Genre : Romance,Comedy,Drama,Sci-Fi
Written by : Park Ji-eun
Directed by : Jang Tae-yoo
Country of origin South Korea
Originallanguage(s) Korean
No. of episodes 21
Production : Executiveproducer(s) Choi Moon-suk
Producer(s) Moon Bo-mi
Location(s) Korea
Cinematography Lee Gil-bok, Jung Min-gyun
Camera setup Multiple-camera setup, Running time 70 minutes
Productioncompany(s) HB Entertainment
Broadcast : Original channel SBS and regional affiliates
Picture format 1080i (HDTV), Original run 18 December 2013 – 27 February 2014
STARRING :
SINOPSIS LENGKAP :
Catatan Dinasti Joseon pada masa pemerintahan Raja Gwanghae tahun pertama:
“Di langit Ganseong, Wonju, Gangreung, dan Chuncheon, terlihat sebuah benda berbentuk piring. Benda itu besar dan melesat secepat anak panah. Bersamaan dengan bunyi gemuruh, benda itu menghilang dalam sekejap. Kemudian langit bersih tanpa awan satu pun.”
Tanggal 25 September 1609 di Gangreung…
Sebuah iring-iringan mengawal sebuah tandu melintasi hutan. Para pengiring tandu itu mengenakan pakaian putih berkabung dan menangis. Mereka mengasihani nona mereka yang kehilangan suaminya bahkan sebelum sempat melihat wajah suaminya. Sang nona berusia 15 tahun dan sekarang ia harus menjadi janda untuk selamanya. Nona tersebut menangis dengan sedih di dalam tandu.
Tiba-tiba terdengar bunyi gemuruh dan angin bertiup kencang. Para pengiring tandu melihat ke langit. Sebuah benda berbentuk piring raksasa memenuhi langit di atas mereka. Mereka terkejut dan kesulitan untuk berdiri tegak karena besarnya angin yang ditimbulkan benda asing tersebut.
Sang nona berteriak menyuruh mereka mengeluarkannya dari tandu. Tapi para pembawa tandu sibuk menyeimbangkan diri. Angin semakin kencang. Ranting-ranting pohon putus terbawa angin.
Para pengiring dan pembawa tandu akhirnya tidak kuat memegangi tandu tersebut dan berusaha mencari pegangan agar tidak tertiup angin. Tandu itu terbawa angin. Para pengiring tandu akhirnya terbang dan terlempar seperti tertiup angin topan.
Tandu itu terbang ke ujung tebing. Nona di dalam tandu melihat dari jendela bahwa ia tandunya akan jatuh. Ia memejamkan mata sambil menangis. Pasrah akan hidupnya yang berakhir sesaat lagi.
Namun tiba-tiba waktu terhenti. Seluruh benda berhenti bergerak. Sesosok berpakaian hitam berjalan melintasi benda-benda yang diam tak bergerak. Ia berjalan menuju tebing lalu dengan mudah menarik tandu yang melayang di atas jurang dan mendaratkannya ke tanah dengan aman.
Ia memejamkan mata. Dalam sekejap waktu berputar kembali. Seluruh benda kembali bergerak dan angin kembali normal.
Sosok itu membuka tandu. Ia menatap sang nona yang masih kebingungan tak menyangka dirinya selamat, lalu mengulurkan tangannya.
“Tahun 1609, tahun pertama masa pemerintahan Raja Gwanghae, catatan Dinasti Joseon melaporkan ada sebuah benda asing terlihat di langit. Benda itulah yang membawaku ke Joseon. Orang bumi menamai planetku dengan nama KMT 184.05, planet yang sangat mirip dengan bumi. Dari sanalah aku berasal.
Sejak jaman Joseon hingga sekarang, aku telah hidup selama 400 tahun di bumi. Medan magnetik, gaya gravitasi, bahkan air, aku telah sepenuhnya beradaptasi dengan bumi. Semua indera, seperti pendengaran dan penglihatanku, 7 kali lebih baik dari orang-orang di bumi. Karena kemampuanku itu, aku melihat hal yang tidak ingin kulihat dan mendengar hal yang tidak ingin kudengar.
Tidak ada makanan yang kusukai (padahal ia memasak banyak makanan untuk dirinya sendiri. Ia juga memiliki kemampuan untuk menggerakkan benda dari jauh. Hanya dengan membuka tangannya, gelas bergeser ke tangannya). Tapi darah dan cairan tubuhku (ludah) tidak boleh bercampur dengan penghuni bumi. Karena itu aku selalu makan sendirian.”
Saat mengendarai sepedanya, pria itu melewati seorang wanita yang tasnya dijambret pengendara motor. Ia berhenti. Lalu menghela nafas panjang dan melanjutkan perjalanannya.
“Kenapa aku tidak membantu? Karena tidak ada gunanya terlibat dalam kehidupan orang-orang ini. Sama seperti aku harus hidup di bumi selama lebih dari 400 tahun. Tak peduli aku menginginkannya atau tidak, beberapa hal memang harus terjadi. Penghuni bumi menyebutnya….takdir.”
Pria itu berjalan menyeberang jalan dan melihat berita di salah satu layar raksasa sebuah gedung mengenai sebuah komet yang lebih terang dari bulan purnama. Komet itu akan terlihat dari bumi 3 bulan lagi.
“Takdir baru akan dimulai. Komet yang aku tunggu selama 400 tahun akan datang ke bumi. Dalam 3 bulan, aku bisa kembali ke planetku.”
Pria (alien) ini bernama Do Min Joon.
Di sebuah set syuting, Chun Song Yi duduk bersantai menunggu adegan selanjutnya. Para fans tak henti-hentinya meneriakkan namanya dan memotretnya. Managernya datang tergopoh-gopoh membawakan kopi untuk sang aktris.
“Mocha latte?” tanya Song Yi. Ia mengambil ponselnya lalu berpose dengan cangkir kopinya dan mengambil selca. Setelah itu ia menyodorkan kopinya pada asistennya.
Manajer protes, ia sudah berlari jauh-jauh membeli kopi itu dan sekarang Song Yi memberikannya pada orang lain.
“Hei, apa kau tahu berapa kalori yang terkandung dalam mocha latte? Aku tidak mau jogging 2 jam hanya untuk itu,” ujar Song Yi cuek sambil mengetik sesuatu di ponselnya.
Si asisten yang sedang minum kopi langsung mengernyit dan menaruh kopinya, sementara manajer memuji Song Yi yang pintar menjaga tubuhnya. Ia bertanya apa yang sedang dilakukan Song Yi.
“Aku sedang berbicara pada para fansku,” kata Song Yi sambil terus mengetik. Ia sedang meng-update status di SNS.
Manajer kaget. Apa lagi yang dikatakan Song Yi pada fansnya kali ini? Hmm..sepertinya ini bukan hal yang baru dan tidak berakhir baik. Asisten dan manajer langsung membuka ponsel mereka.
“Di sore yang melelahkan, Mocha Latte yang manis adalah yang terbaik. Sekarang aku tahu kenapa Bapak Moon Ik Jum menyelundupkan biji mocha ke Korea. Terima kasih, Bapak Moon Ik Jum.” begitulah isi tweet Song Yi. Err….biji mocha???
“Noona, apa maksudnya Bapak Moon Ik Jum?” tanya manajer.
“Apa kau tidak tahu siapa Moon Ik Jum, orang yang menyelundupkan biji mocha? Ia diam-diam menyelundupkan biji mocha saat datang dari Cina. Ia orang yang licik,” Song Yi menjelaskan. Asisten manggut-manggut.
“Bukan biji mocha, tapi biji mokhwa (kapas)!” ujar si manajer gemas.
Segera saja status Song Yi menjadi bahan tertawaan semua orang. Dan yang marah dengan insiden ini adalah Presdir Ahn, pemilik agensi yang menaungi Song Yi. Ia memarahi manajer Song Yi habis-habisan.
“Sudah kubilang padanya untuk tidak menge-tweet seperti itu. Kenapa kau tidak menghentikannya?!”
“Apa ia pernah menurut padaku? Aku juga ingin mati rasanya,” kata si manajer yang malang.
Sementara itu kata kunci yang paling dicari di internet adalah “mocha Moon Ik Jum” dan “Chun Song Yi”.
“Betapa bodohnya ia hingga tak bisa membedakan mocha dan mokhwa?” ujar Presdir Ahn kesal. “Aku yakin Moon Ik Jum tidak akan pernah menyangka ia akan menjadi yang nomor 1 dicari di internet. Benar-benar bencana karena ia terlalu cuek. Aku hampir gila.”
Tapi ketika Song Yi datang, wajah Presdir Ahn langsung tersenyum dan berbicara dengan sangat manis.
“Kau lelah? Bagaimana bisa kulitmu begitu bagus meski kau lelah? Ini adalah wajah untuk iklan makeup, bukan begitu?”
Song Yi bertanya apa yang diinginkan Presdir. Ia ingin pulang karena sudah lelah.
“Baiklah, aku akan mengatakannya dengan cepat. Kau tahu insiden biji mocha kan?”
“Apa itu masalah ?” tanya Song Yi cuek.
“Benar sekali, begitulah para netizen. Mereka tahu segalanya sekarang. Aku saja baru tahu bedanya biji mocha dan mokhwa.”
“Begitukah?”
Presdir Ahn membenarkan. Sementara si manajer kesal tadi ia dimarahi sementara Presdir Ahn tidak memarahi Song Yi sama sekali. Presdir Ahn berkata orang-orang itu hanya iri pada Song Yi hingga mereka mempermasalahkan semuanya.
“Aku tahu, orang-orang memang seperti itu,” kata Song Yi.
“Benar. Karena itu tidak perlu berbicara lagi dengan mereka. Tidak perlu SNS lagi mulai sekarang.”
“Aku tidak mau. Jika aku tidak bisa melakukannya, dengan siapa lagi aku berbicara?”
“Padaku..”
“Aku lebih tidak mau lagi,” gumam Song Yi.
Presdir Ahn kehilangan kesabarannya dan mulai mengomel.
“Ah ya, Presdir Park dari JK terus menelepon. Mereka bertanya apakah aku akan meneruskan kontrakku denganmu. Mereka memperoleh investasi dari Jepang dan bertanya apakah aku mau berganti agensi. Kudengar kalian bersahabat, apa itu tidak apa-apa?” tanya Song Yi tenang.
Presdir Ahn termakan omongan Song Yi dan mulai kesal pada “sahabatnya”. Song Yi bertanya apakah sekarang ia sudah boleh pergi. Presdir Ahn tak jadi marah dan langsung kembali berbicara manis pada Song Yi. Ia berkata barang-barang Song Yi sudah dipindahkan dan dirapikan di rumah baru. Song Yi pasti menyukainya.
Para dosen di sebuah universitas bergosip mengenai insiden Song Yi. Mereka bertanya-tanya apakah Song Yi beneran tidak tahu atau sedang melawak. Seorang dari mereka berkata semua orang sudah tahu Song Yi itu bodoh. Mereka lalu membicarakan acara kebersamaan dosen dan para dekan berharap semua dosen hadir.
“Profesor Do Min Joon, apa kau juga datang?” tanya salah satu dosen wanita pada Min Joon yang duduk sendirian di mejanya. Melihat Min Joon diam, ia kembali mengulang pertanyaannya.
“Aku tidak bisa datang,” jawab Min Joon datar.
Dosen itu berkata mereka sudah bekerja bersama selama 1 tahun dan tidak pernah makan bersama. Apa Min Joon bahkan tahu siapa namanya?Melihat wajah blank Min Joon, dosen itu kecewa.
“Tidak tahu?”
“Astaga kalian bertemu setiap hari. Kalau begitu, apa kau tahu namaku,” tanya dosen wanita lain.
“Dan namaku?” tanya dosen pria.
“Aku pergi sekarang,” kata Min Joon menutupi ketidaktahuannya. Mmm…ketidakpeduliannya.
Di mobil, manajer masih mencoba membujuk Song Yi menghapus akun SNSnya. Song Yi tidak mau. Ia punya 20 ribu teman di sana.
“Mereka bukan temanmu, mereka bisa menjadi anti-fans setiap saat. Dan lagi noona, belum lewat sebulan sejak insiden garlic pizza.”
Insiden garlic pizza? Song Yi meng-update statusnya: “Teman-teman, mengapa aku mencium bau bawang putih di garlic pizza? Apa hanya aku yang mengalaminya?”
Manajer berkata waktu itu Song Yi ditertawai habis-habisan karena tidak tahu garlic artinya bawang putih. Untuk apa Song Yi terus menerus posting? Sekarang ini komentarnya semakin gila.
“Aku tidak peduli sama sekali,” kata Song Yi.
Manajernya berusaha berbicara jujur dengan Song Yi. Menurutnya orang seperti Song Yi tidak seharusnya berhubungan dengan fans. Semakin Song Yi membuka diri untuk berkomunikasi dengan fans, semakin sulit mereka menghormati Song Yi. Lebih baik Song Yi tetap misterius.
Plak! Song Yi menggeplak kepala manajernya dengan kesal.
Mereka tiba di gedung tempat rumah Song Yi yang baru. Ia melarang manajernya ikut karena masih kesal.
“Kau belum tahu nomor apartemenmu,” kata si manajer.
“Kenapa tidak? Kau pikir aku tidak akan menemukan rumahku karena aku tidak tahu garlic itu apa? Kaubilang nomor 2301.”
Manajer masih khawatir jika Song Yi naik lift sendirian. Mereka akan mengantarnya. Song Yi tidak mau.
“Oenni!” seru asistennya.
“Kubilang aku bisa pergi sendiri!” serunya kesal.
“Anting-antingmu. Kau harus mengembalikannya karena itu pinjaman sponsor,” asistennya menjelaskan.
Song Yi melepas antingnya dengan kesal dan memberikannya pada asistennya. Lalu ia masuk ke dalam sendirian.
Asisten dan manajer memperhatikan dengan cemas. Terakhir kali Song Yi naik lift sendirian, ia bertemu hidung belang.
“Dan hidung belang itu masuk rumah sakin selama 8 minggu. Ia (Song Yi) memukuli anak itu habis-habisan dengan ponsel. Dia…sigh…itu pertama kalinya aku merasa kasihan pada hidung belang,” ujar si manajer. Hehe…jadi mereka bukan mencemaskan keselamatan Song Yi, tapi keselamatan orang yang berpapasan dengannya ^^
Saat Song Yi menunggu lift, seorang pria ikut berdiri di sampingnya. Min Joon. Song Yi memperhatikannya dengan curiga.
Lift terbuka, Min Joon langsung masuk. Ia sama sekali tidak menoleh, melirik pun tidak pada Song Yi. Song Yi masuk ke dalam lift dan menekan tombol 23, lantai apartemennya.
Ia melihat Min Joon yang terus diam seperti patung. Lama-lama ia tak tahan lagi.
“Permisi, kenapa kau tidak memencet tombolnya?” tanya Song Yi. Ia bertanya kenapa Min Joon tidak memencet tombol lantai berapa yang ditujunya. Min Joon diam tak menjawab.
“Benar, aku Chun Song Yi. Sejak kapan kau membuntutiku? Bagaimana bisa kau menemukan aku sudah pindah lagi? Apa yang kauinginkan? Tanda tangan? Berfoto? Baru kau pergi?”
Min Joon tetap diam. Tak merasa perlu meladeni wanita “aneh” ini.
“Kau terlihat masih muda dan aku mengerti kau sedang penuh energi. Aku mengerti, tapi gunakanlah energimu itu untuk belajar. Atau setidaknya berolahragalah untuk melepaskan energi itu. Jika kau mengikutiku untuk melakukan hal macam-macam, maka kau salah. Ini bukan pertama kalinya aku….”
Min Joon keluar dari lift tanpa mempedulikan ocehan Song Yi.
“Dasar hidung belang,” ujar Song Yi kesal, masih mengira Min Joon adalah penguntitnya. “Hei, apa kau ke rumahku!! Kau mau ke mana!!! Ah, kau tetanggaku,” Dari bentakan jadi sapaan ramah ala Song Yi.
Song Yi berkata ia pindah ke nomor 2301 hari ini. Pasti Min Joon kaget, kan? Min Joon hanya menatapnya tanpa ekspresi.
“Kau tidak mengenalku?” tanya Song Yi. “Tidak tahu?”
“Apa aku harus tahu?” akhirnya Min Joon buka suara.
“Tidak, bukan begitu,” kata Song Yi salah tingkah. “Tapi mengapa kau menatapku seperti itu?”
Min Joon berkata ia sedang memasukkan password masuk apartemennya dan itu adalah rahasia. Ia memberi isyarat agar Song Yi minggir.
“Sorry, sorry,” ujar Song Yi kesal sambil memalingkan wajahnya.
Min Joon menekan password lalu masuk begitu saja ke apartemennya.
“Ah dasar….memangnya dia pikir aku ini siapa? Tapi apa ia benar-benar tidak tahu aku ini siapa? Bagaimana bisa ia tidak tahu? Apa ia dari Korea Utara? Alien?” ujar Song Yi heran campur kesal.
Empat orang wanita kelas atas makan malam bersama di sebuah restoran mewah. Salah satu dari mereka adalh ibu Song Yi. Ia sibuk membangga-banggakan puterinya di depan mereka.
“Saa ini semua orang mendapat julukan penyanyi nasional atau aktris nasional. Tapi semua itu berlebihan. Kau harus dikenal seluruh Korea baru pantas dijuluki seperti itu. Menggelikan menyebut diri sendiri aktris nasional padahal hanya menghasilkan satu karya,” ujarnya.
Wanita di hadapannya nampak sebal mendengar kata-kata ibu Song Yi, namun ia tetap diam. Dua wanita lain menyetujui ucapan ibu Song Yi. Hanya Song Yi yang pantas mendapat julukan aktris nasional. Ternyata mereka semua ibu dari mantan aktor dan aktris cilik, tapi hanya Song Yi dan Se Mi yang bertahan menjadi aktris. Ibu Se Mi adalah wanita yang duduk di hadapan ibu Song Yi.
Ibu Song Yi membicarakan drama baru yang diperankan Song Yi. Katanya Song Yi lebih memilih drama daripada film yang ditawarkan Bong Joon Ho (sutradara terkenal Korea). Lalu ia berkata Se Mi juga berperan dalam film yang sama. Hanya saja karena Se Mi aktris pendukung yang berperan menjadi teman Song Yi dalam drama itu, maka berita mengenainya tidak ada. Artikel hanya menulis tentang pemeran utama.
Tentu saja ibu Se Mi kesal. Ia membalas dengan bertanya bukankah Song Yi pindah rumah hari ini, bukankah sebaiknya ibunya menemaninya. Balas dendamnya berhasil karena ibu Song Yi jelas tidak tahu. Tapi ibu Song Yi tidak mau memperlihatkannya.
Ia berkata ia tahu Song Yi pindah tapi Song Yi tidak mau merepotkannya jadi melarangnya datang. Salah satu dari mereka bertanya Song Yi pindah ke mana. Ibu Song Yi gelagapan.
“Ehm..Seochodong!”
“Ke Gold Palace di Daechidong,” ibu Se Mi membetulkan.
“Oh iya, Daechidong. Aku salah,” kata ibu Song Yi cepat. Diam-diam ibu Se Mi tersenyum puas.
Setelah makan malam, ibu Se Mi melihat ibu Song Yi berdiri menunggu taksi di pinggir jalan, berbeda dengannya yang mengandarai mobil mewah dan diantar sopir. Ia tidak melewatkan kesempatan itu untuk meledek ibu Song Yi.
Ibu Se Mi sengaja menyuruh sopir berhenti di depan ibu Song Yi. Ia lalu menawarkan diri untuk mengantar ibu Song Yi. Gengsi, ibu Song Yi menolak tawaran ibu Se Mi.
“Belajarlah mengemudi, atau mintalah puterimu yang aktris nasional untuk memberikanmu sopir. Kau terlihat menyedihkan.”
“Song Yi ingin memberiku sopir tapi aku tidak mau diikuti sopir terus menerus. Taksi ada di mana-mana.”
“Baiklah kalau begitu,” ujar ibu Se Mi cepat. Ia pergi meninggalkan ibu Song Yi. Di dalam mobil ia menggerutu ibu Song Yi bisa-bisanya omong besar padahal ia tahu Song Yi tidak mempedulikan ibunya karena ibunya terus memoroti uangnya.
Sementara itu ibu Song Yi menggerutu ibu Se Mi itu hanya ibu dari pemeran pendukung, tidak perlu sok bersikap anggun di depan ibu pemeran utama.
Song Yi melihat komentar-komentar para netizen mengenai dirinya.
“Ia tidak punya pengetahuan maupun akal sehat.”
“ Apa kau menyuntik botox ke dalam otakmu?”
“Aku yakin otakmu bahkan tidak memiliki kerutan.”
Song Yi mengomel membaca semua komentar negatif itu. Ia bertanya-tanya apakah anak-anak jaman sekarang diajari untuk menulis komentar merusak seperti itu.
Song Yi melihat ponselnya terus bergetar. Ibunya yang menelepon. Ia mengangkatnya.
Ibunya langsung marah-marah begitu mendengar suara Song Yi. Ia merasa Song Yi sudah mempermalukannya dengan tidak memberitahukan kepindahannya hingga ia harus tahu dari ibu Se Mi.
“Anda yang melarangku untuk menelepon. Ibu bilang kita bukan ibu dan anak lagi!”
“Sejak kapan kau menurut pada Ibu!”
Song Yi berkata ia sejak dulu menurut pada ibunya. Ia menurut ketika ibunya meminta uang untuk membuka restoran Perancis. Ketika ibunya meminta uang untuk membuka butik pakaian impor. Semua gagal.
“Itu kan dulu,” ibu Song Yi membela diri.
“Baru-baru ini juga. Ibu meminta uang untuk membuka toko suplemen. Juga membuang uang untuk investasi toko donat.”
Ibu Song Yi berkilah bahwa semua itu tidak seberapa jika dijumlahkan.
“Lihat dirimu di cermin! Wajahmu dan tubuhmu. Siapa yang memberikan padamu kecantikan senilai jutaan won? Bayangkan jika kau tidak memiliki ibu sepertiku, apa mungkin kau memiliki kecantikan seperti itu tanpa operasi? Jujur saja, aktingmu jelek. Kau mendapat uang dari akting dan iklan, semuanya berkat wajah cantikmu yang kau dapat dari Ibu. Bukan karena kau aktris yang bagus, tahu?”
Pertahanan Song Yi mulai bobol. Setelah membaca komentar negatif mengenai dirinya dan sekarang ia harus mendengar semua itu dari ibunya sendiri?
“Aku mirip Ayah,” ujarnya kesal.
“Astaga, apa maksudnya kau mirip Ayahmu? Semua orang tahu dia berwajah jelek!”
“Ah benar, Ibu menikahi Ayah karena uangnya, bukan karena wajahnya. Karena itu ibu mencampakkannya ketika Ayah bangkrut. Aku mirip Ayah, jadi aku benar-benar benci Ibu seperti itu. Jadi jangan bicarakan ayahku dengan mulut itu!”
Ibu Song Yi tidak bisa mendebatnya lagi. Ia meminta Song Yo mengiriminya uang 5 juta won lagi. Astagaaa…emang uang jatuh dari langit ya???
Lalu ia menyuruh Song Yi menelepon adiknya, Yoon Jae, karena sudah dua hari Yoon Jae tidak pulang.
Song Yi menutup teleponnya. Ia bertanya-tanya apakah adiknya melarikan diri lagi dari rumah. Berarti ini bukan pertama kalinya Yoon Jae pergi tanpa kabar.
Yoon Jae sedang main game di warnet. Ia tahu kakaknya menelepon tapi tidak mau mengangkatnya. Dua orang temannya membuat rekayasa foto Song Yi hingga Song Yi terlihat mengenakan bikini seksi dalam foto itu. Mereka berencana untuk membuat foto rekayasa Song Yi telanjang.
Yoon Jae langsung menendang kursi temannya dengan marah. Ia mengancam temannya menghapus foto tersebut saat ia pergi ke toilet. Temannya bingung dengan sikap Yoon Jae. Mereka pikir Yoon Jae menyukai Song Yi. Hm…tidak ada yang tahu Yoon Jae adalah adik Song Yi.
Min Joon terbangun ketika telinga supernya menangkap suara tetesan air. Tetesan yang begitu kecil, di telinganya terdengar sangat jernih seperti bunyi bel. Ia bangun dan menutup keran itu rapat-rapat.
Tapi ketika ia hendak tidur lagi, ia mendengar suara “raungan” seorang wanita. Rupanya Song Yi sedang melepas stressnya dengan bernyanyi keras-keras di rumahnya. Nyanyi atau teriak-teriak?
Min Joon tak tahan mendengar suara lengkingan yang menusuk telinganya. Ia memutuskan untuk bertindak.
Song Yi telah selesai menyanyi. Itu adalah caranya untuk melampiaskan semua emosinya. Meski ia bernyanyi dengan berjingkrak-jingkrak dan berteriak-teriak, matanya berkaca-kaca setelahnya.
Ia membuka pintu ketika mendengar bunyi bel. Ia heran melihat Min Joon berdiri di depan apartemennya.
“Apa kau tahu sekarang ini jam berapa?” tanya Min Joon.
“Sekarang? Sepertinya jam 10.”
“Malam selarut ini, sudah sewajarnya orang tidak menyanyi meski bisa bernyanyi dengan baik.”
Song Yi meminta maaf, ia tidak menyangka suaranya akan terdengar. Ia pindah ke sini karena ia dengar bangunan ini memiliki konstruksi kedap suara yang bagus. Ia hendak menutup pintunya, tapi Min Joon belum selesai.
“Ketika seseorang menyanyi dengan jelek, itu bisa dianggap membuat keributan, bukan menyanyi. Kebisingan di malam hari bisa dianggap kejahatan. Kau bisa dihukum jika aku melaporkanmu.”
Song Yi jadi kesal karena sikap Min Joon berlebihan. Apa Min Joon akan melaporkannya ke polisi karena ia menyanyi?
“Aku tidak bilang aku akan melaporkanmu. Aku berkata sudah sewajarnya…”
“Jadi maksudmu aku tidak wajar?”
“Bukan begitu…”
“Jadi kau menyebutku bodoh dan tidak memiliki akal sehat? Tidak berotak. Botox. Apa kau menyuntik botox ke dalam otakmu? Otakmu bahkan tidak memiliki kerutan. Itulah yang kaukatakan sekarang!” Song Yi meledak.
Min Joon jadi bingung.
“Aku hanya memakan sebuah apel dan setengah kubis seharian tapi aku masih kenyang. Karena orang-orang begitu banyak memberiku kritikan hingga aku kenyang. Tapi aku tidak menyangka aku mendapat kritikan lagi di malam selarut ini hanya karena aku menyanyi! Tidak bolehkah aku bernyanyi sedikit saja? Setelah semua sampah yang telah kulalui? Lalu di mana aku melepaskan semua stressku?! Sebuah apel dan setengah kubis seharian!!” suara Song Yi semakin keras dan meninggi.
Min Joon hendak mengatakan sesuatu tapi Song Yi mengangkat tangannya.
“Tidak apa-apa. Kau tidak perlu meminta maaf. Kurasa aku tidak mau lagi bicara denganmu,” Song Yi menutup pintu.
Min Joon cengo, tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Song Yi menangis sendirian. Ia bertanya apa salahnya. Apa mereka yang mengatainya tahu segalanya? Apa mereka sepintar itu? Mereka bilang ia yang tercantik dan ia favorit mereka. Bagaimana bisa mereka mengunyah seseorang seperti mengunyah permen karet? Mereka semua sama sekali tidak memiliki kesetiaan.
Dan Min Joon tidak bisa tidur malam itu karena tangis Song Yi terdengar jelas di telinganya. Ia pergi ke perpustakaannya, yang sepertinya lebih lengkap dari perpustakaan universitas. Ia mengambil buku jurnalnya dan mulai menulis.
“Catatan tiga bulan terakhir di bumi.”
[Bersambung]
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !