang ikut terasa sakit. Ia hendak memanggil Tan tapi ia menguatkan hatinya.
Tan berjalan menghampiri Eun Sang. Eun Sang menghampiri Tan. Namun mereka hanya saling melewati tanpa menoleh sedikitpun.
Tapi, apakah perasaan begitu mudah dikendalikan? Ketika orang yang kaucintai berlalu di hadapanmu dan kau mungkin tidak akan melihatnya lagi, sanggupkah kau membiarkannya begitu saja?
Tan tidak bisa. Ia berbalik dan mencari Eun Sang. Eun Sang sudah tidak ada. Tan tidak menyerah. Ia menyusul ke halte bus dan naik ke bus yang Eun Sang tumpangi, tepat sebelum bus berangkat.
Eun Sang terkejut melihat Tan duduk di kursi seberang. Mereka berdua berdiam diri sepanjang perjalanan. Setelah turun dari bus, Tan terus mengikuti Eun Sang. Mengantar dalam diam.
Eun Sang menyadari Tan terus berjalan di belakangnya. Namun ia tidak menoleh. Ia mempercepat langkahnya dan langsung masuk ke rumah.
Tapi, ketika seseorang yang kaucintai berada di depan pintu rumahmu dan kau mungkin tidak akan bertemu lagi dengannya, apakah kau sanggup tidak melihatnya lagi? Satu kali...satu kali saja ingin melihatnya lagi?
Eun Sang tidak sanggup.. Ia berlari keluar dari rumah mencari-cari Tan, namun Tan tidak ada lagi.
Dengan perasaan kecewa, Eun Sang pulang. Tapi siapa itu yang ada di hadapannya? Orang yang selama ini dirindukannya.
“Mengapa kau mencariku?” tanya Tan.
“Jangan bicara padaku,” kata Eun Sang takut. Takut dirinya akan goyah kembali.
Tan menghampiri Eun Sang.
“Jangan mendekat.”
Eun Sang berbalik meninggalkan Tan. Tan memeluk Eun Sang dari belakang.
“Hentikan,” kata Eun Sang sambil menangis.
“Cha Eun Sang, aku tidak bisa melepasmu. Apa yang harus kulakukan?”
Eun Sang menangis. Ia menguatkan hatinya lalu melepaskan diri dari pelukan Tan dan pulang ke rumahnya.
Nyonya Han terkejut mendengar perkataan Tuan Kim. Tuan Kim berkata Tan seperti itu karena menurun dari ibunya, darah resepsionis lobi rendahan yang berani memanjat hingga kantor Presdir. Bagaimana bisa Tuan Kim mengatakan itu padanya?
“Kenapa tidak?” ujar Tuan Kim dengan angkuh. “Baik ibu maupun anak tidak menghargai hidup mewah mereka. Kau menjalani hidup yang tidak bisa dibayangkan orang lain. Mengapa kau tidak bisa berkorban satu hal saja?”
Nyonya Han berkata Tuan Kim yang mengajaknya. Tuan Kim yang memperbolehkannya datang ke lantai atas tempat Presdir. Hubungan mereka tidak mungkin terjadi hanya karena perbuatan satu orang.
“Karena itu aku melalui semua ini. Aku telah terpikat perhiasan murahan yang berkilau. Dan perhiasan itu menghancurkan keluargaku. Pastikan beritahu Tan. Jika ia tidak yakin mana yang harus ia pilih, ia harus memilih yang paling mahal. Jangan memilih perhiasan murah berkilau seperti yang sudah dilakukan ayahnya. Katakan padanya untuk sadar.”
Wanita mana yang tidak sakit hatinya dihina seperti itu? Nyonya Han yang malang >,<
“Kau pengecut! Bagimu aku ini apa?”
“Aku sudah mengatakannya. Untuk apa lagi kau bertanya?” ujar Tuan Kim. Ugggghhh…
Nyonya Han kembali ke kamarnya dengan hati hancur. Ia melepaskan seluruh perhiasannya.
Rachel pergi ke butik untuk membatalkan pesanan gaun pengantin dan gaunnya. Young Do datang dan melakukan hal yang sama.
“Pernikahan dibatalkan, pertunanganmu juga. Dan aku kehilangan sister yang seksi. Aku jadi patah hati.”
“Jangan khawatir, aku akan tetap seksi agar kau tidak merasa terlalu sedih.”
Young Do tersenyum. Rachel mengajak Young Do untuk merayakan batalnya pernikahan. Ia tahu tempat sushi yang seksi.
“Jangan menggodaku. Kau bukan adikku lagi, kau tidak akan pernah tahu apa yang akan kulakukan,” seloroh Young Do. Rachel tersenyum.
Young Do menolak tawaran Rachel karena ia ingin pergi ke suatu tempat. Ia pergi ke kedai tteobokki. Saat melihat tulisan Eun Sang di dinding, tanpa sengaja ia melihat sebuah tulisan yang baru kali ini terlihat olehnya. Tulisan itu kecil…terletak agak jauh ke bawah.
“Bagaimana kabarmu, Young Do-ya?”
Tulisan ibunya.
Young Do tercekat. Air matanya berlinang.
Hyun Joo bersama Won di hotel. Won memainkan kalung wishbone yang dikenakan Hyun Joo (kalung yang dihadiahkan Won sepulangnya dari Amerika dan katanya bisa mengabulkan keinginan pemakainya). Ia bertanya apakah sampai saat ini Hyun Joo tidak memiliki keinginan. Hyun Joo bertanya apakah Won akan menjadikannya kenyataan.
“Katakan padaku, aku akan membuatnya jadi kenyataan.”
“Kau tidak akan bisa.”
Apa itu pernikahan? Tanya Won. Pernikahan terlalu dangkal, jawab Hyun Joo. Ia tahu Won menanyakan itu karena Won merasa bersalah pergi ke kencan buta. Won bertanya mengapa Hyun Joo tidak menanyakan nama gadis itu, berapa umurnya, cantik atau tidak.
Hyun Joo berkata ia tidak peduli pada semua itu (karena bukan semua itu kriteria pendamping Won di mata Tuan Kim). Tapi ia memang ingin tahu dari keluarga mana gadis itu berasal.
“Jika aku melakukan apa yang Tan lakukan, apa kaupikir kita tidak akan seperti ini?” tanya Won.
“Apa yang Tan lakukan?”
“Ia menerobos semuanya, jatuh dan hancur. Ia kacau.”
“Oppa tidak bisa melakukannya, karena oppa selalu memimpikan tempat tertinggi di dunia. Tapi Tan memiliki impian bahwa Eun Sang adalah seluruh dunianya.”
Won terdiam. Karena itu artinya Hyun Joo tahu bahwa dirinya bukanlah impian utama Won. Hyun Joo berkata ia tidak akan menghalangi Won. Sebaliknya, ia akan memberi semangat agar Won bisa mencapai impiannya.
“Aku sedang ke sana. Tunggulah sebentar lagi,” kata Won sambil membelai pipi Hyun Joo.
Eun Sang membaca sebuah puisi dalam sebuah buku saat ia sedang menunggui toko buku tempatnya bekerja.
“Ketika kita bergandengan tangan di tengah keramaian orang banyak, kita menggunakan tulang-tulang kita, otot, dan pembuluh darah agar pegangan kita tidak terlepas. Itulah yang aku tahu mengenai cinta. Selain itu, ada apa lagi dalam cinta? Kecuali kenyataan bahwa aku tidak bisa melepaskan tangan itu.”
Seorang pengunjung toko membuat Eun Sang kaget. Won.
Mereka minum teh bersama. Won berkata Tan pasti sudah datang ke tempat ini. Apakah Eun Sang bertemu dengannya?
“Jika kau bertemu dengannya kau pasti tahu ia dalam keadaan kacau. Tidakkah kaupikir itu kesalahanmu? Kurasa sebagian adalah salahmu. Bagaimana menurutmu?” tanya Won.
Eun Sang diam tak menjawab.
Won bertanya bagaimana dengan sekolah. Bagaimana dengan Tan? Apa Eun Sang tidak merindukannya? Eun Sang menatap Won.
“Apa kau berusaha bertahan melaluinya atau kau sudah melepaskannya? Kau harus mengatakan sesuatu agar aku bisa mengatakan apa yang akan kukatakan padamu.”
“Aku tidak akan menemuinya. Aku tidak akan melihatnya. Aku akan melupakannya! Aku pasti akan melupakannya!” Eun Sang berusaha meyakinkan Won, dan mungkin dirinya sendiri. Tapi itu juga berarti ia belum melupakan Tan.
Ia bertanya apa yang hendak Won katakan padanya, karena ia sedang sibuk.
“Kapan kau ingin segalanya kembali seperti semula?” tanya Won. Eun Sang bingung.
Won berkata Eun Sang berada di sini karena kesalahan ayahnya. Ia dan Tan tahu betul hal itu. Jadi Eun Sang bisa meminta apa yang Eun Sang inginkan. Ia datang untuk melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Apa yang akan Eun Sang lakukan?
Eun Sang tidak bisa menjawab.
“Jika sulit untuk memutuskan, jangan melihat terlalu jauh ke depan. Cukup pikirkan mengenai hari esok. Pikirkan apa yang mau kaulakukan besok. Dan itu akan memberimu jawaban yang berbeda. Jika kau memerlukan alasan untuk kembali pada Tan, bagaimana dengan ujian akhir? Terkadang membuat alasan cukup membantu saat kau tidak bisa mengumpulkan keberanian.”
Won menemui Tan yang duduk menyendiri di gudang anggur. Ia berkata bukankah Tan akan melakukan apapun yang ia katakan. Tan bertanya kapan ia ke Amerika, ia akan pergi.
“Hal pertama yang kuinginkan darimu adalah...berusahalah di ujian akhir. Pergilah ke sekolah. Jika kau mendapat ranking terakhir….” Won menghela nafas panjang.
Ia berjalan ke deretan wine miliknya dan mengambil sebuah surat terlipat. Rupanya Eun Sang meninggalkan surat itu di situ karena tahu Won sering mengambil wine tersebut dan berharap Won akan memberikan surat itu pada Tan. Won berkata ia menemukan surat itu beberapa hari yang lalu dan tadinya ia tidak akan memberikannya pada Tan. Apa untungnya baginya?
“Tapi jika ini bisa menjadi alasanmu untuk hidup, maka hiduplah. Kau yang memintaku menyelamatkanmu,” kata Won, mengulurkan surat itu pada Tan.
Tan mengambil surat itu dan membacanya.
“Dear Tan, dua musim telah berlalu. Musim panas saat kita bertemu terlihat jauh seperti mimpi. Tempat itu sangat panas di siang hari dan terlalu dingin di malam hari. Dan aku menyukaimu.
Kita saling dibutakan oleh cinta. Kita terlalu panas dan terlalu dingin. Mungkinkah aku bisa melupakan itu? Maaf aku harus melarikan diri seperti ini. Aku minta maaf karena telah berbohong bahwa aku akan menunggumu. Kau satu-satunya hal baik yang terjadi padaku. Sekarang aku akan menghilang seperti mimpi di musim panas. Menyenangkan melihatmu dalam mimpi itu, Kim Tan.”
Eun Sang memandang seragam Jeguknya. Memikirkan perkataan Won siang tadi. Apa yang akan ia lakukan?
[Bersambung]
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !