Drama: The Heirs (2014)
also known : The InheritorsHeritors
The One Trying to Wear the Crown, Bears the Crown – The Heirs
He Who Wishes To Wear the Crown, Endure Its Weight – The Heirs
One Who Wants to Wear the Crown, Bear the Crown – The Heirs
Those Who Want the Crown, Withstand the Weight of it – The Heirs
Genre : Romance,Comedy,Drama,School
Written by Kim Eun-sook
Directed by Kang Shin-hyo
Country of origin South Korea
Originallanguage(s) Korean
No. of episodes 20
CAST :
SINOPSIS LENGKAP
Berita mengenai pernikahan ibu Rachel dan ayah Young Do tersebar di media. Dan murid-murid menanggapi dengan negatif pemberitaan itu. Mereka menganggap keluarga Young Do dan Rachel kacau balau. Rachel mendengar perkataan mereka. Ia tetap berjalan melewati mereka dengan kepala tegak.
Young Do menyapanya dengan sebutan sister. Rachel heran Young Do masih bisa bercanda. Young Do berkata biasanya cinta bertumbuh saat orang menjadi adik kakak. Rachel berkata ia sempat berpikir mungkin itu memang solusi untuk membatalkan pernikahan orang tua mereka.
“Belum terlambat bukan?” tanyanya.
“Terlambat. Aku sudah menyukai orang lain.”
“Kau…jangan-jangan….”
“Bersiaplah, kuatkan dirimu….ini akan menjadi hari yang sulit. Jika ada sesuatu, panggi aku, oppa-mu.”
Murid-murid menemui mereka dan mengucapkan selamat. Saham Zeus dan RS Internasional melesat naik akibat pemberitaan itu. Mereka berceloteh mau seberapa jauh lagi jarak ranking bisnis keluarga Young Do dan Rachel dibandingkan dengan keluarga mereka. Secara tidak langsung menyindir pernikahan itu hanya untuk menambah kekayaan keluarga Rachel dan Young Do.
Eun Sang mendengar dari jauh. Walau Young Do terlihat tak peduli tapi sebenarnya ia terpengaruh juga oleh masalah pernikahan ayahnya. Bo Na yang ada di samping Eun Sang berkata para anak-anak itu mengucapkan selamat di mulut mereka tapi hati mereka tidak begitu.
Eun Sang berkata mereka semua berteman, mungkin saja benar-benar mengucapkan selamat. Bo Na berkata mana ada teman di sekolah ini, bagi semua orang di sini yang ada hanya koneksi.
Rachel berjalan pergi tanpa mengucapkan apapun. Di luar barulah ia menangis. Tan menghampirinya dan bertanya apakah Rachel tidak apa-apa.
“Apakah bagimu lebih baik jika aku tidak baik-baik saja? Jujur saja, kau senang keadaanku buruk kan?”
Tan berkata dalam dua hari masalah ini akan berakhir. Rachel berkata Tan tidak perlu mengurusinya. Kenapa mendadak Tan bersikap sebagai seorang tunangan? Tan berkata ia bersikap sebagai teman.
“Kau yang terburuk. Mengapa kau tidak bersikap seperti mereka?” ujar Rachel sambil menangis.
“Saat kau tidak tahu cara yang benar untuk melampiaskan amarahmu, mengapa kau pura-pura menjadi orang dewasa?”
Rachel menangis terisak-isak. Tan menepuk pundaknya.
Eun Sang melihat keduanya dari balkon.
Young Do menghampirinya.
“Jika kau cemburu, apakah sebaiknya aku memelukmu juga?” tanyanya dengan nada meledek seperti biasanya.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Eun Sang.
“Apa?” tanya Young Do bingung.
Eun Sang berkata berita itu juga berkaitan dengan Young Do. Young Do terdiam.
“Kuharap kau baik-baik saja. Jika dipikir-pikir, kau juga baru berusia 18 tahun,” kata Eun Sang.
Tan yang masih menepuki pundak Rachel, melihat ke atas. Ia melihat Young Do dan Eun Sang sedang bicara.
Eun Sang berkata ia akan menarik pikiran untuk membalas dendam pada Young Do. Ia pergi meninggalkan Young Do yang masih terpaku di tempatnya.
Tan pergi ke studio penyiaran mencari Eun Sang. Eun Sang di dalam studio ruang siaran, sedang memilih-milih lagu. Lalu Tan menumpuk kursi di depan pintu masuk ruang siaran, agar Eun Sang tidak bisa keluar dari sana.
“A..A..mic test I, 2, check…”
Eun Sang bingung mendengar suara di headphonenya. Ternyata Tan menggunakan mic di panel kontrol untuk berbicara dengan Eun Sang.
“Hello, Sidney?”
Eun Sang langsung tahu yang berbicara adalah Tan. Hanya Tan yang tahu kegemarannya menonton film horror. Dan kata-kata “Hello, Sidney” adalah ucapan pembunuh dalam sebuah film (kalau ngga salah film Scream). Eun Sang bangkit berdiri.
“Tunggu, dengarkan apa yang hendak kukatakan sebentar saja,” ujar Tan. Eun Sang kembali duduk di kursinya. Ia tidak bisa melihat Tan yang duduk di balik panel kontrol.
“Yang ingin kukatakan adalah… keberadaanku seringkali menjadi kesalahpahaman bagi banyak orang. Dan kesalahpahaman itu tidak bisa dijelaskan. Karena itu aku berusaha keras untuk menjelaskan kesalahpahaman yang bisa kujelaskan.
Pertama, hal yang kulihat antara aku dan Rachel tadi hanyalah pertemanan. Jangan salah paham.
Kedua, ketika kau jatuh ke kolam renang, aku minta maaf karena tidak menolongmu keluar dari sana. Aku menahan diri karena banyak orang di sana dan tidak ingin memberimu kesulitan. Tapi, jika aku tahu aku akan merasa menyesal mengenai itu, aku seharusnya menolongmu dan membiarkanmu dalam situasi tidak enak.” (Eun Sang tersenyum sedikit mendengarnya)
“Dan yang terpenting adalah yang ketiga. Apa yang kau bicarakan dengan Choi Young Do tadi? (Hahaha….jealous mode: on) Apa yang kaukatakan hingga matanya bergetar seperti gempa bumi? Jika kau terus menggoyahkan perasaan Choi Young Do, apa kau mau mati?” omel Tan. Pffft… Jika Eun Sang selalu mengubah melodrama menjadi horror, Tan mengubah melodrama jadi komedi
Eun Sang melepas headphonenya dan bangkit berdiri.
“Hei, jangan keluar! Kau tidak berhak untuk menjelaskan,” seru Tan.
Eun Sang dengan mudah membuka pintu. LOL…pintunya ternyata dibuka ke dalam, jadi blokiran Tan sia-sia
Tan berkata ia memblokir Eun Sang agar tidak bisa keluar. Ia tahu Eun Sang selalu mengatakan hal yang benar dan ia tidak bisa menang jika bersilat lidah melawannya.
“Astaga… memang ada alasannya kenapa kau ranking 100,” ledek Eun Sang.
“Kau melihatnya?? Ah, kenapa kau melihat ranking orang lain? Kau benar-benar aneh.”
“Dan kau? Ini pertama kalinya aku berbicara dengan orang ranking terakhir. Cukup menghibur.”
“Hahaha, “Tan tertawa sumbang (yang ngga sumbang), lalu dengan serius ia berkata, “Hei, kau seharusnya bertanya pelajaran apa yang menurutku paling sulit lalu menawarkan untuk menolongku. Tidak bisakah kau katakan itu?”
Ia pergi dengan kesal, meninggalkan Eun Sang tetap terblokir tumpukan kursi.
Young Do dan Myung Soo makan di kedai tempat mereka biasa nongkrong semasa SMP. Di dinding penuh dengan tulisan para pengunjung kedai itu (jadi inget waktu SMA di sekolah juga ada papan DU –Dari Untuk^^ jaman sekarang masih ada ngga ya?). Myung Soo berkata tulisannya pasti sudah tertutup tulisan lain. Kata-kata itu akan terlihat indah seperti perhiasan jika ia bisa melihatnya.
“Tentu saja. Annyeong Lee Bo Na, berbahagialah. Goodbye Yoo Rachel,aku mengharapkan kebahagiaan untukmu,” ledek Young Do.
“Jangan mengolok cinta tak terbalasku,” gerutu Myung Soo.
Young Do bertan ya dengan nada serius, ke manakah kebahagiaan yang pernah diharapkan Myung Soo itu. Myung Soo membenarkan. Tapi apakah mereka harus jauh-jauh ke sini hanya untuk makan tteobokki?
“Hari ini semua orang di negeri ini menjadi saksi betapa kacaunya keluarga kami,” kata Young Do.
“Apa hubungannya?”
“Semua dimulai dari sini. Tempat aku kehilangan semuanya.”
“Apa yang kaubicarakan ini?”
Kilas balik:
Tan remaja mengejar Young Do untuk memberitahukan sesuatu yang penting. Ia berusaha mengajak Young Do ke kedai tteobokki itu. Tapi Young Do yang sekarang tidak suka pada Tan tidak mau mengikutinya, bahkan menyebutnya anak haram. Tan berkata Young Do akan menyesali saat ini selamanya. Young Do mengabaikan Tan dan berjalan pergi.
“Kau kehilangan apa?” tanya Myung Soo.
“Ibu. Teman.”
“Kau kehilangan ibu temanmu?”
“Makan.”
Won menemukan Sekretaris Yoon sedang merenung karena berita pernikahan Ester Lee. Won bertanya mengapa Sekretaris Yoon dulu putus dengan Ester Lee. Sekretaris Yoon heran karena Won mengetahui ia pernah berpacaran dengan Ester. Ia balik bertanya mengapa Won putus dengan Hyun Joo.
“Aku tidak putus dengannya. Aku hanya mengurutkan berdasarkan prioritas. Pertama Jeguk Grup, lalu Hyun Joo.”
“Itu adalah pilihan yang kalian ambil. Mengapa kalian pikir kami akan menunggu? Keputusan Presdir Lee dan keputusan Presdir dalam mengurutkan prioritas adalah pilihan.”
Maksud Sekretaris Yoon adalah, Presdir Lee dan Won memilih bisnis mereka lebih utama dari cinta. Namun atas dasar pemikiran apa Won berpikir Hyun Joo akan menunggunya? (sama seperti Sekretaris Yoon yang tidak menunggu Ester Lee dan menikah dengan ibu Chan Young)
Pembicaraan mereka terhenti karena Won kedatangan tamu. Nyonya Jung.
Nyonya Jung bertanya apakah Won tahu kapan Tan berulangtahun. Won tidak ingin membahasnya. Ia sedang sibuk.
“Apa kau ingat saat kau berulangtahun 18 tahun? Apakah kau ingat apa yang diberikan ayahmu sebagai hadiah ulang tahun? Sejak minggu kemarin, saham Grup Jeguk yang dibeli dengan meminjam nama orang lain, mulai diubah oleh ayahmu menjadi saham atas nama seseorang. Pasti itu hadiah ulang tahun Tan yang ke-18, bukan?”
Ia berkata saham terbesar yang dimilik Tan adalah saham Jeguk Holding. Jika Tan mendapat hadiah ulangtahunnya, maka jumlah sahamnya akan menyamai bahkan melebihi jumlah nilai saham Won.
Won terguncang mendengar hal ini dan langsung menelepon mencari Sekretaris Yoon. Ia bertanya mengapa Nyonya Jung memberitahunya hal ini.
“Anggap saja kasih sayangku setelah membesarkanmu selama 10 tahun.”
Sekretaris Yoon masuk ruangan Won. Won memerintahkannya untuk secepat mungkin membuat daftar nama orang-orang yang memegang saham Tuan Kim dengan nama mereka.
“Bagaimana kau menyuruhnya melakukan itu? Orang yang paling banyak memegang saham ayahmu atas namanya,” ujar Nyonya Jung.
Won terkejut dan menatap Sekretaris Yoon dengan kecewa, ia merasa dikhianati. Tapi Sekretaris Yoon dengan tenang berkata sekarang adalah waktu untuk rapat.
Jadi Tuan Kim memiliki sejumlah saham yang dibeli atas nama orang lain (termasuk Sekretaris Yon dan mungkin para dewan direksi) dan sekarang saham-saham itu sedang diubah menjadi milik seseorang. Nyonya Jung berasumsi saham itu diubah menjadi atas nama Tan dan akan diberikan pada Tan sebagai hadiah ulang tahun. Dengan begitu Tan akan memiliki nilai saham yang sama atau bahkan melebihi Tan. Hmmm...apakah mereka tidak pernah berpikir Tan akan dengan rela hati memberikan sahamnya pada kakaknya asalkan kakaknya mau pulang ke rumah dan menerima kehadirannya?
Nyonya Jung bertanya apakah dalam kantor ini ada orang yang berada di pihak Won. Won terhenyak.
Selama rapat, Won melihat ke sekelilingnya, para dewan direksi yang bekerja di bawahnya. Pertanyaan Nyonya Jung terngiang di benaknya. “Apakah dalam kantor ini ada orang yang berpihak padamu?”
Eun Sang dimintai tolong pelayan lain keluarga Kim untuk mengganti sesuatu di lantai atas. Saat melewati kamar Tan, Eun Sang mengendap-endap agar tidak ketahuan.
Tapi Tan memergokinya dan menarik Eun Sang masuk ke kamarnya, lalu menutup pintunya. Ia bertanya apa yang dibicarakan Eun Sang dan Young Do tadi di sekolah. Apa Eun Sang mendapat pengakuan lagi?
“Lalu apa yang akan kaulakukan?” tanya Eun Sang.
Tan berkata karena sekarang kepribadiannya semakin baik, ia akan melepaskan Eun Sang, atas kejahatan berbicara dengan Young Do. Eun Sang berjalan pergi.
“Jika kau membalikkan tubuhmu, aku akan memelukmu.”
“Kau akan mati.”
“Jika kau melawan perkataanku, aku akan memberimu kiss.”
“Jadi,” Eun Sang berbalik, “Harus bagaimana?” tanyanya pelan saat melihat wajah Tan berada dekat dengan wajahnya.
“Aku memintamu untuk bicara dengan kasih sayang,” kata Tan.
“Nanti…” ujar Eun Sang dengan jantung berdebar kencang.
“Nanti, kapan? Kau bahkan belum membayar waktu 5 menitku yang kaubeli (Eun Sang berjanji menraktir Tan makan),” kata Tan.
Tiba-tiba pintu terbuka dan Nyonya Han masuk. Eun Sang dan Tan terkejut.
“Aku merasakan firasat aneh. Apa yang kalian lakukan? Apa kalian gila?”
Tan dan Eun Sang sama-sama berusaha menjelaskan.
“Kalian tidak bisa diam! Apa kalian berdua berpacaran selama ini tanpa sepengetahuanku?”
Tan menyuruh Eun Sang turun, ia akan bicara pada ibunya. Tapi Nyonya Han mana mau melepas Eun Sang begitu saja. Ia bertanya apa Eun Sang sudah gila? Hanya karena hidup dalam satu rumah, apa Eun Sang menganggap rumah ini rumahnya juga? Apa Eun Sang pikir bisa seenaknya masuk kamar Tan?
“Hentikan, Ibu! Ia sudah menghadapi banyak kesulitan hanya karena aku menyukainya!”
“Apa? Apa yang dikatakan anak yang sudah kehilangan akal sehatnya ini?” seru Nyonya Han kaget.
Eun Sang berusaha menjelaskan tapi Nyonya Han membentaknya agar diam.
“Katakan lagi, apa yang kaukatakan tadi?”
“Kubilang aku menyukainya. Dan aku benci Ibu memperlakukannya seperti ini!”
Nyonya Han menyuruh Tan menurunkan suara karena Tuan Kim bisa mendengar. Tan menyuruh Eun Sang pergi.
Eun Sang terpaku di luar kamar Tan. Di dalam terdengar suara Nyonya Han berkata bukan saatnya bagi Tan untuk berpacaran seperti itu, di saat Won menduduki posisi Presdir.
Tan berkata itu memang posisi Won sejak awal. Nyonya Han sangat kesal. Tan berkata ibunya tidak bisa menyuruhnya mengambil semua hal yang diinginkan ibunya. Tidak ada seorang pun yang bisa memutuskan apa yang harus ia miliki atau siapa yang harus ia cintai.
“Jangan memutuskan sesuai keinginan Ibu. Aku yang akan memutuskan. Aku sedang berusaha bersandar pada Eun Sang. Tolong dukung aku, Ibu.”
Nyonya Han tidak mengatakan apa-apa lalu pergi.
Eun Sang masuk ke kamarnya dengan perasaan terguncang. Ibu Eun Sang melihatnya dan bertanya ada apa.
“Apa yang harus kulakukan, Ibu? Aku sejenak pergi ke kamar putera kedua,” kata Eun Sang terbata-bata.
Brakk! Pintu dibuka, Nyonya Han masuk dan mendorong Eun Sang ke pinggir.
“Ahjumma, apa kau waras? Apa kau membalas kebaikanku seperti ini?”
Ibu Eun Sang melongo. Bingung.
Nyonya Han bertanya bagaimana ibu Eun Sang mendidik puterinya. Ia sudah memberi tempat tinggal, makanan dan gaji karena tidak ada tempat lain yang bisa dituju. Bahkan menyekolahkan Eun Sang. Tapi berani-beraninya Eun Sang masuk kamar puteranya tanpa menyadari statusnya?
Eun Sang berkali-kali minta maaf pada Nyonya Han. Ibu Eun Sang melindungi puterinya. Dengan bahasa isyarat ia berkata masuk kamar Tan adalah kesalahan Eun Sang. Tapi Tan yang tiap hari mencari Eun Sang. Mengapa langsung menyalahkan puterinya tanpa menanyakan keseluruhan cerita?
“Apa yang dikatakan ibumu?”
“Ia meminta maaf dan akan menghukumku. Juga mulai sekarang…”
Ibu Eun Sang menepak Eun Sang karena salah menerjemahkan. Tan masuk untuk membawa ibunya pergi. Ia berkali-kali minta maaf pada ibu Eun Sang.
“Minta maaf untuk apa?! Kau, ke sekolah atau ke manapun juga, jangan pernah berpikir untuk keluar dari rumah ini!” ujar Nyonya Han marah. Lalu ia mengusir Eun Sang.
Tan menggiring ibunya keluar dari sana. Eun Sang menangis. Ia meminta maaf pada ibunya karena ibunya harus mendengar hal semacam ini.
Ibu Eun Sang menatap puterinya dengan penuh pengertian.
“Karena Ibu tidak bisa bicara, Ibu minta maaf karena tidak bisa membelamu, puteriku.”
“Tidak…aku minta maaf. Aku minta maaf karena aku sudah menyukainya, Ibu…”
Ibu Eun Sang bertanya apa sebaiknya mereka keluar dari rumah ini.
“Bisakah kita melakukannya? Apa kita punya uang?”
“Kita bisa mencari cara gar kita berdua bisa hidup.”
“Kalau begitu ayo kita pergi. Aku juga ingin pindah sekolah lagi,” kata Eun Sang sambil menangis putus asa.
Ibu Eun Sang meminta Eun Sang bersabar hingga akhir bulan. Setelah ia menyerahkan pekerjaannya pada orang lain, mereka akan pergi. Eun Sang mengangguk. Ibu Eun Sang memeluk puterinya dan menenangkannya.
Sejak itu, Eun Sang tidak mengangkat telepon maupun menjawab pesan dari Tan. Tan tak tahan lagi dan mencarinya ke kamarnya. Tapi Eun Sang tidak ada di sana.
Tan pergi ke dapur menemui ibu Eun Sang. Ia memohon agar ibu Eun Sang memberitahu di mana Eun Sang berada. Ibu Eun Sang menatap Tan dengan pengertian.
“Ia pergi beberapa waktu lalu. Ia bilang akan menginap di rumah teman. Jangan khawatir.”
Tan pergi mencari Eun Sang dan berkali-kali meneleponnya, tapi ia tidak menemukannya.
Eun Sang menelepon Bo Na. Ia bertanya apakah ia bisa menginap di rumah Bo Na sehari saja.
“Apa kau mengigau?! Aku tutup…”
“Kalau begitu Chan Young…”
“Seoul, Gangnam-gu, Cheongdamdong No 521! Cepat kesini sekarang juga! Panggil taksi sekarang, oke?!”
Eun Sang tiba di rumah Bo Na. Bo Na bertanya apa yang terjadi, Eun Sang kabur atau diusir? Eun Sang mengaku ia diusir dan karena dirinya, ibunya berada dalam posisi sulit.
“Kenapa kau yang diusir di saat ibumu yang berada dalam posisi sulit? Jika kau tidak memberitahuku, aku tidak akan membiarkanmu menginap di sini.”
Eun Sang tersenyum. Ia berkata Bo Na pasti terkejut jika tahu. Bo Na ingin tahu, apa Chan Young juga tahu? Eun Sang mengangguk. Bo Na semakin ingin tahu.
Eun Sang mengaku ibunya seorang pembantu dan sekarang menghadapi masalah dengan keluarga majikannya. Bo Na berkata ia sebenarnya sudah bisa menduga dari banyak pekerjaan paruh waktu yang dilakukan Eun Sang.
Eun Sang berkata ibunya juga bisu.
“APA?! Maaf, aku terlalu terkejut, ya? Aku seharusnya tidak seterkejut itu dalam hal ini. Maaf.”
Eun Sang tersenyum, ternyata Bo Na lebih baik dari yang ia pikirkan. Ia sudah banyak menyumpahi Bo Na.
“Tidak apa-apa, karena aku menyumpahimu lebih banyak. Kalau begitu siapa ibu yang membayar perjalanan kemah?”
“Eh itu…”
“Tidak…sudahlah. Aku tidak akan mendengarnya. Jika aku mendengar terus, nantinya aku benar-benar berteman denganmu. Juga, kau harus membayar untuk menginap di sini. Anggap saja impas dengan foto masa kecil Chan Young.”
“Nanti kau menyesal.”
“Chan Young tidak mungkin pernah terlihat jelek,” Bo Na membela kekasihnya. Eun Sang tersenyum.
Namun malam itu, Eun Sang dan Tan sama-sama tidak bisa tidur.
Keesokan paginya, Eun Sang berangkat sekolah sangat pagi. Bahkan pintu gerbang sekolah pun belum dibuka.
Ia berjalan ke minimarket dan melihat Young Do ada di minimarket sedang memakan ramennya. Young Do juga melihatnya. Eun Sang masuk ke minimarket. Ia melihat Young Do tidak ada di kursinya, hanya ada ramennya di atas meja.
“Aku di sini,” ujar Young Do mengagetkan Eun Sang.
“Aku tidak mencarimu.”
“Sudah waktunya kau mencariku. Tapi apa kau menginap di luar?”
“Itu yang ingin kutanyakan padamu.”
Young Do bertanya mengapa Eun Sang menginap di luar, meninggalkan rumah besar itu. Eun Sang berkata Young Do tidak perlu tahu. Ia mengambil permen (karena uangnya hanya sedikit). Tapi Young Do mengambil permennya dan menggantinya dengan kue/sandwich.
“Ini lebih enak. Percayalah padaku. Aku sudah memakan semua yang ada di sini.”
“Mengapa kau selalu makan di minimarket padahal kau sangat kaya?”
“Karena tidak akan terlihat aneh jika aku makan sendirian.”
“Apa kau selalu sendirian?” tanya Eun Sang prihatin.
“Jangan melihatku seperti itu. Itu membuatku gugup.”
Lalu keduanya pergi ke sekolah. Mereka menunggu lampu merah untuk menyeberang. Eun Sang berdiri jauh-jauh dari Young Do dan terus menunduk karena ia tahu Young Do memperhatikannya.
Young Do melihat sebuah mobil berhenti di seberang jalan. Tan turun dari mobil itu dan berdiri di seberang. Ia sudah melihat Eun Sang dan Young Do. Eun Sang yang menunduk tidak tahu Tan ada di seberang.
“Jika kau sedang menghindari Kim Tan, perlukah aku menolongmu?” tanya Young Do.
“Aku tidak perlu bantuanmu,” ujar Eun Sang tanpa menoleh.
“Mari bertaruh kali ini. Kau tidak akan kalah jadi siapapun yang menang, bertepuk tanganlah,” ujar Young Do.
Ia menarik Eun Sang lalu merangkul pundaknya agar Tan melihat. Eun Sang meronta. Ia masih belum melihat Tan.
“Walau kau tidak menyukainya, bersabarlah. Akan lebih baik jika kau menyukainya,” ujar Young Do. “Aku penasaran untuk melihat apa yang akan dipertaruhkan Kim Tan.”
Mendengar itu barulah Eun Sang sadar Young Do merangkulnya karena ada Tan. Ia melihat ke seberang. Tan menatapnya.
Lampu hijau untuk menyeberang. Young Do merangkul Eun Sang berjalan menyeberang dan Tan dari arah berlawanan. Sekilas mereka seakan hendak saling melewati, tapi Tan memegang tangan Eun Sang. Young Do memegang tangan Tan.
“Cha Eun Sang, tatap aku,” pinta Tan.
“Lepaskan tangannya,” ujar Young Do.
“Kau, diam!”
Eun Sang menarik tangannya dari genggaman Tan.
Tan nampak terpukul. Ia menepis tangan Young Do.
“Cha Eun Sang..”
“Aku tidak bisa melanjutkannya lagi. Aku minta maaf.”
“Aku tahu kau mengalami kesulitan, aku salah. Aku tidak bisa berjanji di masa depan semuanya akan baik-baik saja.”
Ia mengulurkan tangannya pada Eun Sang.
“Meski begitu, mari kita pergi. Peganglah tanganku.”
Eun Sang menatap tangan Tan yang terulur sambil menangis.
“Jangan memegangnya,” Young Do memperingatkan.
[Bersambung]
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !