Also known as : You Who Came from the Stars,You from Another Star,My Love from the Stars,My Love from Another Star,Man from the Stars,Man from Another Star
Genre : Romance,Comedy,Drama,Sci-Fi
Written by : Park Ji-eun
Directed by : Jang Tae-yoo
Country of origin South Korea
Originallanguage(s) Korean
No. of episodes 21
Production : Executiveproducer(s) Choi Moon-suk
Producer(s) Moon Bo-mi
Location(s) Korea
Cinematography Lee Gil-bok, Jung Min-gyun
Camera setup Multiple-camera setup, Running time 70 minutes
Productioncompany(s) HB Entertainment
Broadcast : Original channel SBS and regional affiliates
Picture format 1080i (HDTV), Original run 18 December 2013 – 27 February 2014
STARRING :
SINOPSIS LENGKAP :
Prolog episode 18:
Min Joon sebenarnya tidak pergi. Ia melihat dari balik gedung ketika Song Yi berteriak-teriak memanggilnya. Melihat kepanikan dan keputusasaan di wajah Song Yi karena tidak menemukannya, Min Joon sangat sedih.
Ia menghampiri Song Yi dan bertanya mengapa Song Yi berteriak-teriam memanggilnya seperti itu. Song Yi langsung memegang tangannya dan bertanya Min Joon dari mana saja.
Min Joon berkata ia jalan-jalan mencari udara segar. Song Yi berkata Min Joon membuatnya takut, ia kira Min Joon telah pergi.
“Memangnya aku akan pergi ke mana?”
“Rasanya seperti kau akan pergi.”
“Aku tidak akan pergi. Aku tidak akan pergi meninggalkanmu. Aku akan tinggal.”
“Apa yang kaukatakan?”
“Kubilang aku tidak akan pergi,” kata Min Joon sambil tersenyum. “Bahakan setelah 1 bulan, 2 bulan, jadi jangan khawatir.”
“Apakah tidak apa-apa jika kau tidak pergi?”
“Tidak apa-apa.”
“Benarkah tidak apa-apa?” Song Yi masih tidak yakin.
Min Joon tersenyum mengiyakan. Song Yi memeluk Min Joon erat-erat. Min Joon balas memeluknya.
Namun tiba-tiba Min Joon mendapat penglihatan lagi. Ia melihat dirinya terbaring di tanah dan lambat laun tubuhnya menghilang, melebur ke udara.
Min Joon tersentak kaget. Ada apa, tanya Song Yi khawatir. Min Joon tidak mengatakan apa yang ia lihat barusan. Ia mengajak Song Yi pergi.
“Ke mana?”
“ke tempat yang dikelilingi tembok dan ditutupi atap. Tempat yang gelap dan tidak seorangpun bisa melihat. Tempat di mana hanya ada kau dan aku.”
Song Yi menyadari Min Joon pasti mendengar perkataan Yoon Jae. Min Joon tersenyum dan menggandeng Song Yi masuk ke vila.
Sementara itu Jae Kyung duduk berhadapan dengan mantan isrinya, Yoo Seok, dan Detektif Park. Hwi Kyung duduk di sampingnya. Jae Kyung menegur adiknya. Seharusnya Hwi Kyung memberitahunya jika akan membawa tamu. Dengan dingin Hwi Kyung berkata kakaknya mungkin menolak datang jika tahu ia datang dengan siapa.
Jae Kyung beralih memandang mantan istrinya. Seakan tidak pernah terjadi apa-apa, ia menyapanya.
“Lama tak bertemu.”
“Sudah 7 tahun. Tujuh tahun sejak kau mengurungku.”
“Apa kau bilang?” tanya Jae Kyung pura-pura terkejut.
Yoo Seok berkata Yang Min Joo telah dikurung paksa di rumah sakit jiwa selama 7 tahun. Jae Kyung tetap pura-pura tidak tahu, seakan ia baru mendengar hal itu.
“Dan Lee Jae Kyung-sshi, Anda hari ini berada di sini sebagai tersangka yang telah mengurung paksa Yang Min Joo secara tidak sah,” kata Detektif Park.
“Aku? Untuk apa aku melakukannya? Bukankah Anda datang ke sini sama-sama setelah mendengar hanya dari satu pihak saja? Apalagi kata-kata dari seseorang yang tidak waras?” tanya Jae Kyung tenang.
Min Joo marah. Ia berseru ia sepenuhnya baik-baik saja dan tidak gila. Jae Kyung berkata ia kira Min Joo sedang studi dengan baik di luar negeri. Ia mengirim Min Joo ke luar negeri karena keinginan Min Joo. Min Joo menatap mantan suaminya tak percaya.
Jae Kyung berpaling pada Hwi Kyung dan berkata Hwi Kyung sepertinya telah salah paham. Ia sama sekali tidak ada hubungannya dengan dimasukkannya Min Joo ke rumah sakit jiwa.
“Kak, katakan yang sebenarnya,” pinta Hwi Kyung.
“Apanya? Oya, aku ada jadwal lain. Jika ada hal lain yang ingin kalian selidiki, aku akan meluangkan waktu bersama pengacaraku.”
Dan Jae Kyung melenggang pergi begitu saja.
Min Joo berdiri untuk protes tapi ia terlalu lemah. Hwi Kyung menyusul kakaknya ke luar. Jae Kyung menepis tangan adiknya yang mencoba menahannya dan memelototinya dengan marah.
Hwi Kyung bertanya apakah benar-benar tidak ada yang akan Jae Kyung katakan.
“Tentang apa?” tantang Jae Kyung.
“Kakak ipar dan Han Yoo Ra, juga….mengenai kakak tertua.”
Jae Kyung terkejut dan menatap adiknya. Ia bertanya apa Hwi Kyung sudah gila. Memangnya apa yang bisa ia katakan mengenai mereka?
Dengan sedih Hwi Kyung menatap kakaknya. Ia berkata ia memberi kakaknya satu kesempatan terakhir. Kesempatan terakhir untuk kakak yang selama ini disukai dan dihormatinya. Tapi sekarang ia sepenuhnya menyerah.
“Aku menyerah memanggilmu kakak. Saat ini Anda bukan kakakku lagi.”
Song Yi dan Min Joon menemukan hanya ada satu kamar di vila itu. Err…sebenarnya ada dua kamar tapi pemanas di kamar yang satu lagi tidak berfungsi dengan baik. Song Yi berkata ia tidak bisa tidur jika kedinginan.
“Kalau begitu apa sebaiknya aku yang tidur di sana?” tanya Min Joon.
“Untuk apa? Mau bagaimana lagi, ini adalah situasi di mana tidak ada pilihan lain. Tidur saja di sini.” Hahaha…wajah Song Yi sih serius tapi aku bisa merasakan kalau hatinya berbunga-bunga
Min Joon bergumam sebenarnya situasinya tidak separah itu. Song Yi berkata ada satu syaratnya. Sama sekali tidak boleh kiss. Yaaaah, penonton kecewa hehe…
Tapi Song Yi mengungkapkan alasannya. Meski ia pernah bercita-cita menjadi perawat “Nightingale”, sebenarnya pekerjaan itu melelahkan. Setiap kiss, ia harus merawat Min Joon yang sakit
“Apa yang kaubicarakan? Dan lagi aku tidak akan melakukannya (kiss),” Min Joon membela diri.
“Kau tidak bisa menjamin hal yang mungkin saja terjadi di masa yang akan datang.”
“Aku tidak menjaminnya. Aku hanya mengatakan aku tidak akan melakukannya. Aku tidak memiliki niat untuk melakukannya.”
“Benarkah? Kalau begitu apa sebaiknya aku berbaring dan beristirahat di tempat tidur yang sama?” tanya Song Yi. Ia menoleh dan melihat Min Joon bengong menatapnya.
“Kenapa wajahmu jadi merah?” tanyanya.
“Aku?”
“Kenapa telingamu merah?” Mwahahaha beneran merah!!
“Karena aku kepanasan.”
“Kepanasan? Aku tidak merasa kepanasan. Anggap saja begitu. Aku berbaring duluan?”
“Eh?”
Song Yi melompat ke tempat tidur dan berbaring. Lalu menepuk tempat kosong di sampingnya.
“Apa kau tidak akan tidur?” tanyanya. Haha…ini yang cowo yang mana sih?
“Tentu saja,” Min Joon berusaha terlihat tetap ccol.
Ia berbaring di tempat tidur dengan kaku. Song Yi langsung mengangkat tangan Min Joon agar memeluknya dan ia membaringkan kepalanya di dada Min Joon.
Song Yi berkata kejadian di kapal bukan mimpi kan. Ketika itu ia berbaring di tangan Min Joon. Min Joon pura-pura tidak tahu.
“Aku benar, kan? Ketika itu kau menciumku.”
“Kau yang menciumku!” protes Min Joon. Hehe…ketauan deh^^
“Pokoknya itu kiss kita yang pertama,” ujar Song Yi senang.
Ia kembali membaringkan diri dan menyuruh Min Joon mematikan lampu karena ia mengantuk. Dengan gembira ia berkata ada bagusnya Min Joon itu seorang alien.
Min Joon menatap lampu kamar untuk memadamkannya. Lampu tidak mati. Ia mencoba lagi dan lagi. Lampu tetap menyala. Ia terpaksa bangun dan berjalan ke saklar lampu untuk mematikannya. Song Yi bertanya apa Min Joon tidak bisa mematikan lampu dengan kekuatannya. Min Joon beralasan saat ini kondisinya tidak baik.
Song Yi tidak membahasnya lagi. Ia kembali menepuk tempat tidur dan menyuruh Min Joon berbaring. Min Joon kembali ke tempat tidur sambil mengomel.
“Wanita seperti apa yang begitu blak-blakkan dan suka memaksa. Jangan melakukan itu di tempat lain, mengerti?!”
Bukannya marah atau sedih, Song Yi malah menyuruh Min Joon melakukannya lagi.
“Melakukan apa?”
“Apa yang baru saja kaulakukan.”
“Apa yang baru saja kulakukan? Wanita seperti apa yang dengan tidak tahu malu….” omel Min Joon.
“Benar, seperti itu. Manisnyaaa. Lakukanlah lagi,” Song Yi tertawa.
“O-ho..” Gaya marah jaman Joseon kayanya ;p
“O-ho..” Song Yi membeo dengan nada meledek.
Min Joon berdecak kesal, diikuti Song Yi.
“Lakukan lagi,” ujar Song Yi sambil tertawa.
“Kau yang melakukannya,” ujar Min Joon gemas sambil menggelitiki Song Yi.
Song Yi tertawa geli dan berseru ia tidak akan melakukannya lagi. Keduanya tidur sambil berpelukan.
Pengacara Jang datang ke rumah Min Joon karena Min Joon tidak mengangkat teleponnya. Di sana ia melihat tanaman Min Joon dengan heran. Tanaman itu banyak yang layu….
“Meski tak terhitung berapa lama waktu yang datang dan pergi, waktu yang tersisa untukku tidaklah banyak. Sekarang aku terlalu menyadarinya, bahwa lamanya waktu tidaklah penting.”
Min Joon memikirkan itu saat ia merenung dengan Song Yi tertidur di dalam dekapannya.
“Apa yang penting adalah dengan siapa kau menghabiskan waktu tersebut. Aku akan tetap tinggal di sini mulai sekarang , dan menghabiskan waktu bersamanya.”
Pagi harinya, Song Yi membuka mata dan melihat Min Joon sedang tersenyum menatapnya. Song Yi tersenyum dan kembali memejamkan mata. Min Joon menyuruhnya bangun untuk sarapan. Song Yi memiliki ide.
Ia meminta Min Joon mengangkatnya seperti yang pernah dilakukan Min Joon padanya. Ia minta agar Min Joon membuatnya melayang dan mendarat di depan pintu kamar mandi. Min Joon tidak mau dan menyuruh Song Yi berhenti bermain-main. Song Yi merajuk. Ia berkata waktu itu ia terlalu terkejut tapi sekarang ia menganggap hal itu menyenangkan.
“Cobalah sekali lagi. Kau tidak bisa?”
Min Joon menyerah dan mengerahkan kekuatannya untuk mengangkat Song Yi. Tapi tidak ada yang terjadi.
“Berapa berat badanmu?” tanyanya.
“Apa hubungannya? Waktu itu kau bisa melakukannya.”
Min Joon mencoba lagi. Kali ini Song Yi terangkat. Tapi baru beberapa cm, Song Yi kembali terhempas ke tempat tidur.
“Sudah selesai?” tanyanya sedikit kecewa. “Kau tidak bisa melakukan lebih?”
Min Joon mencoba lagi tapi tidak bisa. Song Yi berkata sepertinya Min Joon tidak bisa melakukanya.
Sebagai alien, harga diri Min Joon terusik. Ia beralasan ia baru saja bangun. Song Yi akhirnya bangun sendiri.
“Aku seharusnya tidak memintanya,” kata Song Yi. “Aku bisa bangun sendiri. Jangan mengkhawatirkanya.” Tapi Min Joon jelas khawatir.
Min Joon menyiapkan sarapan. Song Yi yang telah selesai mandi, memeluk Min Joon dari belakang. Ia bertanya apakah ada yang bisa ia bantu. Min Joon berkata ia sudah selesai memasak semuanya.
“Bukan itu. Mengenai kekuatanmu yang tidak bekerja.”
“Kekuatanku baik-baik saja.”
Song Yi berkata sepertinya Min Joon tadi kesulitan. Apa sebaiknya mereka mencoba obat-obatan. Tanduk rusa atau ginseng, misalnya? Ngg…..bukannya itu termasuk obat kuat?
“Sudah kubilang, tadi aku baru saja bangun. Dan kemarin aku kelelahan.”
“Tapi kemarin kita tidak melakukan apapun. Apa yang membuatmu begitu lelah? Kau bahkan tidak bisa memadamkan lampu. Di masa yang akan datang kau mungkin memiliki banyak alasan untuk menggunakan kekuatanmu. Apa yang bisa kita lakukan?”
“Percakapan ini membuatku tidak nyaman.”
“Tidak, tidak!” ujar Song Yi cepat. “ Jangan biarkan hal ini membuatmu sedih. Ada masanya kau bisa, dan tidak bisa. Pasti karena kau merasa gugup. Pasti. Jangan merasa sedih, Do Min Joon-sshi. Fighting!! Bersemangatlah.”
Song Yi melompat memeluk Min Joon kembali. Min Joon berusaha melepaskan Song Yi, tapi Song Yi terus menempel padanya untuk memberinya semangat.
Ketika mereka kembali ke apartemen, Song Yi masih membahas hal ini. Ia bertanya apa hilangnya kekuatan Min Joon hanya sementara, atau untuk seterusnya. Min Joon tidak ingin membicarakannya. Tapi Song Yi berkata ia penasaran. Ia ingin kekuatan Min Joon berlanjut karena itu menyenangkan.
Tapi saat ini mereka menghadapi masalah lain. Ibu Song Yi keluar dari apartemen Song Yi dan memergoki mereka berdua di depan lift. Ibu Song Yi langsung memarahi puteirnya yang semalaman tidak pulang ke rumah. Song Yi berbohong ia semalam pergi syuting.
Kebohongan yang langsung ketahuan karena ibunya tahu betul semua jadwal syuting. Ibu lalu sadar, jangan-jangan Min Joon dan Song Yi menghabiskan waktu berdua semalaman.
Min Joon merasa bersalah dan hendak menjelaskan. Song Yi langsung memotong kalau ia yang memaksa Min Joon pergi dengannya. Ibu berkata bukan siapa yang mengajak yang penting, tapi kepergian mereka berdua.
Ibu mulai memarahi Min Joon saat Pengacara Jang melangkah keluar dari lift. Ibu berkata ia tidak peduli Min Joon lulusan Harvard atau semacamnya, beraninya ia membawa Song Yi bermalam di luar rumah. Min Joon menunduk dan meminta maaf.
“Maaf? Kau minta maaf untuk apa?” tanya Pengacara Jang. “Chun Song Yi-sshi, jawab aku. Apa Min Joon menarik tanganmu dan membawamu pergi dengan paksa?”
“Tidak, aku yang mengajaknya pergi,” jawab Song Yi.
“Kalau begitu, Do Manajer jawab aku. Apa kau akan menikahi Song Yi kami?”
Min Joon bengong. Ibu bertanya kenapa Min Joon tidak bisa menjawab. Apa Min Joon membawa Song Yi pegi tanpa niat terhormat seperti itu? Min Joon tidak menjawab.
Ibu Song Yi meminta Pengacara Jang menjaga agar Min Joon tidak keluar batas. Ia berkata tidak pantas Min Joon melakukan ini jika tidak memiliki rencana ke depan.
Pengacara Jang tidak terima. Bagaimana bisa Min Joon keluar batas? Min Joon adalah seseorang yang tidak pernah menemui gadis manapun sebelum bertemu Song Yi. Mata Song Yi berbinar mendengarnya.
“Chun Song Yi-sshi yang sudah memikat puteraku yang polos. Dan ia jadi melakukan hal-hal yang tidak pernah dilakukannya sebelumnya!” terlalu mendalami peran sebagai ayah, Pengacara Jang menggetok kepala Min Joon.
“Song Yi kami memikat orang? Hei, apa kau yang memikatnya?!” tanya ibu Song Yi pada puterinya.
“Oh…ya, kurasa aku yang memikatnya,” Song Yi mengakui dengan polos.
“Bukan. Go Jan Nam Myeong. Pepatah tersebut mengatakan: bukankah suara tepuk tangan bisa dibuat hanya ketika dua tangan bertemu? Jadi ini bukan kesalahan satu pihak. Lebih jauh lagi, saya sepenuhnya mengerti hati seorang ibu yang menyalahkan saya, si pria dalam hubungan ini. Maafkan saya,” kata Min Joon, menggunakan tata bahasa jaman kuno.
Saking bingungnya, ibu Song Yi tidak jadi marah. “Berapa umur puteramu?” tanyanya pada Pengacara Jang.
Pengacara Jang bisa menerima ketika Min Joon berkata ia akan tetap tinggal dan tidak jadi kembali ke planetnya. Ia berkata setiap orang juga pasti mati suatu saat nanti, jadi sama saja. Namun yang ia tahu hanyalah Min Joon akan mati jika tidak kembali, ia tidak tahu kapan itu akan terjadi.
“Tapi apa ada yang tidak beres dengan tubuhmu?” tanyanya sambil memandang tanaman Min Joon yang layu.
“Itu….tidak apa-apa, aku baik-baik saja,” kata Min Joon berbohong.
Ketika makan malam, Min Joon mencoba menggerakkan cangkir dan tekonya dengan kekuatannya. Tapi kedua benda itu tidak bergerak. Apa terlalu jauh, pikir Min Joon. Ia mengisi cangkirnya dengan air, lalu menaruhnya lebih dekat. Tapi cangkir itu hanya bergetar ketika ia mencoba menggerakkannya.
Apa terlalu berat? Min Joon menaruh cangkir plastik di meja. Cangkir itu perlahan-lahan bergeser dan akhirnya jatuh ke lantai. Namun itu tidak membuat Min Joon tenang.
Ia mencoba menghentikan waktu. Berhasil. Min Joon tersenyum lega.
“Do Min Joon-sshii…..” terdengar suara Song Yi di apartemen sebelah memanggilnya.
“Do Min Joon-sshi…apa kau dengar? Kenapa aku ingin melihatmu lagi, meski belum lama sejak pertemuan kita yang terakhir? Tidak bisakah kau ke sini dengan menggunakan teleport? Ya? Ya? Do Min Joon-sshi…. Kenapa kau tidak menjawab? Kau sedang mempermainkan aku, kan?”
Ibu Song Yi dan Yoon Jae mengintip di pintu. Mereka melihat Song Yi berbicara seorang diri.
“Kenapa kau tidak menjawab? Jangan…jangan…Jangan seperti itu!” Song Yi menggoyang-goyangkan tangannya sambil tertawa geli. “Jika aku berpikir bahwa kau mendengar apa yang kukatakan saat ini, apa kau tahu seberapa kencang debaran jantungku?”
Siapapun yang melihat kelakuan Song Yi dan tidak tahu Min Joon itu siapa, pasti mengira Song Yi sudah gila. Begitu juga ibunya dan adiknya.
“Apa kau tidak akan datang? Aku menunggu…” terdengar suara Song Yi lagi.
“Baik, aku ke sana sekarang,” Min Joon mengirim pesan pada Song Yi.
“Benarkah? Cepatlah…”
Min Joon menerobos pintu untuk teleport. Tapi ia tidak berhasil. Song Yi mengeluh kenapa Min Joon belum datang juga.
“Tunggulah,” jawab Min Joon (melalui pesan).
Ia mencoba lagi. Kali ia berhasil. Tapi sebelah sandalnya tertinggal. Dan ia tidak mendarat di apartemen Song Yi, melainkan di tengah jalan. Untung saja Min Joon berhasil menghindar kendaraan yang lalu lalang dan tidak tertabrak.
Song Yi meneleponnya karena Min Joon tidak datang juga. Min Joon berkata ia tidak bisa datang. Kenapa, tanya Song Yi kecewa, apa Min Joon tidak bisa teleport. Min Joon berkata bukannya ia tidak bisa teleport, tapi karena situasinya tidak memungkinkan saat ini. Min Joon berlari pulang dengan satu kaki tidak mengenakan alas apapun.
Ayah Hwi Kyung menampar Hwi Kyung dengan keras ketika Hwi Kyung pulang. Dengan marah ia bertanya apa yang telah Hwi Kyung lakukan. Hwi Kyung berkata kakaknya sudah mengurung kakak iparnya selama 7 tahun.
“Kakak ipar? Siapa kakak iparmu? Ia hanya mainan yang kuberikan pada kakakmu,” ujar ayahnya. “Karena kakakmu sangat menyukainya, aku membiarkannya berada di rumah ini. Mungkin benda gila itu melakukan sesuatu yang membuat kakakmu marah. Karen itu ia terpaksa melakukan sesuatu seperti itu. Hanya karena itu, kau membuat kakakmu dipanggil ke kantor kejaksaan? Apa kau tahu orang seperti apa kakakmu itu?”
“Aku melakukannya karena aku perlu tahu orang seperti apa kakakku itu. Ia orang seperti apa, dan apa saja yang sudah ia lakukan. Aku harus tahu…”
“Keluar! Aku tidak punya putera lain lagi selain Jae Kyung. Semua keuntungan yang kaudapat karena telah menjadi anakku, tidak akan ada lagi mulai hari ini. Jadi keluarlah. Keluar. Keluar!!!” ayah Hwi Kyung mendorong Hwi Kyung pergi. Anak mana yang tidak terluka diperlakukan seperti itu. Poor Hwi Kyung. Cintanya sebelah tangan dan sekarang ia diusir dan tidak diakui oleh ayahnya sendiri.
Jae Kyung kali ini didampingi pengacaranya saat diinterogasi. Pengacara berkata Jae Kyung hanya saksi untuk kasus ini. Detektif Park berkata Jae Kyung adalah tersangka utama yang dituduh korban telah mengurung dirinya selama 7 tahun. Jae Kyung berusaha menyembunyikan senyumnya.
Pengacara menyerahkan berkas pemeriksaan Yang Min Joo dari rumah sakit jiwa. Dan di situ tercantum catatan perawatan jiwa yang diterima Yang Min Joo dari rumah sakit itu selama tahun 2002-2004, ketika keduanya masih menikah. Mendengar kata-kata dari orang sakit jiwa tidaklah masuk akal.
Detektif Park berkata itu adalah catatan 10 tahun lalu, tapi kemarin Yang Min Joo diperiksa psikiater dan psikiater itu menyatakan kondisi mental Min Joo baik-baik saja, meski tingkat kegugupannya tinggi karena stres dan trauma berkepanjangan.Namun ia dalam keadaan normal dan bisa memberikan keterangan akurat.
Tapi Jae Kyung tidak gentar. Ia malah tertawa ketika Detektif Park menyodorkan laporan kejiwaan Min Joo padanya. Yoo Seok berkata Yang Min Joo menyatakan bahwa Jae Kyung yang berada di balik pengurungannya di rumah sakit jiwa selama 7 tahun. Apa Jae Kyung mengakuinya?
“Tidak. Jika rumah sakit menahannya begitu lama, maka itu adalah masalah di antara mantan istriku dan rumah sakit,” kata Jae Kyung tenang.
Yoo Seok berusaha menahan kemarahn melihat sikap Jae Kyung yang begitu tenang dan angkuh. Detektif Park berkata ia memiliki catatan telepon dari Min Joo pada Jae Kyung. Min Joo telah berkali-kali menelepon Jae Kyung dari rumah sakit jiwa.
“Ah, aku akui aku sering menerima telepon tidak jelas. Tapi aku menganggapnya itu hanya gurauan . Tidak pernah terpikir olehku bahwa itu adalah telepon mantan istriku dari rumah sakit jiwa.”
Saking kesalnya, Detektif Park berkata Jae Kyung sudah bersekongkol dengan direktur rumah sakit. Pengacara langsung menyela kalau polisi tidak memiliki bukti atas dugaan tersebut dan hanya berdasarkan ucapan korban.
Yoo Seok tidak punya jalan lain selain mengajukan pemeriksaan silang. Jae Kyung berkata itu tidak menjadi masalah. Tapi ia ingin tahu di mana mantan istrinya sekarang. Tentu saja Yoo Seok tidak mengatakannya.
Saat ini Min Joo disembunyikan di rumah Yoo Seok. Ibu Se Mi takut hal ini membahayakan keluarga mereka. Bagaimana bisa Yoo Seok meminta mereka menyembunyikan orang asing yang berasal dari rumah sakit jiwa?
Se Mi mengingatkan ibunya bahwa Min Joo bukan orang asing. Mereka datang ke pernikahan Jae Kyung dan Min Joo. Min Joo adalah saksi kasus Yoo Seok dan mereka sudah dengar bagaimana Min Joo terkurung begitu lama. Tapi ibu Se Mi tahu alasannya kenapa Se Mi tidak keberatan. Karena hal ini ada kaitannya dengan Hwi Kyung.
Hwi Kyung benar-benar pergi dari rumahnya. Ia merenung di pinggir Sungai Han. Ia mengingat kakaknya yang sudah tidak ada lagi.
Kilas balik:
Hwi Kyung remaja pulang membawa sebuket bunga. Kakak tertuanya, Lee Han Kyung (cameo oleh Yeon Woo Jin), menegurnya karena pulang malam. Hwi Kyung berkata besok adalah hari kelulusan Song Yi, tentu saja ia harus membawa bunga.
Han Kyung menatap adiknya dan menyadari kalau besok berarti kelulusan Hwi Kyung juga. Hwi Kyung berkata itu tidak penting, yang penting adalah kelulusan gadisnya.
Han Kyung tertawa geli. Lalu seakan tidak ada apa-apa, ia menyodorkan sebuah kotak. “Hadiah kelulusan,” ujarnya.
Hwi Kyung melihat isinya dan terlihat sedikit kecewa karena isinya cuma sebuah bolpen. Han Kyung berkata itu bukan bolpen biasa. Itu bolpen perekam. Ia menunjukkan caranya dan merekam suaranya.
“Hwi Kyung-ah…selamat atas kelulusanmu, dongsaeng (adik).” Lalu ia memperdengarkan rekaman itu pada adiknya.
“Wah,” seru Hwi Kyung kagum.
Han Kyung berkata ia biasa menggunakan bolpen seperti ini menjadi diarinya. Suatu saat mungkin saja rekaman seperti itu membantu. Melihat Hwi Kyung terus tersenyum mengagumi bolpen pemberiannya, Han Kyung menatapnya dengan penuh kasih sayang.
“Astaga, anak nakal ini akan lulus. Aigooo..Kau sudah besar,” ledeknya gemas.
“Kakak akan datang ke acara kelulusanku besok, kan?” tanya Hwi Kyung.
Tentu saja, kata kakaknya. Mereka melakukan salam gaya mereka (adu pinggul) dan tertawa.
Hwi Kyung mengeluarkan bolpen pemberian kakaknya itu yang selama ini disimpannya. Ia menyetel tombol. Terdengar suara rekaman kakaknya, yang memberinya ucapan selamat atas kelulusannya.
Kok, malah aku yang jadi nangis T_T
Min Joon bangun dan mencoba menggunakan kekuatannya kembali. Kali ini ia berhasil membuka selimut dengan kekuatannya, menggeser sandalnya hingga ke tepi tempat tidur. Ia tersenyum senang.
Dengan percaya diri ia menelepon Song Yi dan mengajaknya sarapan bersama. Tapi Song Yi berkata ia sedang pergi karena ada urusan penting.
“Seharusnya kau memberitahuku jika ada masalah penting. Apa kau pergi sendirian?”
“Aku bersama teman.”
“Siapa? Lee Hwi Kyung?” Jealous mode: on.
Song Yi berkata ia bersama teman yang lain. Min Joon hendak meminta Song Yi meneleponnya jika sudah pulang, tapi Song Yi sudah menutup telepon. Min Joon merasa sedikit kecewa karena ia ingin memperlihatkan kekuatannya pada Song Yi.
Di manakah Song Yi? Ia sedang mencoba gaun pengantin ditemani Bok Ja. Bok Ja bertanya apakah Song Yi melakukan ini setelah membicarakannya dengan Min Joon. Karena ia merasa Min Joon tidak berniat menikahi Song Yi tapi Song Yi sudah merencanakan untuk hidup bahagia selamanya.
Song Yi berkata anggap saja Min Joon sudah setuju. Ia bercerita kalau awalnya Min Joon harus pergi jauh tapi tidak jadi pergi karena dirinya. Ke mana, tanya Bok Ja. Song Yi tidak mengatakannya.
“Tapi apa tidak apa-apa ia tidak jadi pergi?” tanya Bok Ja.
“Tentu saja tidak apa-apa, ia yang mengatakannya.”
“Maksudku, dari sudut pandangnya bukankah ada alasan kenapa ia harus pergi. Mungkin karena kau yang terlalu menempel dan merajuk: ‘apa kau harus pergi?’ ‘Jika kau pergi, sebaiknya kita tidak bertemu lagi.’ Apa seperti itu?”
Song Yi teringat ketika ia marah begitu mendengar Min Joon akan pergi dan memintanya jangan pergi.
“Ehmm…sedikit,” katanya menjawab pertanyaan Bok Ja.
“Jadi begitu. Pastikan saja tidak akan ada akibatnya jika ia tidak jadi pergi. Hanya agar kau bisa bahagia, pria itu mungkin saja membuat hidupnya susah padahal ia memiliki masa depan cerah. Dan juga, jika kau ingin mengenakan pakaian seperti ini, buatlah dulu kesepakatan dengan pria itu. Maksudku, kau seharusnya memulai semua ini sedikitnya jika ia telah memberi isyarat siap untuk dunia pernikahan.”
Song Yi hanya diam mendengar sahabatnya menasihatinya.
“Aku sudah merasakannya sebelumnya. Tapi sepertinya kau benar-benar tidak memiliki harga diri,” keluh Bok Ja.
Song Yi cemberut sambil mencubiti bunga di tangannya.
Min Joon kedatangan tamu mengejutkan. Yoon Jae. Hehe…Yon Jae-nya sih tidak mengejutkan. Kata-katanya yang mengejutkan. Tanpa basa-basi ia berkata ia menyukai Min Joon. Kebingungan, Min Joon mengucapkan terima kasih.
Yoon Jae berkata yang menjadi masalah adalah ibunya yang belum menyetujui. Tapi ia akan berusaha agar ibunya setuju. Sama seperti ketika ia kelas 3 SD, ia membuat surat perjanjian kalau ia tidak akan melarikan diri. Hal seperti itu akan berhasil. Ibunya mungkin akan setuju.
“Setuju apa?”
“Pernikahan kalian berdua.”
“Eh?”
Yoon Jae berkata ia tidak menuntut banyak. Ia hanya melihat satu hal dalam diri seseorang. Kenyataan bahwa Min Joon menyukai bintang telah merebut hatinya.
“Aku mengerti apa yang hendak kaukatakan, Yoon Jae-ah…” Min Joon berusaha menjelaskan.
“Namun, di antara pria dengan pria, berjanjilah padaku. Hyung (kakak) akan membuat kakakku bahagia selamanya,” potong Yoon Jae.
Yoon Jae berkata kakaknya telah melalui banyak kesulitan. Ketika ayah mereka pergi, ibu mereka membuat hidup Song Yi semakin berat. Karena itu ia tidak ingin Min Joon membuat kakaknya menangis. Pokoknya ia menganggap Min Joon sudah LULUS.
Min Joon bergumam makin lama Yoon Jae semakin mirip dengan kakaknya. Yoon Jae berkata ada seseorang lagi yang harus Min Joon temui.
Mereka pergi ke tempat ayah Song Yi bekerja. Sepertinya ini hanya alasan Yoon Jae agar ia bisa menemui ayahnya ditemani Min Joon. Ketika mereka hampir sampai, mereka melihat sebuah mobil masuk ke halaman gedung tempat ayah Song Yi bekerja menjadi tukang bersih-bersih.
Pemilik mobil itu keluar dan bertanya apakah di tempat itu tidak ada valet parking. Ayah Song Yi berkata mungkin supir yang bertugas sedang ke toilet sebentar. Pemilik mobil itu menyuruh ayah Song Yi yang memarkirkan mobilnya. Ayah Song Yi dengan sopan berkata ia tidak pandai menyetir dan khawatir membuat mobil itu rusak.
Pemilik mobil itu malah melempar kunci mobilnya ke kaki ayah Song Yi dan memarahinya. Ia berkata ayah Song Yi digaji tapi tidak mau bekerja, dan juga mengancam akan melaporkan ayah Song Yi pada atasannya. Ayah Song Yi terpaksa membungkuk hendak memungut kunci itu. Yoo Jae tidak terima ayahnya diperlakukan seperti itu. Ia berlari masuk.
Min Joon menggunakan kekuatannya untuk menggerakkan mobil itu. Semua orang terkejut. Tapi kekuatan Min Joon yang terbatas tidak bisa memarkirkan mobil itu dalam posisi yang tepat. Ia maju dan memungut kunci mobil itu.
“Jika Anda tidak punya keahlian untuk memarkirkan mobil, mungkin Anda harus berpikir ulang untuk memiliki sebuah mobil,” ujarnya pada si pemilik mobil.
“Apa? Aku menemui berbagai kesialan hari ini,” gerutu si pemilik mobil.
Tiba-tiba semua ban mobilnya kempes. Semua orang kembali terkejut, kecuali Min Joon tentunya.
“Sekarang kesialan benar-benar terjadi,” kata Min Joon singkat. Ia mengembalikan kunci mobil ke pemiliknya.
Ayah Song Yi, Min Joon, dan Yoon Jae berbicara di sebuah restoran. Sebenarnya hanya ayah Song Yi dan Min Joon yang bicara. Yoo Jae diam di ujung meja, pura –pura tidak mau terlibat.
Ayah Song Yi mengenali Min Joon sebagai pria yang dilihatnya di lift. Ia bsekara ia sebenarnya tidak pantas disebut seorang ayah, tapi ada satu hal yang ingin ia tanyakan pada Min Joon.
“Apa kau sehat?”
“Ya.”
“Kalau begitu beres. Setelah menjalani kehidupan, aku menyadari seseorang tidak membutuhkan uang, ketenaran, dan semacamnya. Begitu hidup seseorang berakhir, tidak banyak yang tersisa. Jadi kesehatanlah yang paling penting. Jika kau sehat, kau bisa melindungi orang yang kaucintai. Dulu aku tidak tahu. Begitu aku tidak lagi memiliki uang dan reputasi, satu-satunya yang kupikirkan adalah aku tidak bisa lagi melindungi orang-orang yang kukasihi. Aku sangat bodoh.
Seharusnya aku tetap tinggal bersama keluargaku. Aku seharusnya berada di sisi mereka. Melihat ke belakang, aku tahu tidak ada cara yang bisa kulakukan untuk menggantikan waktu yang telah kusia-siakan. Jadi selama kau hidup, apapun yang terjadi, jika kau bisa….tetaplah berada di sisi Song Yi. Aku akan sangat berterimakasih. Apa yang tidak bisa kulakukan, kau bisa melakukannya.”
Ayah Song Yi menangis. Yoon Jae yang awalnya berusaha bersikap acuh tak acuh, mau tak mau tersentuh oleh kata-kata ayahnya. Ayah Song Yi mengajak Min Joon minum arak, mau tidak mau Min Joon menurut untuk menghormati.
Sudah bisa ditebak, Min Joon mabuk. Yoon Jae memapahnya. Sebenarnya gedung apartemen mereka masih jauh ketika tiba-tiba Min Joon menunjuk boks telepon umum dan berkata mereka sudah sampai. Tanpa mempedulikan protes Yoon Jae, Min Joon mendorong Yoon Jae masuk ke dalam boks telepon. Lalu sambil tertawa-tawa, Min Joon masuk dan Puff!! Mereka menghilang…
Mendarat di sofa apartemen Song Yi. Belum pulih rasa kaget Yoon Jae, ia melihat Min Joon mengacungkan jarinya dan membuat sebotol air minum melayang. Yoon Jae tersentak sementara Min Joon minum dengan tenang.
Song Yi keluar dari kamarnya. Ia terkejut melihat Min Joon, apalagi Min Joon dalam keadaan berbaring hampir tak sadarkan diri.
“Apa yang kaulakukan pada Do Min Joon-sshi?” tanyanya pada adiknya. “Apa kau meludahinya?”
Yoon Jae menggeleng dengan mulut tertutup rapat. Song Yi mencium bau minuman keras di tubuh Min Joon.
“Apa dia minum?”
Yoon Jae mengangguk. Song Yi mengomel lalu menarik Min Joon.
“Minggir! Kak Min Joon-ku bukan seseorang yang bisa kauperlakukan seperti itu,” Yoon Jae menghambur ke dekat Min Joon.
“Hah?”
“Jangan tanya lagi. Aku tidak akan mengatakannya pada kakak.” Haha…sepertinya Yoon Jae berusaha melindungi Min Joon dengan menyembunyikan identitas Min Joon pada Song Yi^^ Dia tidak tahu kalau Song Yi sudah tahu.
Yoon Jae mengangkat Min Joon dan mengangkatnya ke kamar.
Min Joon terbangun di kamar Song Yi. Ia teringat ia sudah menunjukkan kekuatannya pada Yoon Jae. Tepat saat itu Yoon Jae masuk ke kamar.
“Yoon Jae, itu…”
Yoon Jae menggelengkan kepalanya.
“Aku akan menyimpan rahasia kakak. Pasti,” bisiknya.
“Oh, baiklah. Terima kasih,” balas Min Joon berbisik.
Yoon Jae bertanya bisakah ia meminta tolong satu hal. Lalu ia mengulurkan jarinya. Awalnya Min Joon tidak mengerti, tapi kemudian ia sadar apa yang diinginkan Yoon Jae.
“Sepertinya kau salah paham, aku tidak seperti itu,” kata Min Joon.
Yoon Jae menggeleng dengan tampang memohon dan memelas. Mana tahaaaann....
Min Joon menghela nafas panjang. pelan-pelan ia menjulurkan jarinya menyentuh jari Yoon Jae. E.T.!!! (semua tau E.T. kan? film alien anak-anak 30 tahun lalu hehe….selain terkenal karena bentuknya yang aneh, E. T. terkenal dengan jarinya yang bersinar. Dalam poster film tersebut ditampilkan gambar jari E.T bersentuhan dengan jari Elliot, tokoh utama film tersebut)
Song Yi menyiapkan sarapan untuk Min Joon. Min Joon mencicipi sup yang dibuat Song Yi.
“Bagaimana rasanya?”
“Jangan pernah buat sup lagi.” Pffft…
Song Yi segera mencicipi sup buatannya dan setuju dengan perkataan Min Joon. Lalu ia mulai curhat mengenai biaya listrik,dan gas yang sangat tinggi. Selain itu, biaya sewa apartemennya juga harus dibayar tiap bulan. Uang terus mengalir keluar bagaikan air. Min Joon mengangguk.
“Apa kau butuh uang?” tanyanya.
“Bukan begitu,” kata Song Yi. “Kita kan tinggal bersebelahan. Kita seharusnya sering makan bersama seperti ini dan tidur…. Eh, maksudku apakah itu bukan penghamburan namanya?”
Min Joon tidak mengerti apa maksud perkataan Song Yi. Song Yi jadi kesal. Hehe…sebenarnya yang dimaksud Song Yi adalah pernikahan. Jika mereka menikah, mereka kan tinggal bersama, jadi biaya sewa, listrik dan gas bisa disatukan^^ Cara berhemat yang aneh XD
Melihat Song Yi kesal, Min Joon mengajak Song Yi ke Menara Namsan. Song Yi tersipu senang. Ia berkata ia akan berdandan dengan cantik jadi Min Joon juga sebaiknya berpakaian rapi. Meski menggerutu, Min Joon pergi membeli pakaian baru.
Hwi Kyung pergi ke rumah Se Mi untuk menemui kakak iparnya. Hwi Kyung masih merasa bersalah dan tak enak hati pada Se Mi. Se Mi berkata ia hanya membantu kakaknya yang sedang melindungi seorang saksi. Tidak ada hubungannya dengan Hwi Kyung jadi Hwi Kyung tidak perlu meminta maaf padanya.
Hwi Kyung berbicara dengan mantan kakak iparnya. Min Joo berkata ia sebenarnya sudah merasa ada yang aneh dengan Jae Kyung sejak mereka menikah. Walau dari luar terlihat sukses, Min Joo selalu merasa Jae Kyung menyembunyikan sesuatu. Lalu ia tidak sengaja menemukan sesuatu yang seharusnya tidak dimilikinya. Bolpen perekam milik Han Kyung.
Hwi Kyung bertanya apakah ada yang terekam dalam bolpen itu. Min Joo mengangguk. Ia berkata Jae Kyung tidak mengetahui bolpen itu ada. Ia sudah menyembunyikannya di suatu tempat kalau-kalau Jae Kyung mengetahui keberadaan bolpen itu. Min Joo berkata seharusnya ia langsung menyerahkan bolpen itu pada polisi. Tapi ia terlalu takut untuk melakukannya. Hwi Kyung bertanya bolpen itu ada di mana.
Min Joo menyimpannya di sebuah kotak penyimpanan. Hwi Kyung pergi mengambilnya. Ia menghentikan mobilnya di tepi Sungai Han lalu mengeluarkan bolpen milik kakaknya. Ia mendengarkan rekaman terakhir yang dibuat kakaknya.
“23 Februari 2002…Pagi ini aku mengatur jadwal rapat pemimpin tim, pergi ke departemen store untuk membeli hadiah kelulusan Hwi Kyung. Malamnya, Jae Kyung berkata ada yang ingin ia katakan padaku, jadi kami akan bepergian.”
Kilas balik:
Terdengar suara ketukan di pintu. Han Kyung menaruh bolpennya yang masih dalam posisi merekam. Hwi Kyung masuk membawakan segelas air jeruk untuk kakaknya. Ia berkata Jae Kyung yang memintanya membawakan minuman itu. Han Kyung berterima kasih.
Hwi Kyung berkata pada kakaknya kalau ia akan pergi bersama teman-temannya. Orangtua mereka juga pergi dan akan pulang malam. Han Kyung mengambil air jeruknya dan berkata ia akan pergi bersama Jae Kyung, jadi rumah akan kosong malam ini.
Lama kemudian terdengar suara Jae Kyung mengajak Han Kyung pergi. Tapi Han Kyung menjawab dengan suara aneh. Ia berkata ia tidak enak badan sejak tadi. Kenapa, tanya Jae Kyung. Air jeruk Han Kyung sudah habis diminum.
“Aku tidak tahu…kenapa aku merasa seperti ini. Rasanya seperti sedang mabuk.”
“Kakak tidak mabuk, kakak mungkin akan menjadi lumpuh,” kata Jae Kyung tenang.
“Apa?”
“Sebentar lagi kaki dan tangan kakak akan kehilangan kekuatan. Dan kakak akan sulit berjalan. Juga makin sulit bernafas. Lalu lidah kakak akan lumpuh. Pada akhirnya kakak akan tidur panjang.”
Han Kyung masih bingung dengan perkataan Jae Kyung.
Jae Kyung berkata Han Kyung akan ditemukan di tengah jalan. Tewas karena mengemudi dalam pengaruh obat.
“J-Jae Kyung-ah…” Han Kyung menatap adiknya tak percaya.
“Sudah lama aku berharap kakak tidak lagi ada di sini. Kakak selalu menghalangi jalanku. Ayah tidak memberiku kesempatan apapun hanya karena aku terlahir setelah kakak.”
Ketakutan, Han Kyung bangkit berdiri. Namun sebelum mencapai pintu kamarnya, ia terjatuh. Jae Kyung menatap kakaknya dengan sebal karena tadi tidak sengaja menubruknya.
“Tolong selamatkan aku, Jae Kyung-ah…” itulah kata-kata terakhir yang terdengar dari bibir Han Kyung.
Hwi Kyung tidak sanggup lagi mendengar sisanya. Ia mematikan bolpen itu dan menangis.
Min Joon menunggu Song Yi di luar gedung. Song Yi keluar, sudah berdandan dengan cantik. Min Joon meminta Song Yi membuka bagasi mobil. Mengira Min Joon sedang menyiapkan kejutan untuknya, Song Yi dengan hati menurut. Min Joon terlihat agak gugup.
Song Yi membuka bagasi mobil. Isinya hanya tongkat pel.
“Isinya tongkat pel, kan? Tolong bawakan ke sini,” kata Min Joon. Dengan cemberut Song Yi mengambil tongkat pel dan menyerahkannya pada Min Joon sambil mengomel. Bukankah Min Joon punya kekuatan super, kenapa menyuruh-nyuruh orang untuk melakukannya?
Min Joon menyuruh Song Yi masuk sementara ia sendiri membersihkan mobilnya.
Di menara Namsan, Song Yi memasang gembok bertuliskan nama mereka berdua. Ada beberapa orang yang mengenali Song Yi dan bertanya-tanya apakah Min Joon kekasihnya. Song Yi berkata hal ini penting bagi pasangan baru. Min Joon merasa hal ini kekanakkan.
Song Yi menyuruh Min Joon membuang kunci gembok mereka. Min Joon bertanya bagaimana mereka membuka gembok itu nantinya jika kuncinya dibuang.
“Memang tidak boleh dibuka. Takdir kita terkunci di sana, jadi tidak bisa terlepas selamanya. Terikat erat selamanya.”
Min Joon membuang kunci itu.
“Klik! Do Min Joon-sshi, kau terkunci bersamaku sekarang. Kita benar-benar terikat bersama selamanya sekarang.”
Melihat Min Joon diam saja, Song Yi berkata sepertinya Min Joon tidak suka.
“Tidak, aku menyukainya,” kata Min Joon.
Song Yi meledeknya hingga Min Joon akhirnya tertawa.
Mereka makan malam bersama di restoran menara itu. Tempat yang romantis dan elegan. Song Yi menanti-nantikan kejutan dari Min Joon. Ia pikir Min Joon mengajaknya ke tempat ini untuk melamarnya.
Karena itu, ketika seorang pelayan membawa sebuket bunga, ia mengangkat tangannya. “Di sini,” bisiknya dalam hati. Tapi pelayan itu berhenti di meja sebelah dan memberikan buket itu pada wanita yang duduk bersama pasangannya.
Song Yi kecewa. Kekecewaannya memuncak ketika ia melihat wanita itu menemukan cincin dalam makanannya. Min Joon mengikuti arah tatapan Song Yi namun tidak berkomentar apapun.
Karena tangan Song Yi terus terangkat, seorang pelayan mendatanginya. Kekecewaan menjadi kekesalan, dengan judes Song Yi meminta air es pada pelayan itu. Min Joon bisa melihat perubahan mood Song Yi.
Apalagi ketika Song Yi dengan ketus bertanya apa Min Joon sudah selesai makan. Ia menyuruh Min Joon menyelesaikan makannya dengan cepat dan pergi dari sini.
Di mobil, mood Song Yi tidak membaik. Ia terus cemberut dan tidak mau memandang Min Joon.
“Apa moodmu sedang jelek?” tanya Min Joon.
“Tidak. Kita memasang gembok dan makan enak. Apa yang bisa membuat mood buruk?” kata Song Yi. Namun nadanya jelas menunjukkan hal sebaliknya.
“Chun Song Yi…”
“Apa?”
Min Joon tidak jadi bicara karena ada telepon. Ia menerima telepon itu dan berkata ia akan segera datang. Entah siapa yang menelepon, namun Min Joon berkata pada Song Yi kalau ia ada urusan dan mengantar Song Yi lebih dulu. Mereka berhenti di depan gedung apartemen.
Song Yi bertanya apa Min Joon tidak akan mengantarnya.
“Tunggulah di rumah. Bukang rumahmu. Tapi rumah kita.”
“Rumah kita? Rumah Do Min Joon-sshi?” tanya Song Yi tersenyum.
“Benar. Ada sesuatu yang harus kukatakan.”
Song Yi mengerti. Min Joon memegang tangan Song Yi sebelum Song Yi turun dari mobil. Ia meminta Song Yi menunggunya. Ia akan segera kembali.
“Aku akan menunggu. Cepatlah kembali.”
Song Yi menanti di apartemen Min Joon. Bosan menonton TV, Song Yi pergi ke perpustakaan. Ia mengambil diari Min Joon dan membacanya.
“Takdir baru dimulai, komet yang kutunggu selama 400 tahun akhirnya muncul. Dalam 3 bulan, aku bisa kembali ke tempat aku berasal.”
“Wanita yang mabuk. Perilaku wanita yang mabuk. Wanita arogan dan bodoh. Aku benci mereka. Wanita seperti itu, baru saja pindah ke sebelah.”
“Aku tidak ingin dilupakan oleh seseorang…pada saat aku harus kembali ke dunia lain.”
“Hari ini, demi Chun Song Yi, aku mengungkapkan identitasku. Aku ingin ia melarikan diri dariku dan takut padaku.”
“Jika aku kehilangan kesempatan untuk kembali kali ini, maka aku mungkin akan menghilang dari tempat ini. Aku akan mati…”
Song Yi tertegun. Teringat ketika Min Joon dengan tersenyum berkata ia tidak akan apa-apa meski ia tidak kembali. Song Yi menatap tulisan Min Joon….lalu menangis sambil memeluk buku itu erat-erat.
Epilog episode 18:
Ketika Min Joon mencoba pakaian barunya di sebuah toko, pegawai toko itu bertanya pakaian itu untuk acara apa? Bertemu dengan orang tua? Wawancara pekerjaan?
“P-Pro..po..sal,” kata Min Joon terbata-bata.
Lalu ia membeli sebuah cincin. Dan berlatih untuk melamar.
“Chun Song Yi… Song yi-sshi…Song Yi-ah…”
Ia melempar kotak cincin. “Hei, itu untukmu.” Haha…lamaran macam apa itu?
Min Joon kebingungan memikirkan cara untuk melamar Song Yi.
Ketika Song Yi membuka bagasi mobilnya, Min Joon menghentikan waktu. Ternyata bagasi mobilnya berisi banyak balon merah berbentuk hati bahkan poster dengan foto Song Yi dan tulisan I love you. Tapi ia menyingkirkan semua balon itu.
Ketika Song Yi kesal di Menara Namsan, Min Joon sempat mengeluarkan kotak cincin dari saku celananya. Tapi ia tidak jadi memberikannya.
“Chun Song Yi…aku tidak tahu sampai kapan aku bisa berada di sisimu. Jadi saat ini aku tidak tahu apakah aku sebaiknya mengatakannya. Aku akan melakukan yang terbaik agar aku bisa berada di sisimu untuk waktu yang sangat lama. Meski aku tidak tahu akan berapa lama…aku akan berusaha yang terbaik. And aku akan mencintaimu….”
Itulah kata-kata lamaran yang sudah dipersiapkan Min Joon.
(Bersambung)